oleh

Draft RPJMD Jateng Tidak Sesuai KLHS Kendeng, JM-PPK Angkat Bicara

SEMARANG, KAPERNEWS.COM – Saat ini Panitia Khusus (Pansus) Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Tengah 2018 – 2023 tengah membahas dengan intens dokumen kebijakan perencanaan pembangunan daerah untuk jangka periode selama 5 (lima) tahunan.

Dokumen tersebut berisi penjabaran dari visi, misi, dan program Gubernur Jawa Tengah terpilih, Ganjar Pranowo yang telah disinkronkan dengan rancangan teknokratis yang telah disusun oleh Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappedalda) Provinsi Jawa Tengah.

Pansus menargetkan dalam waktu dekat Raperda RPJMD akan segera disahkan menjadi Perda sebagai payung hukum pelaksanaan program dan kegiatan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah untuk 5 (lima) tahun ke depan.

Mengingat strategisnya RPJMD, sejumlah elemen masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Sipil untuk Tata Ruang dan Pembangunan Jawa Tengah menyampaikan sejumlah pokok-pokok pikiran sebagai bahan masukan bagi Pansus sekaligus mendesak agar RPJMD Provinsi Jawa Tengah harus benar-benar inklusif, adil dan berkelanjutan.

Audiensi dengan Pansus tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Jawa Tengah 2018-2023 dilaksanakan di Kantor DPRD Provinsi Jawa Tengah, Kamis (31 Januari 2019) sekitar pukul 08.00-09.00 WIB.

Pokok-pokok pikiran tersebut merupakan hasil bacaan dan analisis masyarakat sipil atas draft RPJMD terakhir yang telah dipublikasikan serta didasarkan pada kondisi dan realitas yang ada di masyarakat. Temuan aliansi masyarakat sipil menunjukkan bahwa draft RPJMD saat ini belum menjawab sejumlah persoalan utama yang harus menjadi prioritas pemerintahan ke depan.

Seperti dari Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) yang mengungkapkan bahwa draft RPJMD apabila dikontekskan dengan wilayah Pegunungan Kendeng belum sejalan dengan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) terkait Kebijakan Pemanfaatan dan Pengelolaan Pegunungan Kendeng yang Berkelanjutan.

“KLHS Tahap II misalnya, telah merekomendasikan agar wilayah Juwana, Jepara, Kudus, Pati, Rembang dan Blora (Wanarakuti) yang awalnya mengandalkan sektor pertambangan, harus diubah menjadi kawasan yang berorientasi pada sektor unggulan budidaya dan konservasi, yang bertumpu pada restorasi kawasan yang sudah mengalami kerusakan, untuk memulihkan fungsi imbuhan atau resapan air kawasan Pegunungan Kendeng,” kata Gunretno, Koordinator JM-PPK, Kamis (31/1/2019).

Gunretno menambahkan, dikarenakan di dalam Draft RPJMD arah pembangunan wilayah Rembang dan Blora (Banglor) malah justru bertumpu pada sektor unggulan utama pertambangan dan agroforestri (pengolahan hasil hutan) yang didukung sektor pariwisata terpadu (alam dan budaya), untuk itu dirinya mendesak agar Pansus benar-benar mengakomodir rekomendasi KLHS I dan II, supaya pemulihan fungsi imbuhan atau resapan air benar-benar tercapai.

“Sudah sepatutnya Pemerintah peduli terhadap kelestarian Pegunungan Kendeng, dengan segera mengimplementasikan hasil rekomendasi KLHS, termasuk dengan menuangkannya ke rencana pembangunan Jawa Tengah,” ujar penerus ajaran Samin Surosentiko yang cinta akan kelestarian tanah dan air ini.

Di lain sisi, Zaenal Arifin, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang menyampaikan RPJMD Jawa Tengah setidaknya harus memuat program pembentukan tim pemantauan, pengawasan dan pengendalian ruang untuk melakukan tindakan litigasi dan/atau non-litigasi untuk mengatasi bisnis ilegal di bidang pertambangan dan kehutanan, menuangkan upaya peninjauan dan evaluasi terhadap aktivitas-aktivitas pertambangan di Jawa Tengah, termasuk melakukan penutupan apabila aktivitas pertambangan yang ada tidak sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan, dan menjadikan Prinsip Free, Prior and Informed Consent (FPIC) atau persetujuan atas dasar informasi awal tanpa paksaan terhadap program pembangunan sebagai salah satu prinsip utama dalam perencanaan pembangunan.

Zaenal juga mengingatkan agar Pemerintah untuk tidak terjebak mengejar pertumbuhan ekonomi dan hanya berorientasi pada pembangunan infrastruktur semata yang mengabaikan daya dukung lingkungan. Harus fokus terhadap kebijakan yang mengedepankan kelestarian, termasuk sumberdaya air di dalamnya, yang memiliki signifikansi terhadap kehidupan sosial dan kegiatan ekonomi masyarakat khususnya sektor pertanian.

“Pertumbuhan ekonomi naik, tapi untuk siapa? Jangan sampai pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati segelintir orang saja, dan justru memperlebar ketimpangan dan perlahan membunuh petani, nelayan dan masyarakat marjinal lainnya,” tandasnya.

Menurut Zaenal, pembangunan Jawa Tengah harus mengedepankan adanya perbaikan tata kelola pemerintahan yang baik. Transparansi yang didukung adanya penyediakan data pilah serta data yang selalu termutakhirkan agar orientasi dan kebijakan pembangunan menjadi berkualitas karena berbasis data yang rinci, valid dan terukur. Tentu saja, data tersebut harus mudah diakses oleh publik yang sejalan dengan semangat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2018 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).

Akuntabilitas pemerintahan juga harus tercermin pada upaya penyediaan pelayanan publik yang sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Masukan juga diberikan oleh Dian Puspitasari selaku Direktur LRC-KJHAM yang mengingatkan agar RPJMD Provinsi Jawa Tengah memuat program peningkatkan akses dan kualitas perlindungan perempuan dan anak melalui upaya pencegahan terhadap kekerasan perempuan dan anak, pengurangan resiko kekerasan terhadap perempuan dan anak, dan peyelenggaraan layanan terpadu bagi korban kekerasan sesuai standar dan terintegrasi dengan layanan dasar, program perlindungan sosial, program penanggulangan kemiskinan serta penerapan kebijakan di sekolah.

“Tentu saja, anggaran daerah yang responsif gender dan responsif terhadap masyarakat marjinal, termasuk penyandang disabilitas di dalamnya harus menjadi prioritas pembangunan Provinsi Jawa Tengah untuk lima tahun ke depan,” tandasnya.

Selain itu, sejumlah persoalan terkait dengan pembenahan sistem transportasi, perlindungan perempuan nelayan, perbaikan sistem pengadaan barang dan jasa, kebijakan fiskal daerah juga tidak luput dari perhatian Aliansi Masyarakat Sipil Jawa Tengah.

Terpisah, berbeda dengan yang disampaikan JM-PPK, Ketua Pansus RPJMD DPRD Jawa Tengah, Abdul Aziz mengatakan bahwa draft RPJMD Jawa Tengah untuk lima tahun mendatang sudah sesuai dengan KLHS Pegunungan Kendeng.

“Wilayah Wanarakuti, primer diperuntukkan sebagai kawasan perikanan, sekunder untuk furniture, pengolahan tembakau dan ikan, tersier untuk pariwisata. Sedang untuk wilayah Banglor, primer diperuntukkan sebagai kawasan minyak dan gas, garam, perikanan, sekunder untuk furnitur, pengolahan ikan dan tersier untuk pariwisata,” ungkapnya ketika dikonfirmasi Kapernews lewat pesan WhatsApp, Jumat (31/1/2019) malam dengan mengirimkan selembar peta arah pengembangan kawasan tanpa file RPJMD lengkapnya.

Laporan: Eko Arifianto

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *