oleh

Peringati Hari Tani 2020, JM-PPK Tagih Komitmen Pemerintah Terkait Kelestarian Lingkungan

PATI, KAPERNEWS.COM – Para petani yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) mengadakan rangkaian kegiatan peringatan Hari Tani Nasional bertempat di wilayah Goa Lowo turut Desa Kedumulyo, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah (24/9/2020) kemarin.

“Para petani melakukan pembuatan lubang untuk persiapan menanam menyambut musim hujan dan kelompok ibu-ibu memasak bahan-bahan hasil jerih payah saat menanam,” kata Gunretno Koordinator JM-PPK dalam siaran persnya.

Menurut Gunretno, memasak disimbolkan sebagai bentuk perwujudan kemandirian petani dalam mencukupi kebutuhan pangan untuk kehidupan sehari-hari.

“Pangan khususnya dalam situasi pandemi seperti ini adalah aspek penting yang menentukan hidup matinya bangsa,” ujarnya.

Gunretno menambahkan, dengan peranannya yang begitu penting, saat ini sektor pertanian justru sedang dalam ancaman serius karena pemerintah terus berupaya untuk mengesahkan Omnibus Law.

“Secara substansial, Omnibus Law tidak berpihak kepada arah pengembangan sektor pertanian dan sangat meminggirkan petani,” jelasnya.

Dirinya sebagai petani kecewa, pandemi Covid-19 justru dijadikan momentum abdi rakyat untuk terus mencuri kesempatan meloloskan produk kebijakan yang tidak pro lingkungan dan tidak pro wong cilik.

“Kebijakan yang ada dirancang untuk menguntungkan segelintir pihak dan kepentingan industri semata,” ungkapnya.

Sebelumnya, pada 11 September 2020, di tengah rencana penyelenggaran Pilkada Serentak Menko Polhukam Mahfud MD menyebut bahwa 92 % Calon Kepala Daerah Dibiayai Cukong. Pernyataan yang dimuat dalam media CNN Indonesia.com, menguatkan kembali tentang isu politik transaksional yang erat dalam proses demokrasi di Republik Indonesua.

“Proses pemilihan kepala daerah yang dibiayai oleh para pemodal akibatnya membuat arah pembangunan daerah menjadi tersandera oleh kepentingan,” tandas Gunretno.

Dikatakannya, petani sering menjadi korban nyata dari proses demokrasi yang transaksional.

“Pejabat terpilih yang didanai cukong akan membalas budi dengan mengobral izin-izin tambang yang bahkan tidak sesuai dengan aturan dan merusak keseimbangan ekosistem penting bagi wilayah pertanian,” tuturnya.

Bagi Gunretno, Pilkada tidak langsung dan langsung dipilih rakyat yang sudah terjadi faktanya adalah petani terus dijadikan obyek dan hanya petani sendiri yang harus tegas bersikap dalam proses Pilkada untuk menentukan memilih atau tidak.

“Dengan fakta seperti ini maka Pilkada dilakukan sekarang atau ditunda ke depan tidaklah perlu suara petani digunakan untuk memilih,” terangnya.

Dalam kegiatan ini, petani Kendeng terus menagih komitmen pemerintah untuk berpihak pada petani dan kelestarian lingkungan.

“Ancaman krisis lingkungan hidup dan krisis pangan yang ada di depan mata khususnya saat situasi pandemi sudah seharusnya membuat pemerintah berpihak pada sektor ekonomi berkelanjutan seperti pertanian. Hari Tani adalah momentum penting untuk mulai mengutamakan sektor pertanian, agar kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat dapat berjalan beriringan,” pungkasnya.

Dalam peringatan Hari Tani 2020 ini tembang Pangkur berkumandang di wilayah Pegunungan Kendeng Utara: Angambali angilikna; Nggenya lali marang Ibu Pertiwi; Drajat pangkat yekti milut; Temah lali janjinya;
Angayomi pra tani lan labetipun; Ingkang atur cekap boga; Kakhanti tulusing ati (Kembali mengingatkan, kepadamu yang telah melupakan Ibu Pertiwi. Derajat dan pangkat nyata telah bisa membuatmu lupa akan janji untuk melindungi petani yang selama ini mencukupi kebutuhan pangan dengan hati yang tulus)

Mangkono kang kedadeyan; Butuhe amung swarane petani; Yen wis mimpin tundonipun Pro cukong kang den uja; Wiwit iki aweh swara ora perlu; Ja gumantung marang liyan
Petani kudu mandhiri (Begitulah yang terjadi, ketika butuh suara petani. Saat sudah menjabat, justru para cukong yang dimanjakan (untuk menanam modal, mendirikan perusahaan tanpa mengingat keselamatan dan kelangsungan kehidupan petani, bahkan merusak lingkungan penghidupan petani). Kiranya mulai sekarang tidaklah perlu suara petani digunakan. Petani sekarang tidak perlu bergantung pada pihak pemerintah dan harus mandiri)

(Eko Arifianto)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed