oleh

Korupsi Dana BOS Tahun 2014, Mantan Kepsek dan Bendahara SMKN 1 Dibui 1,5 Tahun

MATARAM, KAPERNEWS.COM – Mantan Kepala Sekolah SMKN 1 Narmada, Maliki dan bendahara Nurhidayah terbukti bersalah melakukan korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun 2014 lalu.

Maliki dan Nurhidayah divonis Hakim
Pengadilan Tipikor dan menghukum terdakwa 1,5 tahun terhadap Maliki dan bendahara
Nurhidayah divonis 1,5 tahun.

Vonis dibacakan Ketua Majelis Hakim AA Ngurah
Rajendra, Selasa (27/8).

Putusan Maliki lebih dulu dibacakan.
”Terdakwa dinyatakan bersalah dan dihukum 1 tahun 6 bulan,’’ kata Rajendra
dalam amar putusannya.

Terdakwa Maliki juga dihukum membayar denda
Rp 50 juta subsider 1 bulan penjara. Ia tidak dibebankan membayar uang
pengganti karena sudah mengembalikan kerugian negara.

’’Uang pengganti disetor ke kas daerah,’’
perintah hakim.

Sedangkan Nurhidayah, selain divonis 1,5
tahun ia juga dibebankan membayar denda Rp 50 juta subsider 1 bulan penjara.
Nurhidayah dihukum harus membayar uang pengganti Rp 157.357.150 subsider 6
bulan penjara.

Setelah pembacaan vonis, Nurhidayah
menerimanya. Sedangkan Maliki memilih untuk pikir-pikir.

’’Terdakwa Nurhidaya sudah menerima. Kalau
Maliki belum ambil keputusan, masih pikir-pikir,’’ kata penasihat hukum
terdakwa, Deni Nur Indra.

Dalam uraian putusan, SMKN 1 Narmada mendapat
dana BOS Rp 749 juta pada 2014. Tahun berikutnya Rp 907 juta. Kucuran dana BOS
itu berdasarkan usulan sekolah dengan jumlah siswa 706 orang. Rinciannya, 233
siswa kelas X, 290 siswa kelas XI, dan 183 siswa kelas XII. Per siswa dihitung
Rp 500 ribu per triwulan.

Dana tersebut digunakan untuk membeli buku pelajaran,
alat tulis kantor, penggandaan soal ujian, alat praktek pendidikan, pembinaan
kegiataan kesiswaan, pemeliharaan ringan sarana prasarana, langganan daya dan
jasa, peningkatan mutu, dan penyusunan laporan.

Tetapi, kwitansi dan faktur pesanan barang dibuat
dengan meminjam stempel rekanan, membuat stempel palsu, dan memalsukan tanda
tangan pihak ketiga.

Dari temuan BPKP, penggunaan anggaran yang dapat dipertanggungjawabkan Rp 1,29 miliar. Sementara sisanya Rp 364,7 juta tak mampu dipertanggungjawabkan.

Harga pembelian barang di mark-up dan laporannya fiktif. Ditambah lagi ada temuan dugaan penggelembungan pajak mencapai Rp 47,8 juta. Sehingga total kerugian negara Rp 316 juta lebih. (sae/Katada)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed