oleh

Ilyas, Dari Tukang Ukir Pendopo Kabupaten Menjadi Tukang Ukir Relief Masjid Baitunnur Blora

-Inspirasi-1.893 views

BLORA, KAPERNEWS.COM – Walau belum selesai 100 persen, tampak kemegahan sudah mulai terpancar dari proyek rehabilitasi Masjid Agung Baitunnur Blora, yang terletak di Jl. Alun-Alun Barat No.1 Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Salah satunya adanya dekorasi relief di dinding mihrab dan tiang masjid yang dibuat oleh Ilyas, seorang tukang ukir tiang-tiang Pendopo Kabupaten Blora di tahun 1995 beserta rekan-rekannya.

“Iya, dulu sebelum mengerjakan relief di masjid ini, saya tahun 1995 mengerjakan relief di pendopo sekitar 1,5 bulan bersama teman-teman sebanyak 10 orang. Memang kuncinya adalah motif. Itu tantangan utamanya. Kalau tidak ada motif tentu tidak bisa. Mungkin semua orang bisa mengukir, tapi kalau membuat motif jarang semua orang bisa,” kata Ilyas (57), warga Dukuh Tempenan, Desa Pengkol, Kecamatan Kota Jepara, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah selaku koordinator tukang ukir saat ditemui Kapernews.com di lokasi kerja, Sabtu (23/11/2019) siang sekitar pukul 12.00 WIB.

Ilyas mengakui perlu persiapan matang terkait dengan pengerjaan ukir relief masjid Baitunnur Blora. Selain survey untuk mengetahui posisi dan lokasi juga perlu dilakukan penyesuaian desainnya.

“Saya melakukan survey. Setelah tahu posisi ruangan seperti apa, penempatannya di mana, lalu saya pulang ke Jepara. Baru saya buat sampel gambar. Lalu saya balik ke Blora lagi untuk memperlihatkan desain gambar. Alhamdulillah, Pak Andik (PT. Kartika Karya) langsung menyetujuinya,” terang ayah dengan 4 orang anak ini.

Dari penuturannya, ukiran relief diselesaikan oleh 25 orang di Jepara selama 2,5 bulan dengan nilai kontrak sebesar Rp197 juta. Kendala-kendala yang ada bisa diselesaikan dengan kerjasama dan kerja keras tim yang ada.

“Kalau dikerjakan di sini (Blora, red) tidak kuat, Mas. Dari segi tenaga orang merantau pasti biayanya mahal. Karena waktu juga mendesak, lalu kita kerjakan siang-malam di Jepara. Masalahnya bahan begitu banyak dengan ukuran yang besar. Jadi itu salah satu kesulitannya. Kalau barang kecil mungkin agak mudah pengerjaannya, tapi kalau barang berukuran besar tentu akan berbeda. Karena kalau sewaktu proses mengukirnya “nggayoh” (menjangkau, red) akan mengurangi tenaga,” jelasnya.

Namun, walau dengan ketepatan waktu pengerjaan, dirinya tidak menyangkal ada beberapa bagian yang hasilnya berbeda karena bahan kayu jati yang digunakan beragam kualitasnya.
“Iya, Mas, kalau pakai jati tua sebetulnya lebih baik. Warnanya juga bisa mengkilat, berminyak. Namun karena bahan yang dikirimkan berbeda kualitasnya, di beberapa bagian seperti yang di tiang itu juga kurang maksimal hasilnya,” ujarnya sambil menunjukkan bagian yang dimaksud .

Dari informasi yang didapat, total bahan kurang lebih 12 meter kubik, berupa kayu jati pilihan yang berasal dari Blora, yaitu TPK Perhutani Cabak dan Medang. Dikirimkan bertahap dari Blora sekitar 7 kali ke Jepara.

Berbeda dengan relief-relief pada umumnya

Dari penuturan Ilyas, yang membedakan desain relief yang dia buat di dinding mihrab Masjid Baitunnur dengan relief–relief di tempat lain adalah motif floral atau tumbuh-tumbuhan yang menjalar dengan untaian daun dan pucuk batang muda dihiasi dengan bunga-bunganya.

“Iya, seperti bentuk daun, bunga dan lung-lungan (sulur-sulurnya, red). Ini adalah bermotif campuran. Eropa campur Barcelona. Bunganya adalah bunga Barcelona. Daunnya adalah Eropa. Sedang lung atau sulur-sulurnya adalah motif Majapahit. Kalau dibuat motif klasik semua, rasanya kurang baik, jadi saya kombinasikan. Sehingga ibarat makanan itu lebih sedap rasanya,” ujar pria yang pernah bekerja di perusahaan mebel daerah Mondoroko Singosari Malang Jawa Timur selama 5 tahun dan Palu Sulawesi Tengah selama 2 tahun.

Lanjutnya, pada umumnya bentuk relief seperti gebyok Kudus itu ukirannya lebih kecil. Ilyas mengatakan bahwa untuk desain relief Masji Baitunnur Blora ini sengaja dibuat berbeda.

“Pertama, kalau saya buat kecil tidak akan terlihat, akhirnya saya kombinasikan relief di papan setebal 3 cm ini menjadi dua ukuran. Ada yang besar dan ada yang agak kecil untuk ornamen pembatasnya. Jadi untuk menyesuaikan biar pas dan enak dipandang,” tuturnya.

Hujan Tak Turun, Berkah Sang Pencipta

Dari kisah yang diceritakan Ilyas selama menyelesaikan ukiran relief, ada yang dirasakannya seperti anugerah dari Sang Pencipta. Seperti saat pengerjaannya diberikan kondisi cuaca yang cerah sehingga memudahkan dirinya beserta rekan-rekan mengukir papan kayu jati di luar ruangan.

“Terus terang saya bersyukur, Mas. Memang sebelumnya saya berdo’a agar selama pengerjaan diberikan hari cerah dan tidak turun hujan. Alhamdulillah, dikabulkan. Hujan beberapa hari kemarin baru turun setelah sebagian besar bahan sudah selesai ukiran reliefnya,” ungkapnya.

Selaku koordinator tukang ukir relief Ilyas merasa senang bisa menyelesaikan pekerjaan yang butuh perjuangan ekstra ini.
“Puas, Mas. Senang bisa menyelesaikan pekerjaan ini. Tapi seumpama waktunya agak longgar sekitar 4 bulanan mungkin hasilnya bisa lebih maksimal. Karena pengerjaan di malam hari pasti juga beda dengan pekerjaan yang dilakukan di siang hari. Seperti terkait dengan kebersihan, kerapian dan lain sebagainya,” pungkasnya.

Rehabilitasi Masjid Agung Baitunnur ini dimulai Jumat 13 Juli 2018 lalu dan ditargetkan selesai pada 10 Desember 2019. Pembangunan tahap pertama senilai Rp 5,4 miliar, dilaksanakan oleh PT. Kartika Karya Konstruksindo, dengan konsultan pengawas CV. Graha Cipta Perkasa. (Eko Arifianto)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed