oleh

Selamatkan Lumbung Pangan Nasional, Petani Kendeng Gelar Upacara Rakyat Indonesia

PATI, KAPERNEWS.COM – Pitung puluh papat warsa, iku mono kandane warga sami, Indonesia kalis bendu, katelah wis mardika, uwal saka regeming penjajah tuhu, nanging apa iku nyata, kang karasa aning ati. Saiki dudu wong liya, kang hanjajah malah tegel kepati, mring sapepadha sedulur, tunggal negara lan bangsa, padha padudon rila sikut-sinikut, mung pamrih anumpuk bandha, rila tegel- anegeli (Sudah 74 tahun menurut rakyat Indonesia sudah merdeka, Indonesia sudah lepas, tidak lagi ada penjajahan, apakah itu yang terasa di dalam hati saudara-saudari. Sekarang bukan orang lain yang menjajah dan lebih kejam, kepada sesama sedulur sebangsa dan setanah air, pada konflik saling menyikut, semua itu hanya untuk memperkaya diri sendiri, sampai tega lupa saudara).

Itulah
dua bait tembang Pangkur yang dibacakan Gunretno saat prosesi Upacara Rakyat HUT
Kemerdekaan RI di tanah perkebunan warga yang terletak di pegunungan Kendeng
Utara, Desa Kedumulyo, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Sabtu (17/8/2019)
sekitar pukul 09.30 WIB kemarin.

“Tidak
hanya dulur- dulur di pegunungan Kendeng, bahkan semua yang hadir di upacara
rakyat ini mewakili rakyat Indonesia, mewakili seluruh kepulauan Indonesia. Dalam
proses menyelamatkan pegunungan Kendeng memang tidak gampang. Proses panjang
dari 2006, satu-persatu, apa yang dilakukan dulur-dulur JM-PPK menumbuhkan dan menghidupkan
jiwa-jiwa sedulur-sedulur seluruh Indonesia untuk peduli menjaga ibu bumi ini,
menjaga pegunungan Kendeng ini, bahkan menjaga Indonesia ini,” kata Gunretno
selaku Inspektur Upacara Rakyat 2019 yang bertema “Merdeka Nguripi” dengan
didampingi sosok Punakawan yaitu Semar, Gareng, Petruk dan Bagong.

Lanjut
Gunretno, tema yang ada mengingatkan kepada semuanya bahwa “merdeka” berarti
membangun kehidupan, bukan malah sebaliknya memberangus dan mencerabut
kehidupan.

Ini
dibuktikan dengan pemilihan lokasi upacara rakyat yang punya makna sejarah sejarah
penting bagi sedulur-sedulur petani Kendeng, yang pada tahun 2006 diperjuangkan
untuk tidak berdiri pabrik semen.

“Perjuangan
warga mencapai kemenangan dengan mundurnya PT. Semen Gresik tidak jadi
membangun pabrik semen di Kecamatan Sukolilo Pati Jawa Tengah. Sehingga keanekaragaman
hayati di dalam Gua Lowo dan ribuan sumber mata air di bawahnya yang merupakan
sebuah ekosistem yang menjamin terselenggaranya produksi pangan serta sumber
air bersih bagi kehidupan jutaan makhluk bisa terjaga hingga kini,” terang
penganut ajaran Samin Surosentiko yang telah sejak 13 tahun lalu bersama JM-PPK
(Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng) berjuang melestarikan
pegunungan Kendeng dari ancaman tambang ini.

Tampak ratusan orang peserta mengikuti prosesi upacara rakyat dengan khidmat. Dimulai dengan Mars Kendeng, pembacaan teks Proklamasi, teks Pancasila, teks UUD 1945 dan lainnya. Tidak hanya dari masyarakat di lereng pegunungan Kendeng Utara seperti Pati, Rembang, Blora dan Grobogan, tapi peserta upacara ada juga dari daerah lain, seperti dari Bumi Segandu Indramayu, Sulawesi, Kalimantan, Maluku, Bali, Papua dan lainnya.

Selain
banyak hal unik dan menarik, ada prosesi khusus yaitu saat pengibaran bendera merah-putih
yang dilakukan dengan cara memanjat. Jadi tidak ditarik dengan menggunakan tali
yang dilewatkan pada lubang di puncak tiang seperti yang dilakukan dalam
upacara pada umumnya.  

“Ini
menunjukkan cinta yang tulus dari rakyat yang betul-betul mengisi kemerdekaan
ini dengan terus-menerus berjuang membangun jiwa dan raga yang sesungguhnya
yaitu menjaga tanah tumpah darah ini untuk terus memberikan kehidupan bagi anak
cucu kelak. Perjuangan dan semangat pendiri bangsa yang telah rela memberikan
nyawanya demi kemerdekaan Indonesia menjadi api semangat kami untuk terus
berjuang hingga titik darah penghabisan demi lestarinya pegunungan Kendeng.
Lestarinya pegunungan Kendeng berarti telah menyelamatkan kehidupan, tidak
hanya bagi petani Kendeng, tetapi Jawa secara keseluruhan bahkan telah menyelamatkan
lumbung pangan nasional,” pungkasnya.

Acara
dilanjutkan dengan Kuliah Rakyat dan Susur Gua Lowo yang merupakan sebuah
tandon air raksasa yang terletak bersebelahan dengan lokasi upacara.

(Eko
Arifianto)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *