REMBANG, KAPERNEWS.COM – Pernyataan Bupati Rembang melalui pemberitaan media online Radar Kudus, Jawa Pos berjudul “Bukannya Ditutup Tambang Ilegal di Rembang Malah Bakal Dikenai Pajak, Ini Alasannya” akhirnya mendapat respon dari Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) yang menyatakan Bupati Rembang terbukti telah sesat pikir dan tidak berperspektif pada korban kegiatan ekstraktif.
“Bupati hanya berfokus kepada pajak untuk menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) tanpa sedikit pun ada upaya konkrit untuk memulihkan kondisi lingkungan di daerahnya akibat kegiatan tambang yang masif,” kata Joko Prianto selaku narahubung JM-PPK dalam Siaran Persnya, Rembang, Senin (9/10/2023).
Dalam rilisnya, JM-PPK akhirnya mempertanyakan tentang komitmen pemerintah terkait dengan persoalan lingkungan di Jawa Tengah.
“Berdasarkan pemberitaan media massa akhir tahun 2022 lalu bahwa Jawa Tengah sedang memasifkan kerja bersama antara Gubernur dengan Bupati/Walikota untuk membuat Desk Pelaporan terkait dengan tambang-tambang ilegal. Namun nyatanya tambang ilegal masih menjamur hingga saat ini,” ungkapnya.
JM-PPK menilai, bahwa dengan adanya pernyataan Bupati Rembang melalui media massa ini menunjukkan bahwa Desk Pelaporan itu tidak berjalan secara maksimal dengan dibuktikan adanya rencana penarikan pajak dari tambang ilegal yang ada.
“Selain itu, pernyataan ini juga semakin menciderai perjuangan warga Rembang yang notabene pada Oktober 2016 lalu telah menang secara putusan hukum atas atas rencana operasionalisasi PT Semen Indonesia,” jelasnya.
Pihaknya melanjutkan, termasuk pada April 2017 warga juga telah menang secara perjuangan dengan keluarnya KLHS Pegunungan Kendeng sebagaimana amanat dari Presiden Joko Widodo.
“Yang mana isi rekomendasinya meminta adanya penetapan kawasan lindung di CAT Watuputih dan meminta adanya moratorium izin pertambangan di kawasan tersebut,” terangnya.
Hingga saat ini, warga yang tergabung dalam JM-PPK merasakan betul dampak yang ditimbulkan dari aktifitas pertambangan dan operasionalisasi PT Semen Indonesia.
“Seperti menurunnya produktifitas lahan, berkurangnya debit sumber-sumber mata air, hingga konflik sosial. Dan sudah seharusnya Bupati memikirkan nasib rakyatnya yang sengsara akibat aktifitas tambang, bukan malah melakukan pembiaran hingga rencana penarikan retribusi pajak,” tegasnya.
JM-PPK menyatakan bahwa pernyataan sesat ini menambah panjang deretan wujud tindakan ketidakseriusan pemerintah dalam mematuhi putusan pengadilan dan rekomendasi KLHS.
“Dan semakin menunjukkan bahwa pemerintah tidak berkomitmen terhadap kelestarian lingkungan hidup dan hajat hidup masyarakatnya,” tandasnya.
Sehingga atas dasar kondisi tersebut, JM-PPK menuntut tiga buah point kepada Bupati Rembang.
“Mencabut rencana penarikan pajak dari tambang-tambang ilegal, mematuhi dan menjalankan rekomendasi KLHS Pegunungan Kendeng, dan bersama masyarakat melakukan pengawasan dan penghentian terhadap tambang-tambang ilegal,” pungkasnya.
(Abu Sahid/ Eko Arifianto)
Komentar