oleh

Kibarkan Merah Putih Peringati 75 Tahun Kemerdekaan RI, Gunretno JM-PPK: Keberanian dan Kesucian Dibawa Dalam Laku Kehidupan

PATI, KAPERNEWS.COM – Dalam memperingati 75 tahun kemerdekaan Republik Indonesia, Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) mengadakan Upacara Rakyat 2020 bertitel Nyawiji Merdikake Ibu Bumi bertempat di lahan tegalan lereng pegunungan Kendeng Utara turut Desa Kedumulyo, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Senin (17/8/2020) kemarin.

Alunan tembang Jawa Pangkur berkumandang memberikan peringatan atas fenomena pandemi yang terjadi sekarang ini.

“Ambal warsa Indonesia, wekdal niki ing tengahing pandemi, nyata pepenget ingkang sru, dhateng kita sedaya, ewa semana durung mesthi padha nggugu, nadyan pun kasebat sera, tetep panggah padha nglali.” (Ulang tahun Indonesia tahun ini kita peringati di tengah pandemi. Sebenarnya, ini peringatan keras kepada semua pihak. Namun, belum tentu peringatan ini dihiraukan. Walaupun sudah diperingatkan dengan keras, tetap saja ada pihak yang lupa diri atas kewajibannya)

“Pra sedulurku sedaya, bagiyan kita amung ning laku iki, tan kena kendat pepemut, kanthi maneka cara, wujud tresna mring Ibu Pertiwi, wilujeng anganthi kita, merga waspada tan lali.” (Sedulurku semua, bagian kita dalam laku ini adalah menjadi pihak yang tak jemu memperingatkan kepada yang lupa diri, dengan berbagai cara, sebagai wujud cinta kita kepada Ibu Pertiwi. Yakinlah bahwa keselamatan akan selalu menyertai kita yang tetap ingat kepada kewajiban dan waspada pada berbagai hal)

Terlihat petani-petani Kendeng tua-muda dari beberapa kabupaten seperti Rembang, Blora dan Grobogan yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) berkumpul dalam situasi yang penuh keprihatinan, melakukan brokohan selamatan untuk mengucap syukur pada Tuhan atas karunia yang telah diberikanNya.

“Yang membedakan mungkin waktunya bebarengan dengan situasi di tengah pandemi ini. Ketika melakukan upacara rakyat seperti ini pemerintah “salah tampa” gak. Spirit semangat perjuangan tetap ada. Bukan hanya dilakukan secara seremonial dan untuk memperingati momen bersejarah kemerdekaan ini,” kata Gunretno, Koordinator JM-PPK saat ditemui di Kapernews.com di rumahnya, Dukuh Bombong, Desa Baturejo, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Senin (17/8/2020).

Menurut Gunretno, untuk mengentaskan bangsa dari keterpurukan dan keterjajahan yang ada, Indonesia membutuhkan orang-orang yang mempunyai ketulusan dalam berjuang.

“Indonesia butuh orang tulus. Ketika mikir negara ini tidak dengan cara tulus, sampai kapanpun kerusakan lingkungan akan terus terjadi, dan dasar Pancasila itu hanya akan menjadi slogan tanpa bukti. Malah “pancal-pancalan”, ujarnya.

Selaku salah seorang tokoh yang belasan tahun berjuang menjaga kelestarian pegunungan Kendeng Utara dari gempuran pertambangan dan pabrik semen yang merusak ekosistem alam lingkungan, dirinya mengaku cukup berat menghadapi sifat penjajahan yang terbawa oleh saudara sebangsanya sendiri.

“Seperti nek Mbah Samin ngandakna, nek sakbare merdika karo sakbare landha lunga ana Jepang, tapi sakbare Jepang arep ngadepi sing saktemene ora enteng, merga penjajahe kulite coklat dewe. (Seperti kalau Mbah Samin bilang, bahwa setelah kemerdekaan dan penjajah kolonial Belanda pergi akan ada Jepang, tetapi setelah penjajahan Jepang, bangsa Indonesia akan menghadapi perjuangan yang tidak ringan, karena penjajahnya sama berkulit coklat juga),” ungkap bapak dengan 1 istri dan 4 orang anak keturunan ini.

Dikatakannya, sampai detik ini proses yang dikatakan Mbah Samin tersebut semakin jelas. Contohnya seperti yang terjadi saat wabah Covid-19 melanda ini, di mana pentingnya fokus untuk menjaga ketahanan dan kecukupan pangan.

“Namun sayangnya juga belum terlihat sampai kini. Memang jawaban Pak Jokowi akan mencetak lahan. Tapi kami sempat menyampaikan ini pasti gagal. Karena persoalan ini bukan hanya persoalan lahan. Ada lahan, ada air tapi tidak ada jiwa-jiwa yang tulus, tidak ada sumber daya manusia yang mumpuni dalam hal pertanian, itu yang akibatkan kegagalan,” tukasnya.

Dalam pandangannya, Gunretno menyampaikan secara sederhana bahwa bicara persoalan pangan adalah bicara tentang jumlah penduduk.

“Jumlah penduduk di Jawa sangat banyak dibanding lainnya. Dengan melihat hal tersebut, mestinya Jawa ini jangan terus dibebani dengan kegiatan-kegiatan yang berdampak kerusakan lingkungan. Karena dampak dari pertambangan dan pabrik semen yang ada sudah terasa. Apalagi dengan penetapan kawasan industri yang menjadikan semakin menciutnya lahan-lahan petani,” paparnya.

Dirinya merasa bahwa harapan kepada pemerintah untuk menjaga kelestarian alam saat ini semakin menipis. Banyak ketidakbijakan yang diambil pemerintah sehingga membuat masyarakat pesimis pemerintah mampu menyelesaikan semua persoalan ini.

“Wis ora isa dipercaya. (Sudah tidak bisa dipercaya) Karena kayaknya mereka semakin pede (percaya diri, red), tapi ini yang pedenya tidak jujur. Akhirnya ya hanya berharap pada penerus yaitu anak-anak, pemuda-pemudi, dan orang-orang yang masih berfikir kelestaria anak cucu, untuk lebih menguatkan keyakinannya bahwa dulur-dulur punya kemampuan untuk membawa Indonesia ke depan lebih merdeka,” tandasnya dalam bahasa Jawa dan Indonesia.

Lanjutnya, seperti halnya pengibaran sang saka merahputih dengan dipanjat secara sakral yang JM-PPK lakukan dalam peringatan momen kemerdekaan Republik Indonesia adalah merupakan sebuah simbol bahwa perjuangan akan terus berkibar bila keberanian dan kesucian dibawa dalam laku kehidupan.

“Ya, dan terkait dengan draft pasal-pasal Omnibuslaw, karena itu merupakan ancaman, kami minta jangan dilanjutkan. Kami sadar bahwa kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada kelestarian lingkungan dan petani adalah hama yang nyata di depan mata,” pungkasnya.

(Eko Arifianto)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed