oleh

Ingatkan Para Penanam Saham Heidelberg Cement, Petani Kendeng Gelar Aksi

PATI, KAPERNEWS.COM – Ketika para pemegang saham Heidelberg Cement di Jerman sedang mengadakan rapat tahunan, Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) yang berada di Kecamatan Kayen, Tambakromo dan Sukolilo menggelar aksi penolakan rencana pembangunan pabrik semen, Pati, Jawa Tengah, Kamis (4/6/2020).

“Kami merasa sangat berkepentingan dengan pertemuan ini karena Heidelberg Cement (HC) merupakan induk dari Indocement selaku pemegang saham terbanyak di PT Sahabat Mulia Sakti (PT. SMS) yang berencana membangun pabriknya di Kecamatan Kayen dan Tambakromo,” kata Bambang Sutiknyo, juru bicara JM-PPK (Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng) melalui siaran persnya.

Lanjut Bambang, rencana pendirian pabrik semen di Pati dimulai sejak tahun 2010. Walaupun mendapat penolakan warga selama proses penyusunan kerangka acuan Amdal, namun Bupati Pati tanggal 8 Desember 2014 memilih mengeluarkan ijin lingkungan.

“Padahal pada tanggal 3 September 2013 dalam sidang komisi Amdal menyatakan bahwa Amdal belum layak lingkungan. Di dalam dokumen Amdal PT SMS menyatakan bahwa 67 persen masyarakat menolak adanya pendirian pabrik semen dan di dalam Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) terdapat 6 ponor. Ketika ditemukan ponor di kawasan tersebut mestinya tidak boleh untuk kegiatan penambangan dan harus dilindungi,” ujarnya.

Walaupun izin telah dikeluarkan, namun masyarakat tidak berhenti menyuarakan ketidakadilan. Setelah ijin lingkungan dikeluarkan oleh bupati Pati pada tanggal 8 Desember 2014, masyarakat terdampak menggugat lewat jalur hukum di PTUN Semarang. Gugatan warga pada tingkat pertama dikabulkan walaupun pada tingkat kasasi dikalahkan. Warga tidak melakukan PK (Peninjuan Kembali) karena saat itu ijin lingkungan yang diterbitkan oleh Bupati Pati sudah kadaluwarsa yaitu 8 Desember 2017.

“Sampai sekarang pun PT. SMS belum melakukan kegiatan apapun di WIUP yang direncanakan. Oleh sebab inilah seharusnya izin lingkungan yang diberikan batal demi hukum,” tukasnya.

Aksi penyelamatan pegunungan Kendeng di Jerman

Berbagai cara ditempuh JM-PPK baik melalui jalur hukum, audensi dan hingga aksi massa. Salah satunya aksi yang dilakukan Kartini Kendeng melakukan aksi mengecor kaki di depan Istana Negara Jakarta hingga salah satu warga, yaitu Yu Patmi meninggal dunia.

“Perjuangan yang dilakukan dulur-dulur Kendeng ini tak sia-sia, karena akhirnya warga Kendeng Utara melahirkan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) di Pegunungan Kendeng,” ujar Gunretno Koordinator JM-PPK.

Menurut keterangannya, KLHS dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah memfokuskan pembahasan pada Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih di Rembang dan tahap kedua meliputi beberapa kabupaten yaitu Pati, Grobogan, Blora, Tuban, Lamongan dan Bojonegoro.

“Secara umum hasil KLHS merekomendasikan agar di 7 kabupaten tersebut harus direboisasi karena masuk dalam kategori kritis. Agar tidak menambah parah kondisi lingkungan, maka seharusnya juga tidak perlu ada izin lingkungan baru diterbitkan di Pegunungan Kendeng,” jelas pengikut Samin Surosentiko ini.

Lanjut Gunretno, sebagai rakyat yang taat pada aturan hukum, sebaiknya putusan hukum jangan dijadikan sebagai pertimbangan segalanya, karena hanya didasari aturan yang sempit berkaitan dengan revisi PERDA RTRW Kabupaten Pati yang sudah dikondisikan dan tidak pro terhadap kelestarian lingkungan.

“Dengan lahirnya hasil KLHS Pegunungan Kendeng yang diperintahkan Presiden, juga harus jadi pertimbangan untuk para penanam saham di Heidelberg Cement untuk mengurungkan niatnya mengeksploitasi Pegunungan Kendeng Utara,” tuturnya.

Bagi JM-PPK, di saat situasi pandemi ini kebutuhan pangan adalah sangat penting. Kelestarian Kendeng harusnya menjadi prioritas bagi pemerintah untuk mengamankan cadangan pangan nasional.

“Kami ingin mengajak bersama-sama berjuang agar alam kita tetap lestari, langit tetap biru dan udara tetap segar. Itu semua kami lakukan bukan semata-mata untuk kami sendiri tapi untuk seluruh makhluk yang hidup di muka bumi serta untuk generasi mendatang,” pungkasnya.

(Eko Arifianto)

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *