oleh

Makna Filosofis di Balik Penjamasan Pusaka Sunan Kalijaga

DEMAK, KAPERNEWS.COM – Bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha 1444 H digelar kegiatan tahunan Penjamasan Pusaka Eyang Raden Sahid Kanjeng Sunan Kalijaga, Makam Ageng Sunan Kalijaga, Kadilangu, Demak, Jawa Tengah, Kamis (29/6/2023) pukul 09.00 WIB.

“Penjamasan ageman pusaka Sunan Kalijaga adalah wasiat yang harus tetap lestari turun-temurun,” kata Agus Mujayanto pada awak media, Kamis (29/6/2023).

Disampaikannya, setiap tanggal 10 Dzulhijjah atau bulan Besar setelah sholat Ied, senantiasa dilaksanakan penjamasan pusaka Sunan Kalijaga.

“Setelah umat Islam melaksanakan sholat Ied. Ini bertujuan untuk merawat ageman (pusaka) itu agar tidak rusak,” terangnya.

Agus menerangkan, bahwa dalam penuturannya, isi wasiat Sunan Kalijaga berbunyi: “Agemanku mbesuk yen aku wis dikeparengake sowan ingkang Kuwaos, selehna ing nduwur peturonku, kejaba kuwi sakwise aku kukut, agemanku jamasana.”

Di samping itu diungkapkan, bahwa ageman Sunan Kalijaga terdiri dari Kotang Antakusuma dan Keris Kyai Carubuk.

“Yang tidak boleh dilihat dengan mata telanjang, karena benda-benda tersebut bukan tontonan tapi tuntunan untuk generasi yang akan datang. Ya sekalipun itu masih dalam lingkungan ahli warisnya sendiri tetap tidak diperbolehkan, dan itu sampai sekarang ini tetap dipatuhi secara turun temurun dan tidak ada yang melanggarnya,” ungkapnya.

Sehingga, lanjutnya, tak heran jika hal tersebut identik dengan kata Bashar dan Bashirah.

“Ini dua kata yang banyak dibahas oleh para ahli bahasa zaman dahulu, termasuk ahli ilmu tauhid dan filsafat kehidupan, sebab keridhoan Allah dengan kebahagiaan hidup dunia dan akhirat hanya dapat dicapai bila seseorang memahami persoalan Bashar dan Bashirah tersebut,” imbuhnya.

Bashar ialah memakai indra mata untuk melihat segala sesuatu dalam hidupnya sehingga dapat mengatasi kehidupan makhluk-makhluk yang lain, hewan misalnya.

“Namun demikian Bashar saja tidak dapat dipercaya sepenuhnya karena masih dapat memperdayakan manusia itu sendiri. Umpama air laut dilihat biru tapi jika diambil di telapak tangan maka air laut tersebut berwarna jelas putih bersih,” paparnya.

Menurut Agus, Allah memberikan kuasa kepada manusia satu alat lain untuk melihat yang lebih jauh dan mendalam yaitu Bashirah atau mata hati sebagai kekuatan dalam hati yang dapat menemukan hakikat sesuatu.

“Jadi dengan penjamasan Kotang Antakusuma dan keris Kyai Carubuk dapat disimpulkan bahwa pembungkus dari suatu ajaran Sunan Kalijaga supaya umat Islam mulai pelaksanaan sholat Ied dan penyembelihan hewan qurban supaya benar-benar dapat membersihkan diri secara lahir dan batin (harta benda) dengan memperbanyak amal dan ibadah,” tegasnya.

Dituturkan, bahwa prosesi penjamasan ditangani langsung oleh ahli waris Sunan Kalijaga dengan memakai minyak ratus, minyak cendana, minyak kenanga, minyak tua/ klentik yang dalam pembuatannya dilakukan oleh ibu-ibu yang tidak haid/ menopause atau perawan sunthi.

“Minyak dari santan kelapa hijau yang melengkung ke arah timur yang pengambilannya tak boleh jatuh ke tanah melainkan dibopong,” tuturnya.

Dikatakan, terkait dengan pembiayaan, pada zaman kolonial Belanda dibantu oleh Kraton Surakarta Hadiningrat sebesar 40 gulden, tapi setelah penghapusan swapraja Surakarta, biaya penjamasan ditanggung sendiri oleh ahli waris Sunan Kalijaga sendiri di Kadilangu.

“Dalam pernyataan Sinuwun Paku Buwono I dalam Babad Tanah Jawi bahwa Masjid Agung Demak dan makam suci Kadilangu adalah pusaka mutlak dan tidak boleh hilang (ugere pusaka ing tanah Jawa),” pungkasnya.

Rangkaian Kegiatan dimulai dari mulai hari Selasa (27/6/2023) yaitu Khotmil Qur’an dan Selamatan, berlanjut Rabu (28/6/2023) yaitu Penerimaan Abon-abon dari Keraton Solo, Prosesi Selametan Anca’an, Bapak Sesepuh bersama ahli waris menuju Makam Ageng Sunan Kalijaga, Tahlil dan Do’a, Bapak Sesepuh bersama ahli waris kembali ke ndalem Notobratan, dan dilanjutkan pada Kamis (29/6/ 2023) yaitu Persiapan Tim Penjamas, Pemberangkatan Tim Penjamas dan rombongan menuju makam Ageng Sunan Kalijaga, Tahlil dan Do’a, Prosesi Penjamasan Pusaka, Tim Penjamas dan rombongan kembali ke nDalem Notobratan dan Selamatan Riyayan.

(Abu Sahid/ Eko Arifianto)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed