oleh

Pers Rilis JM-PPK: Nyawiji Njaga Ibu Bumi 2022

PATI, KAPERNEWS.COM – Jaringan Masyarakat Pegunungan Kendeng (JM-PPK) menggelar acara “Rukun Nyawiji Njogo Ibu Bumi“, Omah Kendeng Sukolilo, Pati, Jawa Tengah, Rabu (28/12/2022). Berikut ini siaran persnya:

Gambuh

Matur nuwun dulurku
JMPPK kang setya tuhu
Mbelani Kendeng kanthi tulusing ati
Tansah tetep guyub rukun
Rahayu ingkang kelakon

(Terima kasih saudaraku JMPPK yang selalu membela Kendeng setulus hati, tetaplah bersaudara baik sampai terwujud)

Selamat hari Ibu
Hari Natal uga Tahun Varu
Mring kabeh sedulur kang padha mengeti
Tetep nyawiji nyedulur
Kanggo manggih karahayon

(Selamat Hari Ibu, Selamat Hari Natal dan Selamat Tahun Baru 2023 untuk semua saudaraku yang memperingatinya. Tetaplah bersatu dalam persaudaraan agar tetap membaik)

Bertepatan dengan Hari Ibu 22 Desember 2022, Hari Natal 25 Desember 2022 dan menjelang akhir tahun 2022, JM-PPK (Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng) mengadakan kegiatan “WUNGON” yang artinya wungu (bangun), dari tidur terus bangun dan merenungkan melihat kembali kilas balik perjalanan perjuangan kami dalam menjaga tetap lestarinya Pegunungan Kendeng. Sejak 2006 hingga hari ini bukanlah waktu yang pendek dalam kami menjaga keutuhan Pegunungan Kendeng.

Ancaman bertubi-tubi dari ekspansi pabrik semen serta penambangan batu kapur baik legal maupun ilegal di Kabupaten Pati, Rembang, Blora maupun Grobogan terus silih berganti. Dalam kegiatan ‘’Wungon’’ dulur-dulur dari Tokoh Agama, Akademisi dan Aktivis lingkungan turut memberikan pesan via virtual untuk dulur-dulur JM-PPK “Semua yang dilakukan dulur Kendeng tidak ada yang percuma dalam berjuang menjaga dan melestarikan ekosistem lingkungan Pegunungan Kendeng, karena yang dilakukan dulur Kendeng adalah suatu tindakan suci dan sakral.

Untuk itu, dulur-dulur Kendeng jangan pernah surut semangat dalam menyuarakan kelestarian IBU BUMI.

Adapun yang memberikan pesan tersebut yaitu Dr.Ir. Soeryo Adiwibowo, MS., Mgr. Ignatius Suharyo, Prof. Soedharto P Hadi, MES,Ph.D, Allisa Wahid, KH. Imam Azis, Prof. Dr. Hariadi Kartodiharjo, Siti Rakhma Mary Herwati, Yohanes S Soeparwadi, Dr. Eko Teguh Paripurna, Herlambang P. Wiratraman,S.H.,M.A.,Ph.D, Suciwati (Istri alm. Munir), Kanti Wisnuwardhani Janis, Hotmauli Sidabalok,SH.,CN.,MHum. yang berlatar belakang akademisi, tokoh agama dan aktivis.

Hari Ibu memberi makna sangat dalam bagi perjuangan kami. Ibu yang terus memberi cintanya tulus sehabis-habisnya kepada anak-anaknya, demikian juga Ibu Bumi. Tanpa lelah memberikan kita semua kecukupan pangan, air, udara bersih dan seluruh kekayaan yang di kandung di dalamnya. Jika kita mencintai ibu yang telah melahirkan kita, sudah seharusnya kita mencintai Ibu Bumi yang terus menerus menghidupi kita.

Perayaan Hari Natal juga mempunyai arti tersendiri bagi kami para petani Kendeng. Walau mayoritas dari kami adalah Muslim dan Sedulur Sikep tetapi kami hendak mengajak dan mengingatkan seluruh sedulur terutama yang merayakan Natal untuk berani “selalu lahir baru” menjadi pribadi yang mulia seperti sejak awal kita tercipta. Pribadi yang menghormati harkat hidup seluruh makhluk hidup maupun tak hidup sebagai karya agung Sang Pencipta.

Menjelang akhir tahun 2022, banyak peristiwa alam yang harus kita renungkan dan mengharuskan kita terus berusaha untuk mencari solusinya, bukan pasrah, masa bodoh apalagi menyerah dengan keadaan. Pandemi Covid 19 yang belum berakhir, bencana alam banjir bandang melanda berbagai daerah bahkan di lokasi yang menjadi sentra produksi pangan, sawah-sawah tenggelam.

Di saat musim kemarau, bencana kekeringan yang ekstrim juga melanda daerah-daerah pedesaan di mana di situlah sumber ketahanan pangan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sudah saatnya kita semua tersadar, nyawiji (menjadi satu utuh tanpa memandang latar belakang suku, agama, ras, bahasa) dan terus bergerak.

Saatnya pemerintah serius membuat kebijakkan yang benar dan tepat demi menyelamatkan sumber pangan bagi lebih dari 270 juta penduduk Indonesia. Bukan dengan import beras dan bahan pangan yang lain, bukan juga dengan membuka persawahan baru di daerah-daerah yang sesungguhnya alamnya memiliki culture bukan beras melainkan sagu/ sorgum/ keladi dll, bukan pula dengan membuka kran investasi pertambangan dan eksploitasi kekayaan alam Indonesia dengan alasan membuka lapangan pekerjaan dan pembangunan.

Acara Lamporan Kendeng

Dengan segala aturan yang dibuat dan dikondisikan jelas-jelas hanya menguntungkan investor dan justru semakin membuat rakyat sengsara.

Bagaimana Indonesia bisa selamat dari ancaman krisis pangan dan energi jika kebijakannya justru semakin jauh dari terwujudnya kedaulatan pangan dan energi. Biarlah sawah tetap menjadi sawah, hutan tetaplah menjadi hutan, sumber-sumber mata air tetaplah lestari, keanekaragaman hayati sebagai sumber bahan pangan rakyat Indonesia yang beragam tetaplah terjaga.

Mendorong petani untuk semakin berdaya dalam hal lahan sawah, benih, pupuk dan menjamin saat panen harga tidak anjlok, memanusiakan sedulur kita masyarakat adat dan pedalaman tetap utuh dengan jati dirinya masing-masing. Itulah sesungguhnya roh dari UUD 45 dan Pancasila.

Sudah saatnya rakyat untuk peduli dan tidak membiarkan kesalahan pemerintah. Negara ini bukan milik pemerintah. Negara ini ada karena ada RAKYAT, ALAM dan PEMERINTAH. Sudah saatnya kita sebagai rakyat “melawan” segala ketidakadilan di negeri ini.

Perlawanan dan perjuangan JM-PPK sejak 2006 hingga hari ini menjadi contoh betapa bebalnya pemerintah. Mundurnya pabrik semen milik PT. Semen Gresik (saat ini menjadi PT. Semen Indonesia) dari Sukolilo Pati tahun 2009, tidak membuat pemerintah tersadar untuk betul-betul melindungi kawasan karst Pegunungan Kendeng, tetapi justru tahun 2010 ijin pabrik semen baru milik PT. Semen Indonesia dikeluarkan dan berdiri beroperasi di Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang. Padahal jelas-jelas putusan PK Mahkamah Agung dimenangkan oleh petani (JM-PPK) yang menolak terhadap penambangan dan ekspansi pabrik semen. Tidak hanya itu, tahun 2010 ijin pabrik semen milik PT. SMS (anak perusahaan PT. Indocement) juga dikeluarkan di Tambakromo Pati, bersyukur hingga hari ini pabrik belum berdiri karena perlawanan terus kami lakukan.

Belum lagi ijin-ijin tambang galian C baik legal maupun ilegal menjamur beroperasi di kawasan Kendeng. Jangan salahkan curah hujan yang tinggi. Salahkan keserakahan manusia penguasa maupun investor yang hanya memikirkan kepentingan pribadi dan golongan.

Ancaman pabrik semen juga melanda kabupaten Blora dan Grobogan. Pegunungan Kendeng membentang panjang mulai dari Kabupaten Lamongan, Tuban, Bojonegoro, Rembang, Blora, Grobogan dan Pati. Jadi kerusakan di satu wilayah akan berdampak pada keseluruhan wilayah bentangan Pegunungan Kendeng bahkan mengancam keselamatan Pulau Jawa, karena Pegunungan Kendeng adalah pegunungan purba dan merupakan sabuknya Pulau Jawa. Haruskah kita tersadar dan berubah untuk menyelamatkan menunggu korban lebih besar lagi.

Perjuangan dalam bidang hukum, audiensi dengan banyak pihak, perjuangan dengan pendekatan budaya, longmarch ratusan kilometer dari Rembang dan Pati menuju kantor Gubernur Jateng lebih dari sekali, membelenggu kaki dengan semen bahkan bertaruh nyawa dan harus kehilangan nyawa sedulur kami tercinta Yu Patmi, mendirikan tenda dengan Kartini Kendeng menjadi tiang hidup di depan istana selama berhari-hari, kemah di depan gubernuran Jateng hingga lahirnya keputusan presiden untuk melakukan KLHS Pegunungan Kendeng dengan rekomendasi yang sudah jelas untuk menghentikan pertambangan dan menyelamatkan kawasan CAT Watuputih dan kawasan bentang alam karst, tetap saja tidak membuat pemerintah menghentikan ijin dan operasi pabrik semen serta tambang batu kapur.

Perjuangan ini harus terus dilakukan dan dikobarkan hingga membuat semua sedulur-sedulur kami, baik di desa, di gunung dan di kota tersadar bahwa Indonesia sedang tidak baik-baik saja.

Ibu Bumi Wis Maringi
Ibu Bumi Dilarani
Ibu Bumi Kang Ngadili

Salam Kendeng

Lestari !!!

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed