oleh

Kritis Pilkada Garut 2018 Bangkitkan Kaum Literasi Politik Akal Sehat

REFLEKSI KRITIS TERHADAP PILKADA GARUT 2018 DAN KEBANGKITAN KAUM LITERASI GARUT DENGAN POLITIK AKAL SEHAT

Membahas Hukum dan Politik sebagai legal process policy adalah konsumsi para kaum literasi di kabupaten garut untuk menilai dan memberikan sumbangsih konstruktif dengan korespondensi yang teoritis berbasis data empiris guna memberikan ruang-ruang kebebasan pada para kaum muda terpelejar yang ada di Kabupaten Garut untuk menjadi bagian membangun politik akal sehat bagi seluruh rakyat garut dalam menjalankan kehidupan berpolitik dan bernegara.

Sudah saatnya kaum literasi bergerak dan membebaskan diri dari kepentingan-kepentingan pragmatis berbasis kelompok, kaum literasi kabupaten garut harus berani bersuara lantang dengan mengedepankan Intelektual intelegensi, jika kita mencoba membuat sedikit hipotesis terhadap proses politik di kabupaten garut saat ini maka praduga sementara yang terjadi adalah bangunan atau sistem yang bergulir saat ini masih memiliki konsekwensi menghina terhadap kecerdasan manusia. Kita kadang terjebak dalam hitungan dan prosentase dari berapa jumlah pemilih yang memiliki hak pilih, namun kita lupa apakah ada survey yang membuat indikator tentang berapa rakyat garut yang memiliki kemampuan Objektif dalam menentukan pilihannya.

Bicara tentang kemampuan memilih adalah berbicara kapasitas individu yang dimiliki oleh setiap warga garut yang memiliki hak pilih, keberhasilan yang dapat terquantifikasi dalam sebuah kontestasi Pilkada belum tentu mencerminkan keberhasilahan qualitatif sebagai basis setiap wagra kabupaten garut dalam menentukan pilihannya. Hal ini di perburuk dengan sulitnya para paslon dan bahkan penyelenggara Pemilukada untuk membuat instrumen yang menggeser pola kampanye dari quantifikasi ke arah pola mencerdaskan warga garut dalam memilih para pasangan calonnya.

Variable-variabel yang dibaca publik saat ini adalah penyebaran baligo, serta tekhnik pemasaran para paslon yang mengedepankan kalimat retorik tanpa substansi dengan resultante bagi rakyat dalam berpolitik sehat adalah NOL. Ini yang luput dari kita semua bahwa aktivitas demokrasi dalam berpolitik seperti dalam pemilukada seharusnya membangun politik akal sehat terlebih dahulu. Cara menaikan elektabilitas para paslon hanya mengedepankan proses pragmatis untuk segera menciptakan dukungan masa sebesar-besarnya dengan cara-cara Pendekatan dukungan berbasis ketokohan. Jika kita buat satu Problem identify dari 1,4 juta lebih warga garut yang memiliki hak pilih kira-kira berapa ratus ribu warga yang dengan kecerdasan akal sehat dan kemampuan berfikir jernih yang bisa memilih ??? parameter apa yang digunakan oleh warga garut yang tidak memiliki kemampuan memilih dalam menentukan pilihannya ??? ini adalah GAP atau kesenjangan dalam aktivitas demokrasi yang akan selalu menghasilkan sebaran uang-uang ilegal di area pemilih terutama para pemilih yang tidak memiliki assesment khusus dalam menentukan kriterianya.

Mencerdaskan rakyat dalam kontestasi Pilkada tentu secara fundamental bukan tugas utama KPU dan KPUD secara ekplisit, namun anggaran Besar yang dimiliki oleh lembaga negara ini seharusnya dapat menciptakan new improvment. Pilkada tidak hanya dimaknai dengan selesainya pemilihan dengan jumlah partisipasi yang besar, Pilkada juga harus dimaknai bahwa dalam proses pemilihannya terdapat alat-alat dalam upaya meningkatkan kecerdasan pemilih. Perintah konstitusi dalam fundamental bernegara jelas dikatakan dalam frasa yang sangat terang benderang bahwa tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan rakyatnya. Rakyat dan kaum terpelajar saat ini malah terjebak dalam ruang-ruang opini dan konflik seperti Hoax, Intoleransi, Orang Gila, dan kebijakan-kebijakan wakil rakyat kita dalam perpu Ormas Dan presidential threshold yang mencerminkan daya refresif pemerintah yang terkesan totalitarian dan reaksioner.

Dosen filsafat Universitas Indonesia Rocky gerung menyampaikan dalam sebuah kesempatan di media bahwa politik saat ini menjadikan Insulting Human Intelegence atau penghinaan terhadap kecerdasan manusia, rakyat di giring dalam menciptakan kubu kubu khusus untuk saling mendukung sesuatu yang dianggapnya benar, padahal jika kita berani keluar dari pikiran-pikran teologis untuk menterjemahkan aktivitas demokrasi yang sehat maka konflik sosial tidak akan bergeser menjadi konflik agama.
Esensi dalam Politik hukum menurut mahfud MD bukan tentang kebenaran, hukum adalah tentang keberlakuan dari seluruh perbedaan-perbedaan sebelum hukum itu di sahkan. Jadi apabila sebuah kebijakan sudah tidak linear dengan dinamika warganya maka disitulah hukum harus ditinjau ulang. Kaum literasi harusnya mampu menangkap hal ini bahwa cara berfikir kaum literasi hanya tentang Logic and Legal Reasoning. Jika Hoax saat ini dikerdilan menjadi lawan pemerintah, seharusnya kaum literasi dapat membuat literasi tentang bagaimana menguji kebenaran ilmiah dari sebuah produk yang dihasilkan dari cara-cara yang buruk baik cara formal atau tentang muatan subtansialnya.

Garut Of Fear adalah Hoax yang harus di gulirkan oleh kaum literasi garut yang masih bermain dalam area comport zone, Garut dalam kengerian ketika cita-cita politik sehat dicederai dengan kotornya transaksi penyelenggara negara dalam menentukan skema pemenangan para paslon melalui tindakan-tindakan Un Integrity. Dalam kenyataanya kejadian yang menimpa Panwaslu dan KPUD Garut telah membuat sebagai rakyat garut berada pada posisi un distrust terhadap penyelenggaraan PILKADA Garut kedepan. Keinginan eveluasi menyeluruh hanya ditangkap dengan sikap normatif dengan hanya melakukan PAW atau pergantian antar waktu pada standar pengisian jabatan, padahal fokus utamnya buka pada digantinya seorang pejabat melainkan bagaimana evaluasi fundamental terhadap hasil-hasil keputusan yang sebelumnya telah diambil.

Ini tentang bagaimana design negara dalam mencerdaskan warga negaranya dalam hal melakukan pilihan, ini adalah tentang bagaimana sebuah legal policy harus mencerminkan penyelesaian konflik yang saat ini menjadi isu tentang kepercayaan publik. Ini adalah tentang bagaimana instrumen itu diciptakan untuk mencerdaskan pendidikan politik warganya. Menggiatkan Literasi adalah salah satu instrumen yang bisa digerakan secara massive oleh seluruh element civil society, kemarahan publik terhadap cacatnya kebijakan-kebijakan pemerintah harus dilawan dengan cara menguji kebenaran ilmiah pada kebijakan itu dengan hak jawab dalam sebuah policy yang dianggap busuk.

Kaum Literasi garut dengan berbagai segmentasi harus mulai melakukan pendekatan-pendekatan dari disiplin ilmu yang dimilikinya, Pendekatan Hukum, Sosial, Ekonomi dan Politik harusnya menjadi baseline dalam memberikan perbedaan perspektif terhadap sebuah kebijakan yang buruk dari pemerintahan. Ini yang hilang atau belum muncul di kalangan akademisi di kabuapaten garut. Ketika saat ini de facto nya kita kehilangan harapan terhadap DPRD dalam menyelesaiakan kebijakan-kebijakan yang dianggap kontroversial dari pemerintah Garut maka selayaknya kaum literasi ini dapat menjadi benteng kedua bagi rakyatnya untuk melakukan policy Control atau pengawasan kebijakan. DPRD tidak lagi leluasa untuk dengan mudah memberikan persetujan tanpa melibatkan proses pengujian Koheren oleh kaum literasi kabupaten Garut.

Semoga Kebangkitan kaum Literasi Kabupaten Garut dapat menjadi bagian dalam membawa rakyat garut lebih sejahtera, cerdas dan Berintegritas. Serta menjadi mitra pemerintah dalam menentukan kebijakan-kebijakan daerah yang berkualitas, berkeadilan dan tepat sasaran.

Penulis : Indra Kurniawan
Mahasiswa Sekolah Tinggi Hukum Garut
Pemerhati Politik, Hukum Dan Ketatanegaraan

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed