oleh

Kades Tegalpanjang-Garut Berujung di Jeruji Besi Vs Bupati Garut Bela Desa Simpang?

Penahanan Kepala Desa Tegalpanjang Kecamatan Sucinaraja Kabupaten Garut Saudara Asep Gunawan oleh Kejaksaan Negri Garut yang menurut informasi dari PH ( Penasihat Hukum ), pasal yang di gunakan oleh Penyidik menggunakan delik Tipikor dalam dakwan Primer di Pasal 2 serta dan Subsidair di pasal 3 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 Sebagaimana telah dirubah menjadi UU No 20 Tahun 2001. Beberapa waktu sesudahnya Bupati Garut, Rudi Gunawan, S.H., M.H memberikan release kepada media terkait masalah ini, yang mana dalam keterangan Bupati mengatakan bahwa kasus yang di mulai tahun 2016 ini telah ada upaya mediasi yang dilakukan oleh Inspektorat dan DPMD secara kelembagaan terhadap yang bersangkutan.

Ada beberapa hal yang menjadi fokus penulis terkait posisi Bupati dalam melihat permasalahn ini yang mencerminkan kondisi yang tidak setara antara kasus Kepala Desa Tegalpanjang dengan kasus Kepala Desa yang lain yang pernah penulis kritisi diantaranya kasus Kepala Desa Simpang Kecamatan Cikajang yang dalam posisinya waktu itu Bupati cukup berani dan percaya diri mengatakan bahwa permasalahan telah selesai untuk kasus kades Simpang, Kecamatan Cikajang dengan mengkualifikasikan penyalahgunaan wewenang ke dalam rumusan Undang-undang Adminstrasi Pemerintahan No 30 Tahun 2014.

Pertanyaannya kenapa Kepala Desa Tegal Panjang tidak di treatment ( dikelola ) sama dengan apa yang menimpa Kades Simpang Cikajang??, sejauh mana unsur penyalaahgunaan wewenang yang dilakukan oleh kades tegalpanjang yang seharusnya menjadi wilayah APIP ( Inspektorat ) dengan menggunakan UU 30 tahun 2014 ?? apa yang dimaksud mediasi sesuai pernyataan Bupati ??.

Pendekatan UU 30 Tahun 2014 tentang Adminstrasi Pemerintahan menjawab bahwa setiap tindakan penyelenggara Negara dalam hal ini para kepala desa mencerminkan bahwa dalam penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan Negara maka pendekatan yang digunakan oleh APH adalah Preventif sesuai dengan asas hukum adminsitrasi. Jika telah terjadi mediasi oleh inspektorat pada kasus Kades tegal Panjang maka ketentuan yang digunakan dalam penanganan perkaranya jelas harus mengikuti UU No 30 Tahun 2014, yang mana seluruh rekomendasi dari APIP harus menyesuaikan dengan ketentuan Pasal 17 sampai Pasal 21 tentang fakta-fakta yang ditemukan apakah terjadi kerugian Negara dan dalam kondisi apa kerugian Negara itu terjadi ? apakah ada intensi memperkaya diri sendiri atau ada kesalahan tehnis yang menyebabkan kerugian Negara ? hal ini penting agar pendekatan penanganan perkara adminstrasi tidak serta merta langsung bergeser ke perkara pidana murni.

Ketidakjelasan pendekatan hukum dalam penanganan kasus-kasus penyelenggara Negara bisa menjadi bahan transaksional oleh para APIP. Bagir manan pernah menyampaikan bahwa perlu kehati-hatian dalam mengkualifikasikan penyalahgunaan wewenang misalnya, perbuatan melampaui wewenang dalam hukum adminstrasi sangat mudah berlintas batas dengan kaidah hukum pidana, karena perbuatan melampaui wewenang yang mengandung penyalahgunaan wewenang dapat menjadi suatu perbuatan pidana.

Lebih lanjut penulis memberikan pendalamaan terhadap eksistensti UU No 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan yang memberikan Ketentuan Umum tentang keberadaan Pengadilan dalam UU ini adalah Pengadilan Tata Usaha Negara ( PTUN ) sesuai ketentuan No 18. Sehingga ketika Bupati Garut menyampaikan Telah terjadi Mediasi oleh Inspektorat dan Bahkan BPMPD maka mutlak kasus ini masuk ke dalam kategori Prosedural yang menggunakan Pendekatan Hukum Administrasi Negara.

Pertanyaan selanjutnya bagaimana kasus ini bisa bergeser menjadi  pidana Oleh Kejaksaan Negri Garut ?? ketika secara bersamaan bupati mengakui bahwa kasus ini telah menjadi Objek Pengawasan ( Inspektorat ) yang kaidah utamanya diselesaikan melalui mekanisme UU No 30 Tahun 2014 dengan finalisasi di PTUN. Disinilah penulis temukan in konsistensi Bupati, Inspektorat dalam mengelola kasus-kasus Penyelenggara Negara di daerahnya sehingga penerapan hukum jauh dari Equality ( Persamaan ) melainkan justru membangun kekeliruan Premis-premis hukum sehingga sulit menarik kesimpulan apakah yang terjadi adalah peristiwa hukum atau mungkin telah terjadi peristiwa tebang pilih dalam penanganan hukum berdasarkan suka dan tidak suka bahkan bisa terjadi pengkondisian berdasarkan kepentingan-kepentingan transaksional yang bersembunyi dalam jabatan-jabatan pemerintahan.

 

Penulis : Indra Kurniawan S.H (Pemerhati Hukum Tata Negara)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed