oleh

Produksi Kaos Hari Bumi, Ciptakan Kemandirian Gerakan Pelestarian Lingkungan di Pati

PATI, KAPERNEWS.COM – Kesadaran manusia akan kelestarian alam kian hari semakin dipahami banyak orang. Hal ini dikarenakan dampak kerusakan alam seperti banjir dan tanah longsor sudah banyak dirasakan masyarakat di banyak tempat dan daerah.

Peringatan Hari Bumi yang dulu pertama kali dicanangkan tahun 1970 yang terinspirasi oleh banyaknya protes dan demonstrasi dari pelajar di Amerika Serikat terkait kecamuk perang di Vietnam saat ini, hampir lima dekade kemudian juga diperingati oleh kelompok-kelompok pelestari lingkungan di Indonesia guna menyadarkan betapa pentingnya kelestarian alam.

Untuk mewacanakan dan membumikan gerakan lingkungan tersebut, walaupun masih 85 hari lagi, peringatan Hari Bumi Internasional 2019 di Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah sudah mulai disiapkan.

“Secara garis besar, pada setiap tanggal 22 April, kami dari Komunitas Boemi mengadakan sebuah peringatan yakni tentang pentingnya kepedulian terhadap kondisi bumi,” kata Haris Rubiyanto Koordinator Komunitas Boemi kepada Kapernews, Minggu (27/1/2019).

Menurut Haris, pada tahun 2019 ini adalah peringatan Hari Bumi ke-7 yang dilakukan oleh Komunitas Boemi. Rencananya akan ada acara brokohan dan do’a bersama untuk keselamatan bumi yang diselingi pentas kesenian lokal dan penganugerahan tokoh lingkungan.

“Iya, karena kami sadar tentang pentingnya sebuah kepedulian lingkungan melalui sikap-sikap yang sederhana dan berkelanjutan,” tuturnya.

Berkaitan dengan pendanaan, setiap tahun Komunitas Boemi mengadakan lapak sablon keliling dengan desain kaos yang mengusung tema tiap tahunnya. Untuk peringatan Hari Bumi 2019 ini bertema Manusia Tidak Hidup Sendiri.

“Ide bisa didapat dari manapun. Tapi intinya ada kehadiran entitas lain selain manusia. Ada tumbuhan dan hewan yang mempunyai hak hidup juga di muka bumi,” jelas Imam Budi Cahyono selaku penggagas ide dan artwork kaos Hari Bumi 2019.

Menurutnya, desain tersebut bertujuan mengingatkan kembali kepada semua pihak agar sama-sama memahami bahwa ada keberadaan kepentingan lain selain kepentingan manusia itu sendiri.

“Ini menjadi sangat penting apabila kita melihat perilaku umat manusia yang mengutamakan kepentingan manusia saja. Bahkan sampai ketidakpedulian pada kehidupan flora dan fauna secara global. Bahkan ikan pauspun mati di pantai sambil memuntahkan sampah dari mulutnya,” tukas seniman yang kerap disapa Imam Bucah.

Ketika ditanyakan kenapa memilih bersusah-payah dengan kerja-kerja komunitas daripada mencari sponsorship ke perusahaan-perusahaan besar, Imam mengatakan bahwa dengan bekerja, kemandirian akan tercipta.

“Kalau kita bisa mandiri kenapa cari sponsor? Bukankah perusahaan-perusahaan besar itulah yang lebih banyak melakukan tindak pelanggaran lingkungan. Bagaimana mungkin kita menyuarakan kepedulian lingkungan dengan minta sumbangan dana pada mereka? Jadi di sini, ada semacam pesan yang ingin saya sampaikan, bahwa dengan bekerja kita bisa mandiri,” tandas calon Ketua Dewan Kesenian Pati dengan dua anak ini.

Terpisah, ketika dikonfirmasi oleh Kapernews, Jatra Palepati seorang pegiat Roemah Goegah yang menjadi desainer grafis kaos Hari Bumi 2019 mengatakan bahwa Merti Bumi bisa diartikan upaya mengembalikan kelestarian bumi sesuai warisan leluhur.

“Merti artinya bersih, biasanya berkaitan dengan tradisi seperti Memerti Desa, yaitu membersihkan desa dalam segala aspek negatif yang dilakukan dengan sungguh-sungguh secara lahir dan batin. Semisal dalam pertanian, Merti Desa juga diartikan sebagai upaya mengembalikan semangat pola tanam sesuai warisan leluhur. Saat ini diartikan sebagai pola pertanian organik. Ya, karena pola tersebut sesuai dengan warisan leluhur. Tak hanya bertani, masyarakat juga mengabdikan lahan dan tenaganya untuk alam semesta. Mereka percaya nilai kebaikan dari tradisi ini akan berdampak kepada anak cucu kelak. Begitupun dengan peringatan Hari Bumi di Pati 2019 ini, bahwasanya kawan-kawan sepakat mengusung judul: Merti Bumi, Manusia Tidak Sendiri,” terangnya, Minggu (27/1/2019) petang.

Jatra yang akrab disapa Attak menambahkan, bahwa karya kaos donasi dari Komunitas Boemi adalah sebuah kegiatan penggalangan dana untuk kegiatan pelestarian alam tanpa tergantung dengan pengajuan lembaran proposal.

“Jadi tidak hanya transaksi jual-beli, tapi bagi siapapun yang telah membeli produk ini berarti ia telah turut berdonasi pada kerja kepedulian lingkungan menentang krisis ekologi yang membabi buta saat ini,” ujarnya lewat jaringan selluler.

Di lain sisi, Joni Riguh seorang pegiat Kronik Kultur yang terjun langsung turut serta dalam proses produksi kaos Hari Bumi 2019 mengatakan, bahwa jalinan persaudaraan dan kemandirian yang telah dijalani selama 6 tahun terakhir ini adalah kunci bagi Komunitas Boemi di Pati dalam menjaga iklim kerja kolektif tetap aktif dan produktif.

“Awalnya dulu sablon keliling, Mas, jadi ini adalah eksperimen perdana. Mungkin nanti akan ada beberapa desain lagi yang akan dilaunching. Yang artwork desain pertama ini adalah karya Kang Imam Bucah. Di desain yang ke dua mungkin nanti bisa karya Mas Haris, Mas Attak, saya atau rekan-rekan lainnya,” jelas Joni (36) pemuda kreatif yang juga seorang musisi ini.

Joni mengungkapkan bahwa sebelumnya Komunitas Boemi hanya merespon peringatan Hari Bumi saja, namun sekarang akan merespon banyak momen, seperti Hari Bumi, Hari Lingkungan Hidup, Hari Cinta Puspa dan Satwa, dan lain-lainnya.

“Untuk desain pertama ini sablonnya ada dua warna, Mas. Kemarin kita cetak tiga lusin. Rencana akan cetak lagi. Ke depan kita akan buat desain lagi hingga bisa menjadi katalog khusus. Intinya kita berkreasi membuat produk untuk penggalangan donasi gerakan pelestarian bumi secara mandiri,” pungkasnya.

 

Laporan: INDES JATENG/ Eko Arifianto

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed