oleh

Ada Aliran Dana Diduga Fiktip Hingga Rp. 5 M Lebih Dari Proyek Pasar Samarang Garut?

GARUT, KAPERNEWS.COM – Setelah jadi perbincangan hangat beberapa pekan lalu terkait dugaan jual beli kios pasar samarang di Kabupaten Garut, kini setelah koalisi masyatakat bersatu (KMB) melaporkan Bupati Garut Rudy Gunawan dan Kadis PUPR Uu Saefudin ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkit dugaan korupsi dan gratifikasi, muncul dugaan pembayaran fiktip diproyek pembangunan pasar wisata Samarang.

Hal tersebut menjadi tanda tanya besar, dimana tidak menjadi temuan pemeriksa, baik Inspektorat selaku auditor intern dan auditor exsternal dari BPK RI perwakilan Jawa Barat.

Baca Juga : “Bagai Mengarang Bebas” Inspektorat Garut Sampaikan LRA Anggaran Rp. 16,02 Milyar, Realisasi Rp. 17,05 Milyar?

Menurut salah satu mahasiswa Sekolah Tinggi Hukum Garut (STHG), pembayaran yang diduga fiktip itu tak seharusnya terjadi, karena jelas itu untuk pembayaran proyek pasar Samarang, bukan untuk pasar wanaraja.

“Dalam dokumen pembayaran pasar samarang sangat jelas ditemukan kwitansi untuk pasar wanaraja sebesar Rp. 5 M lebih, secara administrasi itu tidak sah dan merupakan kelalaian yang menimbulkan kerugian keuangan negara karena pembayarannya tidak sesuai,” jelas Asep.

Baca Juga : Pasar Samarang Memanas, “Nurmayanti Diperas Terus Sama Dani (Kabidnya)?”

Tentu, bebernya, setiap KPA, PPK dan PPTK hingga pengawas di lingkungan pemerintahan bukanlah seorang yang tidak mengunyah pendidikan, pelatihan, bimbingan teknis demi meningkatkan kualitas dan kuantitas pegawai dan lainnya. Tentu hal itu untuk menciptakan pegawai yang handal, bukan menghamburkan anggaran semata.

“Dalam sebuah logika, apabila kita dari Garut berniat pergi ke Bandung, tapi kita diturunkan di Jakarta, apakah itu sesuai dengan ongkos yang dibayarkan?, tentu perlu pemahaman logika disini. Mereka kan para pejabat paham hukum administrasi negara dan wajib tertib administrasi dengan azas AUPB sebagaimana dalam UU No. 30 tahun 2014,” jelasnya.

Dari pendekatan hukum adminstrasti negara ( Public Recht ) penting melakukan kualifikasi tindakan-tindakan penyalahgunaan wewenang yang diperkuat dengan pernyataan auditor (baik dari inspektorat maupun BPK dan BPKP) agar apa yang dilakukan tidak menjadi absurb dalam penangangan kasusnya nanti.

Jika memang perbuatan dalam kasus ini adalah murni mala adminstratif maka pembuktiannya adalah mengkllasifikasikan mala admintrasi ke dalam beberapa teori dasar, apakah termasuk mala adminstrasti Mis Conduct, Deceitful Practice, Korupsi atau Defective Policy Implementation. Ini penting di presentasikan oleh pemeriksa (auditor) kepada publik agar kedepan tidak melakukan pekerjaan asal-asalan dikarenakan Ketidakpahaman menempatkan forsi yuridis terhadap factual evidence, beber mahasiswa STH Garut ini.

Baca juga : Ada Oknum Disperindag Jualan Kios Pasar Samarang?, “Dari Rp. 100-200 Juta Perkios?”

Lebih jauh Asep menjelaskan, dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur pengadaan barang dan jasa serta lelang sebuah pekerjaan di lingkungan pemerintah tidak bisa semau guwe, itu ada aturannya.

“Nah sekarang, apabila dalam sebuah bukti pembayaran dari pemerintah tidak ditandatangan bendahara pembantu terus ada yang tidak ada cap/stempel instansi, apakah secara hukum sah atau tidak?, dimana cap merupakan legalisasi keabsahan lembaga pemerintah. Ini kan bukan pembayaran arisan yang tidak perlu legalisasi keabsahan,” ucap mahasiswa STHG ini sambil membuka dokumen pembayaran.

Menurutnya, bisa saja ini dilakukan dengan asal-asalan, cofy paste, atau lainnya. Disinilah rakyat bisa menilai kinerja pejabat pemerintah yang digajih uang rakyat melalui negara. Atau bisa saja ini ada unsur kelalaian baik disengaja maupun tidak disengaja.

Vidio dilaporkannya Bupati Garut Rudy Gunawan dan Kadis PUPR Uu Saefudin ke KPK :

Perlu diketahui, menurut perspektif hukum, akibat kelalaian bisa menimbulkan korupsi, dimana definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13 Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan ke dalam tiga puluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana penjara karena korupsi.

Jadi, terang Asep, dalam kelalaian diatas, bisa saja unsurnya terpenuhi kedalam salah satu pasal UU No. 31 tahun 1999 jo. UU No. 20 tahun 2001 tentang Tipikor, tergantung penerapan dan analisa dalam pendalaman unsur perbuatan yang dilakukan, tentu memerlukan ahli hukum.

 

Laporan : Oki

Jenis Tulisan : Opini Sorotan Redaksi

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed