oleh

Permohonan JR-DBH Migas Tidak Dapat Diterima, AMSB: Ini Bukan Kekalahan

BLORA, KAPERNEWS.COM – Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia menjatuhkan putusan dalam perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Senin (28/9/2020) sekitar pukul 12.03 WIB.

Hasil Rapat Permusyawaratan Hakim oleh sembilan Hakim Konstitusi dengan Anwar Usman selaku Ketua ini disampaikan lewat Putusan Nomor 63/PUU-XVIII/2020.

“Iya, Mas, hari ini adalah sidang ke tiga pasca dua sidang pendahuluan dan belum masuk sidang Pleno. Hasil putusan Judicial Review Dana Bagi Hasil (JR-DBH) Migas Blok Cepu untuk Kabupaten Blora lewat sidang virtual tadi kita mengikuti,” kata Seno Margo Utomo, Ketua Aliansi Masyarakat Sipil Blora (AMSB) kepada Kapernews.com, Senin (28/9/2020).

Dikatakannya bahwa gugatan tersebut diajukan oleh Aliansi Masyarakat Sipil Blora (AMSB).

“Berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 6 Juli 2020, memberi kuasa kepada Advokat dan Konsultan Hukum pada Kantor Advokat “Kartika Law Firm” yang beralamat di Jalan Solo – Baki Nomor 50, Kwarasan, Grogol, Sukoharjo, Jawa Tengah,” ujarnya.

Disebutkan dalam halaman 37-38 putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, bahwa oleh karena substansi permohonan a quo adalah berkenaan dengan pembagian dana bagi hasil di mana persoalan dana bagi hasil tersebut merupakan hak daerah sehingga merupakan bagian dari persoalan hak dan/atau urusan yang menjadi kewenangan daerah. Oleh karena itu, sesuai dengan pertimbangan hukum Mahkamah di atas, maka pihak yang dapat mengajukan permohonan pengujian norma yang dimohonkan pengujian oleh para Pemohon adalah Pemerintah Daerah, bukan orang perorangan, kelompok orang, kesatuan masyarakat hukum adat, badan hukum publik atau privat [vide Pasal 51 ayat (1) UU MK beserta Penjelasannya].

Dengan demikian, para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk bertindak sebagai Pemohon dalam permohonan a quo.

Menimbang bahwa meskipun Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo, namun oleh karena para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk bertindak sebagai Pemohon, Mahkamah tidak mempertimbangkan pokok permohonan.

Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah berkesimpulan: Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo; Para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum; dan Permohonan para Pemohon tidak dipertimbangkan lebih lanjut.

Sehingga dalam amar putusannya mengadili: Menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima.

“Meski tidak puas dengan keputusan Majelis Hakim kami para pemohon menerima keputusan ini. Dan kami akan terus melanjutkan perjuangan ini dengan menyampaikan putusan Mahkamah Konstitusi ini ke Pemkab dan DPRD Blora,” ungkapnya.

Menurut Seno, Aliansi Masyarakat Sipil Blora (AMSB) sudah memulai perjuangan legal formal ini.

“Pihak majelis hakim dari awal sudah menanyakan kenapa Pemkab Blora tidak sebagai pemohon dalam Judicial Review ini. Sehingga kami dari AMSB berharap paska putusan ini Pemkab dan DPRD Blora bisa bijak dan berkehendak untuk jadi pemohon dalam Judicial Review seri dua nanti,” tegasnya.

Seno berharap rekan-rekan seperjuangan tetap semangat paska putusan yang cukup mengejutkan ini.

“Karena tidak ada amal dan perjuangan yang sia-sia. Buat teman-teman yang ikut berjuang membuka jalan, ini bukan kekalahan. Setidaknya perjuangan ini sudah jadi isu dan perhatian bagi banyak pihak. Dan justru buat kita semakin yakin bahwa jalan perjuangan ini layak diperjuangkan. Kita sepakat tidak ada kata mundur. Kita hanya berhenti sejenak mengatur nafas, untuk maju lagi,” jelasnya.

Di lain sisi, Exy Agus Wijaya salah seorang pemohon gugatan JR-DBH menilai bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) kurang obyektif melihat permasalahan Dana Bagi Hasil (DBH) Migas untuk Kabupaten Blora.

“MK melihat pemohon JR-DBH hanya dari sudut pemerintah daerah. Harusnya semua masyarakat berhak jadi legal standing. Permasalahan dana bagi hasil itu bukan hanya pemerintah daerah saja. Ini jelas pengebirian hak rakyat sebagai pemohon JR-DBH,” tandasnya.

Dalam pandangannya, antara pemerintah daerah dan masyarakat harusnya mempunyai hak yang sama saat berjuang untuk wilayahnya.

“Harusnya MK lebih cermat melihat permasalahan ini. Karena pemerintah daerah Blora tidak support JR-DBH. Ini poinnya. Kalau pemerintah daerah Blora tidak mendukung JR-DBH terus siapa lagi kalau bukan masyarakat peduli dana bagi hasil yang ajukan dirinya sebagai pemohon JR-DBH,” tukas aktifis berambut gondrong ini.

Sementara itu, saat dihubungi Kapernews.com, Kuasa Hukum AMSB Sigit Nugroho Sudibyanto, SH., MH. (40) dari Kartika Law Firm menyatakan akan melakukan gugatan lagi.

“Pokoknya nanti akan gugat lagi, tapi selaku Pemohon nanti adalah Bupati dan Ketua DPRD Blora,” pungkasnya.

Walau perjuangan JR-DBH Migas ini tidak mendapat dukungan dari Pemkab Blora, tapi mendapat support dari DPRD Kabupaten Blora, Arief Rohman, DPRD Propinsi Jateng, kepala desa, elemen masyarakat seperti seniman, petani, pekerja, pemuda, pelajar, mahasiswa, LSM, pedagang, guru honorer dan komunitas-komunitas hingga melakukan aksi pembubuhan ratusan tandatangan dukungan di spanduk sepanjang 9 meter yang dikirimkan ke Kantor Mahkamah Kontitusi di Jakarta.

(Abu Sahid/ Eko Arifianto)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed