oleh

Rudy Gunawan : Pencopotan Uu Saepudin Harus Sesuai Aturan, Mahasiswa STHG : Pjs. Sekda Garut Sesuai Aturan Atau Tidak?

GARUT, KAPERNEWS.COM – Munculnya reaksi dari koalisi masyatakat bersatu (KMB) yang mendesak Bupati Garut Rudy Gunawan. S.H., M.H. Mencopot jabatan kepala dinas PUPR Uu Saepudin bergulir panas dalam audensi yang dilakukan di ruang Banggar DPRD Garut.
Bupati Garut mengatakan kalau pecopotan jabatan ASN itu ada mekanisme dan aturannya, sehingga apabila tidak sesuai aturan, maka saya ( Bupati ) bisa diberhentikan oleh Mendagri.

“Kalau untuk mencopot atau memecat seorang ASN ada peraturan dan mekanismenya, yaitu harus melalui MP3D, tidak bisa langsung, nanti kalau langsung saya salah dan bisa diberhentikan oleh pemerintah pusat, kata Rudy didepan masa audiens, rabu (26/12/2018).

Sementara, Abu Musa selaku Korlap masa KMB membeberkan pelanggaran-pelanggaran Kadis PUPR Uu Saepudin yang sudah berindikasi melakukan konfirasi jahat serta KKN.

“Ini pak Bupati, diantaranya dari sekian puluh proyek yang melibatkan Uu Saepudin yaitu jalan lingkar leles. Dimana jalan itu berkelok kelok mengikuti tanah milik Uu Saepudin, selain itu, pelksana proyek menggunakan alat pinjam, lalu perusahaan lainnya atas nama istri Uu Saepudin,” beber Abu yang diikuti riakan masa pecat Uu.
Lanjut Abu, Uu Saepudin juga memiliki 2 perusahaan ready mik, bukan satu pak Bupati. Dalam melaksanakan proyek, perusahaan milik Uu menggunakan dana dari Bank dengan menganggunkan jaminan, ucapnya geram.

Ditempat terpisah, salah satu mahasiswa Sekolah Tinggi Hukum Garut turut menyoroti dengan adanya statment Bupati Garut Rudy Gunawan yang menyebutkan pencopotan atau pemberhentian ASN itu ada mekanisme dan aturannya.

“Apa yang disampaikan Bupati Garut benar, pencopotan, pemberhentian ada aturan dan mekanismenya, tapi kami hanya ingin bertanya, apakah Pjs. Sekertaris Daerah Kabupaten Gatut saudari Ibu Yatie Rohayati, S.H. sudah sesuai aturan dalam menhisi jabatan Pjs. Sekda?, dimana pengisian kekosongan jabatan diatur dalam Perpres nomor 3 tahun 2018,” kata Asep di kampus STH Garut.

Perlu diketahui, mulai pada 7 Februari 2018, H. Uu Saepudin menerima SK sebagai Pj Setda, apabila dihitung menurut pasal 5 ayat (3) bahwa jabatan Setda H. Uu Saepudin adalah 3 (tiga) bulan, sehingga berakhir pada 8 Mei 2018, dan ditambah 5 (lima) hari kerja ketika Setda Definitif belum ditetapkan. Dalam pasal 10 ayat (2) huruf b “Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusatmenunjuk penjabat sekretaris daerahkabupaten/kota yang memenuhi persyaratansebagaimana dimaksud dalam Pasal 6”. Namun pada 8 Mei 2018, yang terjadi adalah pemberhentian dan pengangkatan kembali Setda H. Uu Saepudin sesuai surat rekomendasi dari Gubernur Jawa Barat nomor 800/2162/BKD tanggal 4 Mei 2018. Meskipun Pj Setda H. Uu Saepudin tidak bisa menjalankan amanat Perpres.

Seharusnya Pj Setda pada waktu itu adalah hasil penujukan dari pemerintah pusat melalui Gubernur Jawa Barat sebagai wakilnya sebagaimana amanat pasal 10 ayat (2) huruf b. Setelah kembali menjabat selama 3 (tiga) bulan yang seharusnya Penjabat Setda ditunjuk oleh Gubernur Jawa Barat (pasal 10 ayat 2), pada 8 Agustus 2018, Bupati Garut kembali mengeluarkan SK pemberhentian Pj Setda H. Uu Saepudin dan mengangkat Yatie Rohayati. S.H., M.Si., sebagai Pj Setda yang baru dengan dasar dan memperhatikan surat Gubernur Jawa Barat nomor 800/3302/BKD pada tanggal 6 Agustus 2018 perihal Penunjukan Pejabat Setda.
Secara kesimpulan yuridiksi ini, apa bedanya pencopotan Uu Saepudin dari Kadis PUPR melanggar aturan dengan Pjs. Sekda sekarang yang masih aktif yang jelas tidak sesuai Perpres nomor 3 tahun 2018, keabsahan Yatie Rohayati sebagai Pj Setda diindikasi tidak memiliki landasan dan/atau payung hukum dan tidak tergambarkan dalam Perpres nomor 3 tahun 2018.

“Dengan diterbitkannya SK nomor 821.22/Kep.780-BKD/2018 tanggal 8 Agustus 2018 tentang pemberhentian dan pengangkatan Pj Setda dari H. Uu Saepudin kepada Yatie Rohayati dengan berlandaskan surat Gubernur Jawa Barat nomor 800/3302/BKD tanggal 6 Agustus 2018, Yatie Rohayati tidak memiliki kekuatan dan/atau payung hukum untuk melaksanakan tugas sebagai Pj Setda, karena tidak terbayangkan dan/atau tidak diatur dalam Perpres nomor 3 tahun 2018,” beber Asep.

Memperhatikan UU nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan pasal 52 ayat (1) hurup b mengatakan ‘dibuat sesuai prosedur’ serta dalam pasal 56 ayat (2) “keputusan yang tidak memenuhi perysaratan sebagaimana dimaksud dalam 52 ayat (1) hurup b dan hurup c merupakan keputusan yang batal atau dapat dibatalkan”. Dalam hal Bupati Garut menerbitkan Surat Keputusan nomor 821.22/Kep.720-BKD/2018 yang ditetapkan tanggal 8 Agustus 2018 tidak sesuai prosedur sebagaimana dalam UU nomor 30 tahun 2014 pasal 52. Sehingga perlu dicabut karena cacat dan demi kepastian hukum sebagaimana amanat pasal 64, dan bisa dicabut sesuai pasal 66 serta memperhatikan pasal 70, pasal 71.

 

laporan : Oki/Red

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *