oleh

Terkait Pengurusan Hingga Pemakaman Jenazah Covid-19, Begini Penjelasan Kepala Puskesmas Rajamandala

KBB, KAPERNEWS – Perencanaan penunjukkan lahan PTPN VIII Penglejar Afdeling Rajamandala, di Jalan Cioray belakang Taman Makam Pahlawan (di bawah Sutet) oleh Pemerintah Kabupaten Bandung Barat menuai pro kontra.

Hal tersebut karena banyak masyarakat yang merasa ketakutan tertular Covid-19, padahal penanganan dan pemulasaraan jenazah penderita COVID-19 di Indonesia sudah diatur sesuai dengan protokol yang diberikan oleh Kementerian Kesehatan dan Badan Kesehatan Dunia (WHO), agar jenazah tersebut aman dan tidak menularkan virus Corona.

Seperti yang dikatakan Kepala Puskesmas Rajamandala, dr. Venny kepada kapernews.com, Jumat (29/01). Untuk pemakaman covid-19 sendiri di Indonesia itu sudah ada namanya pedoman pemulasaraan dan penguburan jenazah Covid-19 di masyarakat itu dari kementerian kesehatan sudah mengeluarkan itu.

“Jadi sebetulnya patokannya itu sudah ada, intinya bahwa pemulasaraan jenazah itu dimulai memang dari pasien yang terkonfirmasi atau terduga dengan gejala yang menyerupai Covid, dari situ apabila memang dia di rawat di fasilitas kesehatan dan dia meninggal akan dilakukan pemulasaraan di rumah sakit di kamar jenazah yang memang khusus dengan protokol yang sudah disiapkan dengan SOP yang sudah jelas,” ungkapnya.

Bahkan, masih kata dr. Venny, MUI juga sudah mengeluarkan fatwa terkait pengurusan dan pemakaman jenazah Covid-19.

“Jadi dari jenazah meninggal, terus tidak dimandikan seperti biasanya dan itu sudah ada di fatwa MUI nya, bahwa jenazah covid yang meninggal itu di pulasara dengan khusus. Jenazah di sterilkan, di kasih Disinfektan, langsung dibungkus dengan plastik, selanjutnya di kafani, dibungkus lagi dengan plastik, dikasih kantong jenazah, dimasukan ke peti yang memang petinya di paku ke empat sisinya dan di sil, jadi tidak akan mengeluarkan cairan yang memang keluar dari tubuh pasien,” jelasnya.

“Sebelumnya jenazah juga lubang-lubangnya di tutup agar tidak banyak keluar cairan dari situ. Kalau muslim sebelum dimasukan ke peti dia akan dihadapkan ke kiblat dengan prosesi seperti pemulasaraan jenazah muslim, jadi memang sudah diposisikan menyamping ke kanan, sudah dirapihkan, bahkan mungkin sudah di shalatkan,” tambahnya memaparkan.

 

Secara kesehatannya sendiri, masih kata dr. Venny, itu sudah rapih, cairannya dianggap tidak keluar dari situ, sementara untuk petugas yang melakukannya pun tidak seperti biasanya, mereka menggunakan APD lengkap.

“Setelah memasukan jenazah kedalam peti petugas melepaskan APD nya dengan orang yang sama dibersihkan lagi petinya disemprot lagi dengan Disinfektan, baru di bawa ke mobil ambulance, di ambulance pun dengan orang berbeda atau diganti bajunya dengan yang baru, jadi itu kan sterilisasinya berlapis-lapis,” tuturnya.

Masih kata ia, sebelum turun di pemakaman akan dilakukan sterilisasi dengan penyemprotan diinfektan.

“anti dipemakaman juga sebelum turun di sterilisasi, sebelum masuk kedalam itu di semprot lagi, petugasnya yang sudah memasukan jenazah itu sebelum di copot APD nya disterilkan di semprot disinfektan udah itu baru dia akan melepas, harusnya secara rapih masukan ke kantong khusus bekas APD nya, bekas bajunya dimasukan ke kresek khusus nanti dibuang di pengolahan limbah kasih ke puskesmas saja, jadi tidak bisa dibuang sembarangan khawatir digunakan lagi oleh masyarakat jadi baju itu satu kali pakai,” terangnya.

Jadi menurut dr. Venny, untuk setelah prosesi pemulasaraan dengan protokol kesehatan penyebarannya sangat rendah asalkan dengan pemakaman maksimal 4 jam.

“Tingkat penularan sangat rendah dengan protokol pengantar pasien pengantar jenazah yang memang mengikuti protokol kesehatan,” ujarnya.

Trus terkait tempat pemakaman itu, memang ada syaratnya adalah minimal jaraknya menurut peraturan daerah bahwa 200 meter dari pemukiman penduduk, itu persyaratan dari pemakaman umum, 500 meter dari sumber air minum, dan 50 meter dari sumber air lainnya.

“Jadi masyarakat seharusnya tidak terlalu khawatir terhadap pemakaman jenazah Covid-19, yang harus kita khawatirkan adalah masyarakat yang memang mengantarkan bergerombol untuk mengikuti prosesi pemakaman itu. kalaupun ada masyarakat yang tertular bukan dari jenzah tapi dari yang hidup,” tandasnya.

(KN)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed