oleh

Guru Bimbingan Dan Konseling, Posisi Kontrol Guru

GARUT, KAPERNEWS.COM – Guru Bimbingan Dan Konseling Mea Suherman, S.Pd.,M.Pd SMKN 10 Garut dalam obrolan dengan awak media menuturkan, Masih ingatkah kita ini sesungguhnya tergolong orang-orang yang hebat bahkan mendekati sedikit hebat, apa hebatnya kita ini ? Sesungguhnya bukanlah kita yang hebat, tetapi ia dan mereka yang pernah berjumpa dengan kita ( Murid dan yang pernah menjadi murid ) Yang pernah mereka rasakan dari diri kita ” Ucapan kita, perilaku kita, bentakan kita, tangan kita, geramnya diri kita, besarnya mata kita, bahkan lantang mulut dan teriakan kita kepada mereka “. Apa nak citra-cita kamu kelak ? “ Aku ingin jadi guru pah “, mungkin jawaban anak Ketika polosnya ia mengutarakan sesuai apa yang ia rasakan Ketika pertanyaan itu di munculkan oleh seorang ayah yang di rasakan hangat, baik,nyaman, tentram dan menyejukan oleh anaknya, Kamis 26/01/2023

Tentunya akan berbeda jika dirasakan oleh anak yang lain, begitu juga mungkin jika seorang guru bertanya kepada muridnya tentang cita-cita…entah aka napa jawaban yang terlontar dari muridnya, sesuai apa yang ia alami selama ini olehnya.
Pekerjaan mulia “ anggap itu adalah guru “ sebuah dedikasi kepada dunia, bukan hanya dunia tetapi akhirat kelak, kenapa akhirat ? jika seorang guru penuh keikhlasan, penuh dedikasi dan penuh keseriusan dalam menjalankan tanggung jawabnya sebagai Guru, maka Gurulah yang menjalankan pekerjaan yang paling hebat “ Hebat “ ya hebat, tentunya tidak sehebat spiderman yang mampu lompat dari sau tempat kempat lain, mempu terjun dari ketinggian yang tajam.

Guru mampu masuk kedalam qolbu murid-muridnya dan mampu hadir dalam keadaan apapun dan kondisi seperti apapun.
Beberapa posisi kita sebagai guru, entah posisi yang mana yang ada pada diri kita, dan mana yang sering dan selalu kita laksanakan bahkan entah seperti apa kelak hasilnya di dapatkan Ketika murid-murid kita sudah menuntaskan dan mendapatkan pangkat alumni, kenapa kita berbicara alumni, bukan berbicara saat ini Ketika ia dan mereka masih menjadi siswa. Alumnilah yang paling merasakan hakikinya Ketika mereka tiga tahun lamanya Bersama kita sebagai guru, ia merasakan hakikat dari pembelajaran dan pelajaran bahkan ajaran yang diterima mereka dari berbagai karakter dan posisi control sebagai guru, setiap guru berperan sesuai metode dan keilmuan saerta kemampuan masing-masing. Begitu juga pemahaman mereka dalam menangani dan menyikapi berbagai permasalahan murid-muridnya.

Posisi control sebagai guru sudah dapat dirasakan oleh seluruh murid-muridnya, baik mereka ada di kelas, lingkungan sekolah dan terbawa pada lingkungan keluarga dan Kawasan masyarakat tempat mereka bergaul. Apa yang mereka terima dan rasakan dari guru mereka tentunya akan mereka amalkan dan praktikan di masa sekarang bahkan sampai masa yang akan dating, tidak akan mereka lupakan apalagi hapus dalam ingatanya, akan melekat dan membekas, begitu juga perlakuan buruk yang menimpa mereka “ mereka kenang “ dan membekas.
Tentunya kita sebagai guru harus betul dan mampu menjadi tauladan/contoh bahkan menjadi model satu-satu bagi mereka, ucapan kita, tingkah laku kita, berpakaian kita, jalan kita, car akita mengobrol bahkan cara akita menyapa mereka. Kitalah satu-satunya yang ada dalam benak mereka , jangan sampa merek melakukan apa yang tidak sengaja kita perbuat.

Kita tidak merasa berbuat, tetapi mereka melakukan atas apa yang ia lihat dan ia rasakan dari kita sebagai sumber dan kekuatan mereka berperilaku.
Mungkin atau memang pernah atau sesekali atau sering bapak ibu guru berbuat atau mengucapkan kalimat-kalimat di bawah ini :
“ Pokoknya apa kata saya “
“ Patuhi saja aturan saya “
“ Bagaimana kalau orang tua kamu, mengetahui kamu berbuat begitu “
“ Ya sudah kali ngak apa-apa, nanti bapak bantu bereskan “
“ Sanksi atau konsekuensinya apa “
“ Apa rencana kamu, untuk memperbaiki hal ini “
“ Jika melakukan kesalahan nanti saya sampaikan kepada guru….”
“ Ya sudah keluarkan saja, nanti dia malah menular jelek ke yang lain “
“ Dasar bodo, kamu tolol “
Sebagai Guru dalam berperan tentunya berpijak pada beberapa posisi control sebagai guru, kita termasuk yang mana :
I. Sebagai penghukum
Guru sebagai “ penghukum “ cenderung selalu menggunakan kekuatanya seabgai upaya sadarataupun tidak sadar dalam memutuskan atau membuat keputusan dirinya kepada murid, seorang penghukum selalu menggunakan hukuman verbal maupun hukuman fisik yang di tujukan kepada murid-muridnya. Orang-orang atau bapak ibu guru yang menggunakan posisi penghukum, senantiasa dan rutin mengatakan bahwa sekolah memerlukan sitem atau alat atau peraturan yang dapat lebih menekanmurid-murid lebih dalam lagi. Guru-guru yang menerapkan posiis penghukum cenderung keras, sering mengeluarkan kata-kata dengan nada tinggi, mata melotot, jari-jari menunjuk, menghardik dan segala ucapan dan perintahnya mutlak harus di taati dan dilaksanakan oleh murid, serta sering berbuat atau bertindak diluar kafasitas atau wewenangnya. Guru seperti inilah yang cenderung ingin selalu tampil, ingin selalu dihormati bahkan ingin selalu dialah yang paling segalanya. Murid sebetulnya tidak menyukai dengan posisi guru sebagai penghukum, selama mereka disekolah ia akan dihormati dan ditakuti, tetapi Ketika mereka sudah keluar dan menjadi alumni, perilaku guru tersebut akan jadi pembicaraan hangat dan menggelitik, apakah kita ada di sana ? tentunya jawaban itu muncul dari qolbu kita masing-masing dan tak usah dikemukakan. Guru seperti inilah memercayai hanya ada satu cara agar pembelajaran bisa berhasil, yaitu dengan cara ia sendiri. “ lamun teukieumah barudakteh moal nurut “ da ukur ka saya barudak nurutna, kunu lainmah moal ngagugu, untung aya saya “.
II. Pembuat orang merasa bersalah
“Ibu sangat kecewa sekali dengan kamu”
“Berapa kali Bapak harus memberitahu kamu ya?”
“Gimana coba, kalau orang tua kamu tahu kamu berbuat begini?”
Di posisi ini murid akan memiliki penilaian diri yang buruk tentang diri mereka, murid merasa tidak berharga, dan telah mengecewakan orang-orang disayanginya. Hal inlah akan mengakibatkan gundah gulana setiap murid yang pernah terjebak oleh posisi guru pembuat orang merasa bersalah, ini sebetulnya termasuk kekejaman qolbu yang paling mendalam. Guru pada posisi ini memungkinkan muridnya dramatis dan penuh dengan ketakutan bahkan trauma, cara seperti biasanya ada pada guru yang bertubi-tubi menemukan atau menjumpai muridnya berulangkali melakukan kesalahan, guru menganggap muridnya tidak pernah mentaati ( teu nurut ), padahal sesungguhnya guru tersebut telah menampakan rasa kecewa karena muridnya tidaka da perubahan sesuai harapan gurunya ?” sok lamun isuk ngalakukeun deui “ pada posisi murid terdiskriminasikan dengan ucapan dan kekuatan guru ini akan mengakibatkan kekacauan mental dan cenderung anak akan menyendiri. Pada posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut. Pembuat orang merasa bersalah akan menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau rendah diri. Kata-kata yang keluar dengan lembut akan berdampak prilaku layu dan hampa pada muridnya.

III. Sebagai Teman
Menjadi seorang besthi/teman bagi siapa saja tentrunya itu sah-sah saja, termasuk menjadi teman bagi muridnya, tentunya tidak semua guru mampu jadi teman bagi murid-muridnya. Tentunya teman dimaksud adalah teman seperti halnya teman berdiskusi, santa-santai bahkan menjadi teman jalan-jalan dan pergaulan. Teman di sini kadang bapak ibu guru memposisikan sebagai teman bagi muridnya, tampa disadari hal itu akan berakibat tidak baik bagi pandangan dan kredibilitas pekerjaan dan keakraban dengan rekan kerjanya, sebagaimana beberapa contoh yang selalu dilontarkan :
“Ayo bantulah, demi bapak ya?”
“Ayo ingat tidak bantuan Bapak selama ini?”
“Ya sudah kali ini tidak apa-apa. Nanti bapak bantu bereskan”.
“ Dulu kan bapak yang meneyelesaikan tugas itu “
Hal negatif bahkan akan menjadi hal terburuk dari posisi teman adalah bila suatu saat guru tersebut tidak membantu, maka murid akan kecewa dan berkata, “Saya pikir bapak/Ibu teman saya”. Murid merasa dikecewakan, dan tidak mau lagi berusaha, Hal lain yang mungkin timbul adalah murid hanya akan bertindak untuk guru tertentu, dan tidak untuk guru lainnya. Murid akan tergantung pada guru tersebut. ( Nada suara: ramah, akrab, dan bercanda, bahasa tubuh: merapat pada murid, mata dan senyum jenaka dan penuh kekraban )
“Sandi, ayolah, bagaimana sih kamu. Kemarin kamu sudah janji ke bapak bukan, kenapa terlambat lagi? (sambil tertawa ringan). Ya, sudah tidak apa-apa, duduk dulu sana. Nanti bapak bantu. Kamu ini.” (sambil senyum-senyum).
Bagaimana perasaan murid dengan sikap guru seperti ini?
Akibat:
Murid akan merasa senang dan akrab dengan guru. Ini termasuk dampak yang positif, hanya saja di sisi negatif murid menjadi tergantung pada guru tersebut. Bila ada masalah, dia merasa bisa mengandalkan guru tersebut untuk membantunya. Akibat lain dari posisi teman, Adi hanya akan berbuat sesuatu bila yang menyuruh adalah guru tersebut, dan belum tentu berlaku yang sama dengan guru atau orang lain. Hal ini akan mengakibatkan hubungan dengan rekan kerja tidak harmonis.

IV. Sebagai Monitor/Pemantau
Memonitor berarti mengawasi. Pada saat kita mengawasi, kita bertanggung jawab atas perilaku orang-orang yang kita awasi. Posisi pemantau berdasarkan pada peraturan-peraturan dan konsekuensi. Dengan menggunakan sanksi/konsekuensi, kita dapat memisahkan hubungan pribadi kita dengan murid, sebagai seseorang yang menjalankan posisi pemantau. Pertanyaan yang diajukan seorang pemantau:
“Peraturannya apa?”
“Apa yang telah kamu lakukan?”
“Sanksi atau konsekuensinya apa?”
Seorang pemantau sangat mengandalkan penghitungan, catatan, data yang dapat digunakan sebagai bukti atas perilaku seseorang. Posisi ini akan menggunakan stiker, slip catatan, daftar cek. Posisi monitor sendiri berawal dari teori stimulus-respon, yang menunjukkan tanggung jawab guru dalam mengontrol murid. Posisi inilah memungkin kita sebagai guru akan menjadi kekuatan dan kemampuan dalam melaksanakan tugas dan kewajiaban sehari-hari kita Bersama murid-murid di sekolah ataupun Ketika diluar sekoalh.

V. Sebagai Manajer
Posisi terakhir, Manajer, adalah posisi mentor di mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Seorang manajer telah memiliki keterampilan di posisi teman maupun pemantau, dan dengan demikian, bisa jadi di waktu-waktu tertentu kembali kepada kedua posisi tersebut bila diperlukan. Namun bila kita menginginkan murid-murid kita menjadi manusia yang merdeka, mandiri dan bertanggung jawab, maka kita perlu mengacu kepada Restitusi yang dapat menjadikan murid kita seorang manajer bagi dirinya sendiri. Di manajer, murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain. Disini penekanan bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada. Seorang manajer akan berkata:
“Apa yang kita yakini?” (kembali ke keyakinan kelas)

“Apakah kamu meyakininya?”
“Jika kamu menyakininya, apakah kamu bersedia memperbaikinya?”
“Jika kamu memperbaiki ini, hal ini menunjukkan apa tentang dirimu?”
“Apa rencana kamu untuk memperbaiki hal ini?”
Tugas seorang manajer bukan untuk mengatur perilaku seseorang. Kita membimbing murid untuk dapat mengatur dirinya. Seorang manajer bukannya memisahkan murid dari kelompoknya, tapi mengembalikan murid tersebut ke kelompoknya dengan lebih baik dan kuat. Bisa jadi dalam praktik penerapan disiplin sehari-hari, kita akan kembali ke posisi Teman atau Pemantau, karena murid yang ditangani belum siap diajak berdiskusi atau diundang melakukan restitusi. Namun perlu disadari tujuan akhir dari 5 posisi kontrol seorang guru adalah pencapaian posisi Manajer, di mana di posisi inilah murid dapat menjadi pribadi yang mandiri, merdeka, dan bertanggung jawab atas segala perilaku dan sikapnya, yang pada akhirnya dapat menciptakan lingkungan yang positif, nyaman, dan aman.

Setelah bapak ibu membaca, menyimak dan menelaah posisi control sebagai guru, pada posisi manakah yang selama ini ada dan melekat pada diri masing-masing, apakah posisi nyaman bagi semuanya atau posisi yang akan dipaksakan sampai kita berhenti jadi guru. Saatnya kita berani berubah dari ketidak baikan melaju kepada kebangkitan dalam memacu karakter atau kondisi kepribadian dan perbuatan murid-murid kita. Menjadi guru merupakan Amanah yang akan dipintai pertanggungjawaban kelak, buka hanya oleh atasan di sekolah, tetapi di akhirat kelak. Yakinlah kita hebat dalam bergerak dan berinivasi serta berkreasi dan berkepribadian yang mampu di tiru di mana saja dan oleh siapa saja serta kapan saja kita dan mereka berada. (Riyadi)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed