oleh

Gunretno: Kadinas LH Pati Tidak Paham Konteks Pelaksanaan KLHS Secara Utuh

PATI, KAPERNEWS.COM – Masyarakat  yang tinggal di wilayah pegunungan Kendeng Utara mempertanyakan kapasitas dan kompetensi Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Pati terkait Revisi Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Masyarakat yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) menilai Purwadi selaku Kepala Dinas DLH tidak memiliki kapasitas dan kompetensi dalam memahami konteks Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).

“Komentar beliau yang menyatakan “Saya pun tidak bisa memahami karena KLHS tersebut tidak jelas arahnya” harap dimaklumi, karena beliau memang terlihat tidak kompeten dan tidak memahami mengenai konteks pelaksanaan KLHS secara utuh,” kata Gunretno selaku Koordinator JM-PPK dalam siaran persnya, Sabtu (1/2/2020) pagi.

Sementara itu komentar Kadinas LH Pati yang menyampaikan bahwa masyarakat (JM-PPK) tidak bisa menuntut agar dilibatkan dalam proses revisi Perda RTRW karena JM-PPK tidak terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan, menurut Gunretno telah melampaui kewenangannya Purwadi selaku Kadinas LH.

“Kewenangan untuk melibatkan masyarakat dalam revisi Perda bukanlah kapasitasnya. Terlebih lagi soal kompetensi dalam menentukan sah atau tidaknya sebuah organisasi kemasyarakatan maupun hak keikutsertaan masyarakat dalam proses legislasi. Seorang Kadinas LH telah jauh melampaui kapasitas dan kompetensinya. Untuk diketahui, bahwa masyarakat dalam hal ini JM-PPK menyampaikan surat untuk diikutsertakan dalam proses legislasi revisi RTRW Kabupaten Pati kepada DPRD Kabupaten Pati yang memang memiliki domain kewenangan mengenai legislasi,” terangnya.

Gunretno menegaskan bahwa KLHS Pegunungan Kendeng bukan soal klaim masyarakat (JM-PPK) atau siapapun, namun murni merupakan perintah Presiden Republik Indonesia pada tanggal 2 Agustus 2016 silam.

“Terkait hal tersebut, sudah seharusnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia dan Kantor Staf Presiden (KSP) sebagai pelaksana penyusunan KLHS dapat dimintai keterangan dan verifikasi. Bahkan para peneliti yang dibentuk untuk menyusun KLHS oleh KLHK dan KSP juga bisa dihadirkan untuk menunjukkan objektivitas,” tandasnya.

Gunretno mengungkapkan, mengenai moratorium pertambangan di pegunungan Kendeng pada dasarnya sebagaimana yang disampaikan oleh KLHS Pegunungan Kendeng yaitu dalam lingkup KBAK Sukolilo telah memiliki dasar hukum. Sementara wilayah di luar KBAK Sukolilo ialah didasarkan pada fakta lapangan yaitu keberadaan mata air, ponor, gua bahkan sungai bawah tanah yang diatur dalam Permen ESDM No. 17/2012 sebagai kriteria dasar kawasan yang wajib dilindungi.

“Ya, moratorium pertambangan juga mendesak untuk dilakukan, karena memperhatikan fakta masifnya bencana berupa banjir, banjir bandang, dan kekeringan yang sesuai pihak yang berkompeten seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) diakibatkan kondisi rusaknya kawasan Pegunungan Kendeng. Tentu kita menghindari kejadian bencana yang banyak memakan korban seperti yang terjadi di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat pada awal tahun 2020 kemarin. Sehingga dalam momentum revisi Perda RTRW Pati saat ini, tentu saja langkah preventif perlu dikedepankan daripada masyarakat harus menanggung beban akibat tidak kompeten dan tidak pahamnya pejabat publik dalam mengelola dan menyusun langkah antisipatif terkait adanya potensi bencana yang mengancam masyarakat ,” pungkasnya.

(Eko Arifianto)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed