oleh

Penerapan Pasal 20 Ayat 4 UU AP Terkait Kasus Kades Desa Simpang Cikajang Absurd, Kegagalan APIP Dalam Melakukan Legal Squence

Beberapa waktu lalu Ormas GAIB melakukan Audensi bersama Bupati Garut terkait Kasus Dugaan Penggelapan dana yang dilakukan oleh Kades Desa Simpang Ciakajang Garut, melihat statment Bupati yang tentunya berdasarkan Laporan APIP yang memeriksa perkara itu bahwa kasus itu masuk ke dalam kategori Pasal 20 ayat 4 Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan.

Fakta yuridis yang disampaikan Bupati jelas menurut penulis wajib di telusuri lebih lanjut, pertama terkait sisi kompentensi APIP dalam menilai penerapan pasal tersebut. Sebagai pengayaan bahwa isi dari pasal tersebut adalah “Jika hasil pengawasan aparat intern pemerintah berupa terdapat kesalahan administratif yang menimbulkan kerugian keuangan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, dilakukan pengembalian kerugian keuangan negara paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak diputuskan dan diterbitkannya hasil pengawasan”

Menjadi kajian yang harus ditelaah lebih dalam terkait fakta materil apakah sudah memenuhi sisi konsensualis atau ketepatan/kesesuaian penerapan Pasal UU AP dengan perbuatan tersebut. Hal ini penting agar Bupati juga tidak menelan mentah-mentah konsideran yang dibuat oleh para APIP yang memiliki kecenderungan terjadinya manipulasi terhadap fakta-fakta yang ada. Penulis fokus terhadap baseline yuridis yang dikenakan oleh APIP apakah telah  memenuhi konstruksi hukum dari dimensi detournement de pouvoir yang merupakan suatu perbuatan dari aparatur negra atau alat perlengkapan negara yang menggunakan wewenang yang ada padanya tidak sesuai dengan aturan hukum yang memberikan dasar wewenang itu padanya.

Selebihnya konstruksi hukum tentang menyalahgunakan wewenang sebagaimana diatur dalam pasal 17 ayat 2 UU AP adalah : a. larangan melampaui Wewenang; b. larangan mencampuradukan Wewenang; dan/atau c. larangan bertindak sewenang-wenang. Lebih lanjut dalam pasal 18-19 UU AP lebih menspesifikasikan tentang dalam kondisi apa seoarang aparat pemerintahan dianggap menyalahgunakan wewenang, jika dalam fakta materilnya ternyata perbuatan itu tidak termasuk kedalam rumusan pasal 17-19 UU AP atau terdapat unsur ( niat jahat ) maka secara yuridis kasus ini harusnya di rekonstruksi oleh Aparat Penegak Hukum yang lain menjadi Dugaan Tindak Pidana Korupsi.

Hal ini menjadi penting ketika sebuah perbuatan masuk kedalam Pelaanggaran Adminstrasi maka APIP harus bisa membuktikan kepada Publik tentang Legal Squence ( tahapan hukum ) mala adminstrasi yang dilakukan oleh Yang bersangkutan, karena Kesalahan adminstrasi berbeda dengan Perbuatan Melawan Hukum dari dimensi hukum Pidana yang melihat bahwa ketika siapapun yang menyalahgunakan wewenang yang berakibat terjadinya kerugian Negara adalah Tindak Pidana Korupsi.

Jika dalam kasus ini terkait dengan ke alpaan tentang Pajak yang seharusnya dibayarkan, maka secara pertanyaan selanjutnya sisi kesalahan administratif nya seperti apa ?? ini yang harus dibuktikan juga oleh APIP yang memeriksa perkara ini. Mengapa ini penting untuk diketahui publik. Karena delik pajak diatur khusus paling tidak dalam UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan No 16 Tahun 2009. Kemudian apakah substansial Terkait Pajak masuk kedalam kategori Tax Avoidance ( Penghindaran Pajak ) atau Tax Evasion ( Penggelapan Pajak ), hal ini penting untuk dibuktikan oleh APIP sebagai konsideran utama dalam mengenakan pasal-pasal UU AP. Kerancuan terjadi ketika Kasus ini menyebabkan kerugian Negara senilai 216 Juta diantaranya terkait dengan delik pajak maka kesalahan administratif apa yang dilakukan oleh yang bersangkutan sehingga tidak menyetorkan kewajiban pajaknya yang jika merunut pasal 38 – 41 di UU KUP ( Ketentuan Umum Perpajakan ) Dolus dan Culva pada si pelanggar adalah pidana dengan variasi hukuman badan dan denda.

Kerugian Negara yang jelas-jelas sudah diakui sebesar 216 juta wajib di derivatifkan oleh APIP berkaitan dengan pertimbangan fakta-fakta Versus Landasan Hukum yang diambil. Diluar kealpaan pajak unsur kerugian Negara apa saja yang secara admintratif masuk kedalam UU AP Pasal 20 ayat 4. Bagi penulis yang mengamati tindakan-tindakan Aparat Pemerintahan ( Penyelenggara Negara ) dari pendekatan Hukum Adminstrasti Negara ( Public Recht ) penting melakukan kualifikasi tindakan-tindakan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan tidak menjadi Absurb dalam penangangan kasusnya.

Jika memang perbuatan dalam kasus ini adalah Murni Mala Adminstratif maka Pembuktiannya adalah meng klasifikasikan mala admintrasi ke dalam beberapa teori dasar, apakah termasuk mala adminstrasti Mis Conduct, Deceitful Practice, Korupsi atau Defective Policy Implementation. Ini penting di presentasikan Oleh APIP kepada publik, sehingga pengenaan Pasal bisa tepat dan tidak asal-asalan dikarenakan Ketidakpahaman menempatkan forsi yuridis terhadap factual evidence.

Penulis memberikan Apresiasi kepada rekan-Rekan GAIB yang telah menjadi garda terdepan dalam proses check and balance terhadap tindakan-tindakan penyelenggara Negara yang menyimpang dan di lain sisi melaui tulisan ini semoga menjadi awal untuk APH melakukan rekonstruksi ulang terkait kualifikasi delik dalam kasus ini dengan menjunjung tinggi Presumtion of Inocence.

 

Indra Kurniawan

Pengamat Hukum Tata Negara / Mahasiswa STHG Garut

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *