BLORA, KAPERNEWS.COM – Kecewa tidak mendapat Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa penanggulangan bencana Covid-19, ratusan petani tepi hutan turut Desa Kalisari, datangi balai desa Kalisari, Kecamatan Randublatung, Kabupaten Blora, Selasa (2/6/2020) siang.
Aksi protes warga berbentuk audiensi tersebut berjudul Bagong Ngluruk Kahyangan. Ratusan warga yang terdiri dari 4 (empat) dukuhan yaitu Dukuh Kedungmaling, Dukuh Kalisari, Dukuh Soko dan Dukuh Mapring tersebut berbaris rapi. Dengan memakai topeng Bagong massa membawa poster dan bendera merah-putih. Berjalan beriringan menuju balai desa dengan membentangkan spanduk bertuliskan “Rakyat Bersatu Kawal Penyaluran Bantuan Penanggulangan Covid-19 Desa Kalisari, Kecamatan Randublatung, Kabupaten Blora” dan meneriakkan yel-yel “Rakyat Bersatu Tak Bisa Dikalahkan” dengan pengawalan ketat oleh aparat TNI dan kepolisian.
Puji Utomo, salah satu warga desa Kalisari yang turut audiensi mengatakan, penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) di lingkungannya dirasa tidak transparan dan tidak tepat sasaran. Malahan, ada pemangkasan jumlah kuota bantuan yang bersumber dari Dana Desa (DD).
“Awalnya ada 166 kepala keluarga penerima BLT-DD, namun oleh kepala desa hanya direalisasikan sebanyak 105 KK. Lha sisanya yang seratusan juta itu kemana. Padahal kami warga sudah kepayahan ekonomi di masa pandemi ini,” kata Puji kepada awak media, Selasa (2/6/2020).
Puji menambahkan, kebijakan Kepala Desa (Kades) memangkas jumlah penerima BLT sangat tidak tepat. Dia beranggapan, kebijakan itu adalah bentuk ketidakpedulian Kades Kalisari terhadap warganya.
Sementara itu, Agus Jumantoro dari Forum Komunikasi Masyarakat Blora Utara (FORKOM BU) mengatakan bahwa pemangkasan jumlah penerima yang dilakukan kepala desa tidak sesuai dengan Permendes PDTT No. 6 Tahun 2020 tentang prioritas penggunaan Dana Desa 2020.
“Di tengah bencana Covid-19, jangan sampai oknum perangkat desa melakukan penyelewengan dan penyalahgunaan wewenang. Apapun itu warga harus mendapat prioritas Bantuan Sosial Tunai (BST),” terangnya.
Di sisi lain, Supriyono Kepala Desa Kalisari mengatakan bahwa pemotongan jumlah penerima itu lantaran ada warga yang sudah mendapatkan BLT ataupun BST yang sumber anggarannya bukan dari DD. Namun Kades mengakui, seharusnya sisa kuota penerima bantuan itu langsung diisi oleh warga yang belum menerima BLT ataupun BST sama sekali.
“Saya minta maaf ke warga atas kelalaian ini. Segera akan kami data warga yang belum mendapat bantuan,” ujarnya.
Terkait tujuan audiensi untuk menciptakan iklim kondusif, salah seorang peserta audiensi, Exy Mahardika Wijaya dari Gerakan Rakyat Menggugat (GERAM) mengatakan bahwa hendaknya Kades dan perangkat desa mendengarkan masukan warga.
“Kepala Desa dan perangkat tentunya tahu tentang konsekwensi dari pelanggaran atau penyelewengan dana bantuan bencana. Dari mulai sanksi administratif hingga hukuman pidana. Jadi mari kita duduk bareng guyup rukun membahas permasalahan ini,” tandas aktifis berambut panjang ini.
Sementara itu, Eko Arifianto, Koordinator GERAM (Gerakan Rakyat Menggugat) menerangkan, ide aksi audiensi bertajuk Bagong Ngluruk Kahyangan ini merujuk dari kisah pewayangan.
“Bagong itu lucu, jarang bicara, tapi sekali bicara membuat orang tertawa. Dalam pewayangan, Bagong merupakan pengritik tajam bagi tokoh wayang lain yang bertindak tidak benar. Tidak hanya para ksatria, bahkan para dewa pun kalau tidak benar pun akan dikritiknya,” jelas pria yang penghobi koleksi buku sejarah ini.
Menurutnya, dalam cerita pewayangan, Bagong diciptakan dari bayangan Semar. Di hari-hari pertama Sang Hyang Ismaya turun ke dunia sebagai Semar untuk bertugas sebagai pamong golongan manusia yang berbudi baik, ia merasa kesepian. Karena itu ia mohon pada ayahnya, yaitu Sang Hyang Tunggal, agar diberi teman. Karena bayangan adalah teman setia Semar, maka oleh Sang Hyang Tunggal kemudian diubah ujud menjadi sosok Bagong. Itulah sebabnya bentuk dan wajah Bagong amat mirip dengan Semar: perut buncit, hidung pesek dan pantat lebar.
“Nah, kali ini GERAM (Gerakan Rakyat Menggugat) yang terdiri dari banyak elemen termasuk seniman, budayawan dan sejarawan, membuat makna baru bagi Bagong, yakni sosok rakyat jelata yang mengalami ketidakadilan. Simbol baru ini diciptakan sebagai pasemon terhadap keadaan zaman, di mana saat ini banyak masyarakat di Blora tidak mendapatkan haknya berupa dana bantuan penanggulangan di tengah pandemi,” pungkasnya.
Di akhir audiensi, agar masyarakat bisa memantau, mengawasi dan mengetahui informasi bantuan penanggulangan wabah Covid-19 ini, GERAM meminta Kades untuk menempel daftar nama warga penerima bantuan di Balai Desa Kalisari.
(Abu Sahid)
Komentar