GARUT, KAPERNEWS.COM – Adanya kabar ketua DPRD yang dianggap tidak kooperatif dalam menghadiri pemeriksaan lanjutan di Kejaksaan Negeri Garut pada Selasa lalu, Euis Ida membantah kabar tersebut.
Melalui sambungan seluler kepada kapernews.com, Ketua DPRD Garut Hj. Euis Ida mengatakan, terkait batalnya pemenuhan keterangan terhadap saya (Euis Ida) di Kejaksaan Negeri Garut, atas dugaan tindak pidana korupsi anggaran BOP, Pokir dan reses periode 2014 – 2019. Saya sendiri memenuhi panggilan kemarin (Selasa, 2/3/21), hanya memang datang ke Kejaksaan Negeri Garut terlambat karena melayat dulu kerabat yang meninggal dunia, sebutnya melalui sambungan Whatsaap kepada kapernews.com, Jum’at, (5/3/21).
“Saya datang ke kejaksaan menyampaikan permintaan maaf langsung kepada penyidik, akhirnya hari itu saya batal dimintai keterangan dan dari Kejari melalui penyidik akan mengendakan undangan pemanggilan ulang,” sambungnya.
Sebagai warga negara Indonesia yang berazaskan hukum, sambung Euis Ida, tentunya saya akan patuh terhadap aturan. Artinya tidak ada istilah saya harus mangkir atau kabur seperti diutarakan di salahsatu media. Sebagai warga negara yang baik, saya patuh terhadap hukum.
Wanita yang pernah menjadi anggota DPRD sebelumnya ini pun siap memberikan keterangan sesuai kapasitas dan kewenangan sebagai anggota DPRD.
“Adapun ditemukan adanya dugaan tindak pidana korupsi anggaran BOP, Pokir dan reses periode 2014 – 2019, saya sebagai anggota DPRD Garut pada saat itu tentu akan memberikan keterangan sesuai kapasitas dan kewenangan anggota DPRD,” imbuh ketua DPRD Garut Hj. Euis Ida.
Menurutnya, kami para anggota dewan bekerja berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang ada, sehingga produk yang dihasilkan harus memiliki kekuatan hukum. Adapun masalah pendanaannya dikelola oleh sekertariat DPRD, bukan oleh anggota DPRD.
“Seluruh pendanaan kegiatan DPRD diputuskan atas dasar pembahasan eksekutif dan legislatif. Anggarannya dikelola sepenuhnya oleh sekretariat DPRD. Pembahasannya melahirkan keputusan secara proporsional dan transfaran,” beber Eis menjelaskan.
Anggota DPRD tidak mengelola anggaran, sebutnya, melainkan penguatan usulan kegiatan yang diusulkan konstituen selaras dengan mekanisme Musrenbang. Maka tidak ada istilah dana pokir. Anggota Dewan hanya memperkuat usulan, diakomodir maupun tidak sepenuhnya diserahkan kepada bupati melalui SKPD. Kalaupun diakomodir, dilaksanakan dengan mekanisme yang ada di eksekutif.
Euis juga menyebutkan kalau masalah BOP itu ada di Pimpinan, bukan di anggota.
“Mengenai BOP ranahnya ada dipimpinan karena anggaran itu diperuntukkan para pimpinan, sementara saat itu saya bukan pimpinan.” Ujarya singkat dalam pesan Whatsaap. (AMG)
Komentar