oleh

Pers Release, Ratusan Massa Petani Blora Selatan Datangi Gedung Dewan Dukung KHDPK

BLORA, KAPERNEWS.COM – Dengan membawa kurang-lebih 30 truk, sekitar 800 orang yang terdiri dari Gabungan Kelompok Tani Hutan Blora Selatan (GKTHBS) di antaranya Kelompok Tani Hutan (KTH) Pringgodani Kalisari Jaya, KTH Muntono Kalisari Jaya, KTH Mbah Sariman Jaya, Sedulur Relawan Tani (SENTANI) Forum Blora Selatan (FBS) dan Gerakan Rakyat Menggugat (GERAM) bersama perwakilan KTH Kecamatan melakukan Aksi Demontrasi di Kantor DPRD Blora, Blora, Jawa Tengah, Rabu (20/7/2022) siang tadi.

Dengan didahului mobil komando, longmarch ratusan massa aksi dimulai dari Lapangan Kridosono menuju Gedung DPRD Blora di Jl. A. Yani dengan diteruskan orasi rakyat terkait dengan persoalan Kawasan Hutan Dalam Pengelolaan Khusus (KHDPK) di Kabupaten Blora.

Dalam siaran persnya, GKTHBS menyinggung soal fakta bahwa Kabupaten Blora yang mempunyai luas kawasan hutan setara dengan 50,6 persen (90.801 hektar) dari luas wilayah Kabupaten Blora (179.440 hektar) menjadi penyumbang angka kemiskinan cukup tinggi di Jawa Tengah.

Dikatakannya, seperti halnya di tahun 2021, presentase kemiskinan Kabupaten Blora mencapai 12, 39 persen, lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang mencapai 11, 96 persen. Bahkan, presentase tersebut lebih tinggi dari presentase penduduk miskin Provinsi Jawa Tengah yang sejumlah 11, 79 persen.

Begitu pula data jumlah penduduk miskin di Kabupaten Blora yang terus naik dari tahun ke tahun. Seperti tahun 2019 sebanyak 97,86 ribu jiwa, tahun 2020 sebanyak 103,73 ribu jiwa dan di tahun 2021 meningkat lagi menjadi 107,05 ribu jiwa dari jumlah penduduk Blora sebanyak 886,147 ribu jiwa. Termasuk fenomena 48 desa miskin di Kabupaten Blora yang sekitar 30 persennya ternyata berada di dekat kawasan hutan.

Dikatakannya, inilah ironi dan kejanggalan yang patut menjadi perhatian bersama.

Sehingga dengan terbitnya Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kepmen LHK) Republik Indonesia Nomor 287/2022 tentang kebijakan penetapan Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) kiranya sangat relevan dengan penguatan ekonomi kerakyatan untuk pengentasan kemiskinan di Kabupaten Blora.

Tak dipungkiri, bahwa KHDPK merupakan cara baru pengelolaan hutan di Jawa. Melalui kebijakan ini pemerintah akan mengambil alih 1,1 juta hektare areal hutan Jawa, atau 49 persen dari luas hutan yang selama ini dikelola Perhutani, sejak jaman penjajah kolonial Belanda.

“Penetapan KHDPK di Provinsi Jawa Tengah seluas 202.988 ha yang berada di kawasan hutan produksi seluas 136.239 ha dan kawasan hutan lindung 66.749 ha memberikan harapan pada petani yang menggantungkan hidup dan tinggal di sekitar kawasan hutan. Aktifitas petani hutan menggarap lahan akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja, peningkatan kesejahteraan sosial hingga terciptanya kemandirian desa,” kata Exy Wijaya Koordinator Aksi KHDPK Blora dalam press releasenya.

Exy Wijaya selalu Koordinator Aksi KHDPK Blora saat audiensi di DPRD Blora

Baginya KHDPK perlu segera disosialisasikan dan diimplementasikan agar petani bisa segera mendapat kepastian memperoleh akses legal menggarap lahan hutan.

“Selain acapkali terjadi konflik tenurial kawasan hutan, akibat tata kelola yang tidak tepat muncul penyalahgunaan kewenangan, seperti penyewaan lahan kepada pengusaha dan petani kaya. Petani miskin yang punya hak diabaikan, janji kesejahteraan petani tidak pernah terwujud, sehingga kemiskinan petani hutan terus meningkat. Kerusakan hutan terjadi akibat salah pengelolaan,” tegasnya.

Menurutnya, dalam penentuan pihak penerima perhutanan sosial KHDPK harus dalam skala prioritas. Dimaksudkan agar pengelolaan kawasan hutan menjadi tepat sasaran, dan tidak dimonopoli oleh investor besar.

“Misalnya, pemohon perhutanan sosial haruslah diprioritaskan KTH dan mendapat pendampingan tentang bagaimana cara mengelola hutan dan menjaga sumber daya alam seperti halnya sumber mata air dan keaneragaman hayatinya,” tuturnya.

Dirinya menyampaikan bahwa dalam situasi ini pemerintah sebagai representasi dari negara mestinya hadir untuk memfasilitasi petani hutan, lewat skema perhutanan sosial, KHDPK, atau Hutan Untuk Tanaman Rakyat.

“Agar hutan menjadi lahan produktif bisa memberikan nilai tambah kepada aspek ekonomi, sosial, ekologi yang berkelanjutan,” pungkasnya.

(Abu Sahid/ Eko Arifianto)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed