oleh

Dua Orang Advokat Gugat Pasal PSBB Yang Dinilai Merugikan

KAPERNEWS.COM – Dua orang advokat mengajukan gugatan uji materi (judicial review) pasal 55 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kedua advokat itu yakni Runik Erwanto dan Singgih Tomi Gumilang.

Dikutif dari laman resmi Mahkamah Konstitusi, Jum’at, kedua orang yang berprovesi advokat sedang menangani perkara di Jakarta dan Bali, tetapi tidak bias melakukan pekerjaannya karena aturan PSBB.

Baca juga :

Kuasa hukum kedua pemohon, Muhammad Sholeh, Selasa (5/5), mengatakan, pihaknya mempersoalkan soal kata “orang” dalam Pasal 55 Ayat 1 UU No. 6 Tahun 2018 karena dirasa bertentangan dengan Pasal 28 D Ayat (1) UUD 1945.

“Kita mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi terkait Pasal 55 Ayat (1) yakni (sepanjang kata orang) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan,” katanya.

Adapun Pasal 55 Ayat (1) UU 6 tahun 2018, yaitu selama dalam karantina wilayah, kebutuhan dasar orang dan makanan hewan yang berada di wilayah karantina mejadi tanggung jawab Pemerintah Pusat.

Sementara Pasal 28 D Ayat (1) UUD 1945 yakni setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta pengakuan yang sama di depan hukum.

Sholeh menjelaskan, kliennya mengajukan uji materi didasarkan soal larangan orang melakukan mudik dan dibarengi larangan terbang pesawat di daerah yang diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

“Para penggugat berprofesi sebagai lawyer, yang dirugikan karena tidak bisa sidang di luar kota, sebab tidak ada pesawat beroperasi,” katanya.

Kondisi ini membuat para klien pemohon kehilangan kesempatan dan haknya untuk didampingi kuasa hukumnya demi mendapat keadilan dan kepastian hukum dalam pembuktian di persidangan.

Menurut Sholeh, aturan PSBB tidak mengatur soal larangan orang ke luar kota. Larangan ini ada di aturan karantina wilayah.

“Bagi kami, larangan mudik ini tidak ada dasar hukumnya dan pelanggaran hak asasi,” ujarnya.

Pasal yang digugat, mengatur kewajiban pemerintah pusat harus menanggung kebutuhan hidup seluruh warga yang dikarantina. Karena pemerintah tidak punya uang, akhirnya menerapkan PSBB.

Baca juga :

“Oleh karena itu, dengan gugatan ini, supaya Mahkamah Konstitusi membuat tafsir “hanya orang miskin” yang ditanggung oleh pemerintah pusat.

Prinsipnya, lanjut Sholeh, kalau pemerintah melakukan lockdown atau karantina wilayah akan diuntungkan jika MK mengabulkan gugatan pihaknya. Sebab, pemerintah tidak harus keluar uang banyak, jika menerapkan karantina wilayah. Selain itu, pemerintah dalam melarang orang mudik tidak melanggar hukum.

Karena itu, pemohon dalam petitumnya memohon agar MK mengabulkan seluruh permohonan dan menyatakan Pasal 6 Ayat (1) UU No. 6 Tahun 2018 sepanjang kata orang bertentangan dengan UUD 1945.

“Menyatakan Pasal 6 Ayat (1) (sepajang kata orang) UU No. 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan harus dinyatakan konstitusional bersyarat dengan akan orang miskin,” ujarnya. (Gatra)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed