oleh

Rp. 5 Milyar Lebih Pembayaran Proyek Pasar Samarang Cacat Hukum?

GARUT, KAPERNEWS.COM – Pembangunan pasar di Kabupaten Garut terus meninggalkan berbagai masalah, kini pembayaran termin ke-II proyek pasar wisata Samarang di indikasi cacat hukum.

Sebagaimana dibeberkan oleh salah satu mahasiswa Sekolah Tinggi Hukum Garut yang juga anggota UKM Kajian dan Literasi, dalam analisanya, Asep menemukan bukti pembayaran Rp. 5 Milyar lebih pada termin ke-II tidak dibubuhkan tanda tangan, bahkan tidak ada pengesahan stempel/cap sebagai bentuk legalitas instansi pemerintah.

Kita urai dari perjanjian terlebih dahulu, dalam suatu perjanjian, Perjanjian berakhir dengan berbagai cara, yaitu salah satunya dengan cara pembayaran. Pembayaran yang dimaksud adalah pelaksanaan atau pemenuhan tiap perjanjian secara sukarela, artinya tanpa paksaan atau eksekusi.

“Jadi tidak hanya penyerahan uang saja tetapi penyerahan tiap barang menurut perjanjian dinamakan pembayaran. Dalam proses pembayaran diperlukan adanya bukti pembayaran. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, bukti pembayaran adalah surat keterangan yang menyatakan bahwa seseorang telah membayar sesuatu sesuai dengan kesepakatan, dapat berupa kuitansi, resi, setruk, nota pembelian, faktur dsb,” jelas Asep.

Tujuan dibuat bukti pembayaran adalah untuk alat pertanggungjawaban pengeluaran. Nah, berdasarkan PMK 190/PMK.05/2012, jenis bukti pembayaran adalah kuitansi dan bukti pembelian. Kuitansi dibedakan untuk bukti pembayaran dengan mekanisme Pembayaran Lansung dan mekanisme Uang Persediaan. Sementara itu bukti pembayaran yang berupa bukti pembelian tidak diatur dalam PMK tersebut.

Kuitansi yang dijadikan dasar pertanggungjawaban belanja memuat hal-hal sebagai berikut :

  1. tahun anggaran berkenaan
  2. nomor urut kuitansi/bukti pembukuan
  3. mata anggaran yang dibebani transaksi pembayaran
  4. nama satker yang bersangkutan
  5. jumlah uang dengan angka
  6. jumlah uang dengan huruf
  7. uraian pembayaran yang meliputi jumlah barang/jasa dan spesifikasi teknisnya
  8. tempat tanggal penerimaan uang
  9. tanda tangan, nama jelas, stempel perusahaan (apabila ada) Dan materai sesuai ketentuan
  10. tanda tangan, nama jelas dan NIP/NRP pejabat pembuat komitmen serta stempel dinas
  11. tanda tangan, nama jelas, NIP/NRP bendahara pengeluaran dan tanggal lunas dibayar
  12. tanda tangan, nama jelas, NIP/NRP pejabat yang ditunjuk dan bertanggungjawab dalam penerimaan barang/jasa

Perbedaan yang mendasar dari kedua jenis kuitansi adalah pada kuitansi LS tidak ditandatangi oleh Bendaha Pengeluaran sedangkan kuitansi UP ditandatangani oleh bendahara pengeluaran.

Bukti Pembayaran dan Bukti Perjanjian sebagai Dokumen Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan

Dalam pengelolaan keuangan, pertanggungjawaban pelaksanaan belanja adalah satu proses yang harus dilalui. Bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan belanja dilakukan secara administrative, subtansial dan material.

Bukti perjanjian dan bukti pembayaran pada dasarnya masuk dalam kategori pertanggungjawaban administrative dan substansi.

Berdasarkan mekanisme pertanggungjawaban keuangan dapat dilaksanakan dengan LS dan Uang Persediaan. Yang perlu dipahami, dalam mekanisme pertanggungjawabkan harus dipisahkan dengan mekanisme pengadaan barang.

Hal ini dapat dilihat dalam matrik yang sederhana dibawah ini

Nilai Pengadaan Bukti Perjanjian Bukti Pembayaran Mekanisme Pertanggungjawaban
Sd 10 juta Bukti Pembelian Bukti Pembelian UP/LS
Sd 50 juta 1. Kuitansi (barang, Pek. Kontruksi, Jasa Lainnya)

2. SPK (jasa konsultansi)

Kuitansi UP/LS
Sd 200 juta 1. SPK (barang, Pek. Kontruksi, Jasa Lainnya)

2. Surat Perjanjian (Jasa Konsultansi)

Kuitansi LS
Diatas 200 juta Surat Perjanjian Kuitansi LS

 

Dalam hal ini bukti pembelian dan kuitansi untuk transaksi sampai dengan Rp.10.000.000,- dan Rp.50.000.000,- berfungsi sebagai bukti perjanjian dan bukti pembayaran.

Dalam proses pertanggungjawaban keuangan maka kuitansi dan bukti pembelian termasuk dokumen non kotraktual, sehingga apabila diajukan proses pembayaran dengan mekanisme UP, maka Bendahara Pengeluaran dapat membayar tagihan setelah PPK menerbitkan Surat Perintah Bayar. Jika dipertanggungjawabkan dengan mekanisme LS maka PPK menerbitkan SPM non kontraktual.

Dalam berita acara pembayaran termin ke-II proyek pembangunan pasar wisata Samarang diindikasi tidak sesuai dengan PMK 190/PMK.05/2012, dimana  dalam angka 10 diatas dijelaskan ‘’tanda tangan, nama jelas dan NIP/NRP pejabat pembuat komitmen serta stempel dinas”. Nah dalam pembayaran senilai Rp. 5.478.xxx.xxx tersebut tidak ditandatangani oleh bendahara pengeluaran pembantu saudara Hidayat Safarai dengan NIP. 19750308 201001 1 xxx.

Apappun dalil yang akan dikemukakan nanti oleh oknum Disperindag silahkan, itu sah saja sebagai bentuk pembenaran, asal harus ada payung hukumnya, karena ini pertanggungjawaban uang negara milyaran.

Selain tidak ditandatanganinya kuitansi, tidak ada pengesahan sebagaimana aturan pembayaran, dalam hal ini stempel dari Disperindag dan ESDM.

 

Penulis : Asep Muhidin

Mahasiswa STH Grut

Anggota UKM Kajian dan Literasi

 

 

Laporan : Oki

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed