oleh

Prihatin Demokrasi di Blora, Seorang Pemuda Lakukan Aksi Jalan Mundur 3 Kilometer

BLORA, KAPERNEWS.COM – Aksi jalan mundur 3 kilometer dari mulai Kantor KPU, Bawaslu hingga DPRD Blora oleh masyarakat Blora sebagai sebuah simbol atas buruknya wajah kekuasaan dan prediksi kemunduran Kabupaten Blora bila terus-menerus tidak ada upaya untuk penegakan supremasi hukum, Blora, Selasa (1/12/2020) sekitar pukul 09.30 WIB.

“Iya, ini adalah bentuk keprihatinan saya terhadap proses demokrasi di Blora jelang Pilkada,” kata Lilik Yuliantoro, seorang warga Ketangar Desa Karangjati Kecamatan Blora.

Dikatakannya, bahwa potensi penyelewengan bantuan sosial (bansos) dan praktik politisasi di banyak bidang jelang Pilkada Blora 2020 yang sangat tinggi menyebabkan ancaman terhadap kualitas demokrasi yang ada.

“Ketika politisasi anggaran dan kegiatan dari kekuasaan dilakukan maka akan mengancam kualitas demokrasi serta melanggar Undang-undang,” ujarnya.

Menurut Lilik, hal ini menguntungkan salah satu paslon nomor 3 yaitu istri bupati sendiri.

“Bila dilakukan secara terstruktur, massif dan sistematis, hal ini jelas akan mencederai nilai-nilai demokrasi di Republik Indonesia ini,” tuturnya.

Ditambahkannya, mengutip dari pernyataan seorang filsuf Inggris Lor Acton, ketika kekuasaan itu cenderung korup maka kekuasaan absolut sudah pasti korup.

“Sehingga perlu dilakukan pengawasan ektra ketat semua pihak, baik itu dari pemerintah maupun masyarakat semua lapisan,” jelasnya.

Dalam siaran persnya dikatakan, untuk sebuah tata kelola pemerintahan yang baik, supremasi hukum harus ditegakkan.

“Kepala daerah tidak boleh melakukan politisasi anggaran untuk Pilkada Blora 2020. Termasuk memberikan bantuan keuangan senilai puluhan milyar rupiah kepada sejumlah pihak yang sarat dengan politisasi anggaran, namun banyak insfrastruktur yang lebih vital tidak tertangani karena tidak dianggarkan,” tandasnya.

Menurut Lilik, Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Blora harus bekerja secara profesional.

“Jangan takut, berikan sanksi apabila terbukti melakukan pelanggaran. Penegakan hukum terkait pelanggaran kode etik, tindak pidana maupun administrasi harus dilakukan,” tegasnya.

Begitu juga dengan semua Aparatur Sipil Negara (ASN) di Blora harus menjaga netralitas di dalam Pilkada.

“Kepatuhan pada perintah yang melanggar hukum berarti membantu dan turut serta dalam suatu tindak kejahatan,” ucapnya.

Ketika ditanya tentang RAPBD Blora 2021 puluhan milyar bantuan keuangan Bupati yang sarat politisasi, Lilik mengatakan DPRD Blora harus berani membatalkan rencana APBD tersebut.

“Awasi dan batalkan rancangan peraturan daerah dan APBD Tahun 2021 yang sarat dengan politisasi anggaran,” terangnya pada awak media.

Dalam wawancara penutup Lilik mengatakan bahwa aksi yang dilakukan adalah untuk mengingatkan lembaga Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif dari dirinya selaku bagian masyarakat Blora yang peduli dengan demokrasi di negeri ini.

“Ingat, jika pelanggaran di Blora masih diteruskan dan hukum tidak ditegakkan, kami tidak akan segan-segan untuk melakukan aksi jalan kaki hingga ke provinsi Jawa Tengah di Semarang dan ke ibukota negara Jakarta,” pungkasnya.

(Abu Sahid/ Eko Arifianto)

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *