oleh

Pungli Tanaman Kopi Marak, Pemantau Independen Gelar Konferensi Pers

TEMANGGUNG, KAPERNEWS.COM – Dikarenakan merebaknya pungutan atas nama tanaman kopi di kawasan hutan negara di wilayah Kabupaten Temanggung akhirnya digelarlah Konferensi Pers oleh Pemantau Independen Kehutanan di Ngadirejo, Temanggung, Kamis (24/6/2020) kemarin.

Dikatakan dalam siaran persnya bahwa pungutan dengan dasar atau dalih sebagai bagi hasil atau sharing atau taksasi atas tanaman kopi di kawasan hutan Negara, khususnya di wilayah Kecamatan Ngadirejo pada areal kerja Perhutani RPH Kwadungan, BKPH Temanggung KPH Kedu Utara berlangsung marak.

“Pungutan atas nama tanaman kopi ini terindikasi belum memiliki dasar hukum atau legalitas yang sah sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan yang berlaku,” kata Andrianto selaku Pemantau Independen, Jum’at (25/6/2020).

Dalam pernyataannya Andri menegaskan bahwa semenjak tahun 2016 Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kementerian LHK) telah menetapkan Program Perhutanan Sosial  (PS) sebagai bentuk pemberian akses legal dalam mengelola dan memanfaatkan hutan kepada masyarakat, baik di kawasan hutan lindung maupun hutan produksi.

“Ya, program PS ini diatur dalam dua ketentuan yaitu Peraturan Mentri LHK P. 83/2016 tentang Perhutanan Sosial dan P. 39/2017 tentang Perhutanan Sosial Di Wilayah Kerja Perum Perhutani,” ujarnya.

Menurut Andri, dengan ditetapkannya PS ini maka masyarakat selaku penggarap lahan hutan negara, baik di kawasan hutan lindung maupun hutan produksi wajib mengajukan permohonan kepada Kementerian LHK melalui Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (Dirjen PSKL) selaku unit pelaksana teknisnya.

“Pengakuan hukum atau legalitas bagi masyarakat yang telah mengajukan program PS adalah diberikannya Ijin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) atau Keputusan Perlindungan dan Pengakuan Kemitraan Kehutanan atau kerap dinamakan KULIN KK dari Kemen LHK selaku instansi pemerintah pusat dalam pengurusan dan pengelolaan sumberdaya hutan di Indonesia,” jelasnya

Dalam kajian Pemantau Independen, pungutan yang dibebankan sebagai bagi hasil atau sharing (umumnya masyarakat menyebutnya taksasi, red) atas tanaman kopi di lahan hutan negara yang berjalan semenjak ditetapkannya program PS ini terindikasi dilakukan belum memiliki ijin dari Kementerian LHK baik berupa IPHPS maupun KULIN KK.

“Itulah sebabnya selaku Pemantau Independen di bawah Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (Dirjen PHPL) Kemen LHK telah melayangkan surat resmi kepada Administratur Perhutani KPH Kedu Utara pada tanggal 4 Juni 2020 untuk menghentikan pungutan dengan dalih sebagai bagi hasil atau sharing tanaman kopi yang berlangsung sejak tahun 2018,” ungkapnya.

Namun dirinya menyayangkan karena hingga saat ini Administratur Perhutani KPH Kedu Utara belum memberikan tanggapan resmi terkait permohonan penghentian pungutan atas tanaman kopi tersebut.

“Belum memiliki ijin IPHPS ataupun KULIN KK dari Kementerian LHK untuk masyarakat penggarap hutan Negara di wilayah Kecamatan Ngadirejo merupakan permasalahan cukup serius dan diduga juga terjadi pada seluruh wilayah kecamatan lain di Kabupaten Temanggung,” tandasnya.

Dijelaskan bahwa Perhutanan Sosial merupakan haluan baru dalam pengelolaan hutan baik di kawasan hutan lindung maupun hutan produksi yang menekankan pada keadilan masyarakat setempat, mengurangi kemiskinan, pengangguran dan mengatasi ketimpangan dalam pemanfaatan hutan yang selama ini berjalan di Indonesia.

“Sebagaimana diketahui bahwa Perhutanan Sosial merupakan Program Strategis Nasional Pemerintahan Joko Widodo dan telah dimasukan didalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional  (RPJMN) Tahun 2020-2024,” pungkasnya.

(Eko Arifianto)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed