oleh

Temukan PHBM Cacat Hukum, LSPP Segera Layangkan Surat Hasil Investigasi

TEMANGGUNG, KAPERNEWS.COM – Paska mengadakan launching buku “Memperkuat Hak Tenurial Masyarakat Desa Hutan Jawa” di Temanggung, 30 Oktober 2019, Lingkar Studi Pemberdayaan Pedesaan (LSPP) mengadakan peluncuran dan bedah buku “Mencegah Kerugian Negara Masyarakat dan Kerusakan Lingkungan” di Pendopo Pengayoman Temanggung, Rabu (18/12/2019). Buku dicetak pada akhir Oktober 2019 sebanyak 1.000 eksemplar bekerjasama dengan Samdhana Institue dan DGM Indonesia.

Saat dikonfirmasi oleh Kapernews.com, Andriyanto, Ketua Lingkar Studi Pemberdayaan Pedesaan (LSPP) mengatakan bahwa ada temuan ketidakabsahan peraturan yang dikeluarkan oleh Direksi Perum Perhutani pada Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) oleh Perum Perhutani yang sudah dilakukan selama belasan tahun.

“Bukan dugaan, ini adalah temuan adanya cacat hukum yang mengacu pada ketentuan perundang-undangan. Tentunya ini merupakan tragedi luar biasa bagi masyarakat desa hutan di Jawa dan Madura,” kata Andriyanto kepada Kapernews.com, Rabu (25/12/2019) sekitar pukul 09.15 WIB.

Menurut Andri, nama sapaanya, ketentuan perundang-undangan yang dimaksud adalah Undang-Undang (UU) No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan.

“Ya, di situ kan jelas tertulis bahwa mengatur dan menetapkan hubungan hukum antara orang dengan hutan serta mengatur perbuatan-perbuatan hukum mengenai kehutanan adalah kewenangan pemerintah,” terangnya.

Selain itu, lanjutnya, Surat Keputusan (SK) Direksi Perhutani yang menjadi dasar adanya Perjanjian Kerjasama antara Administratur (Adm) dengan Ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) tidak termasuk dalam hirarki dan jenjang ketentuan perundang-undangan sebagaimana UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

“Ternyata, Direksi Perhutani tidak memiliki kewenangan hukum dalam rangka mengatur perbuatan antara orang dan hutan serta hubungan hukum antara seseorang dengan kawasan hutan (negara),” jelasnya.

LSPP menilai bahwa Perhutani dan KLHK sebagai pejabat publik telah lalai dalam menjalankan tugasnya.

“Implikasi hukumnya adalah pidana penjara dan denda,” pungkasnya.

Rencananya, dalam waktu dekat LSPP akan menyampaikan hasil investigasi dan temuan pemantauannya kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kemenenterian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Republik Indonesia.

(Eko Arifianto)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed