oleh

“Dualisme” Dewan Koperasi Indonesia

Penulis : Windan Jatnika,S.E., S.H

Ketua Koperasi Purna Wapalam Kabupaten Garut.

 

Dewan Koperasi Indonesia (DEKOPIN)  adalah suatu organisasi yang dibentuk berdasarkan amanat undang-undang, Pasal 57 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian menyebutkan bahwa koperasi secara bersama-sama mendirikan suatu organisasi tunggal yang berfungsi  sebagai pembawa aspirasi koperasi.

Pada bagian penjelasan Pasal 57 undang-undang Perkoperasian menyebutkan bahwa saat undang-undang ini diundangkan, organisasi tersebut bernama DEKOPIN. Oleh karena itu keberadaannya sudah sah berdasarkan hukum.

Namun demikian karena situasi saat ini menunjukan adanya perpecahan dalam tubuh DEKOPIN, dimana DEKOPIN menjadi dua kubu, maka sangat wajar apabila pertanyaannya adalah DEKOPIN manakah yang diakui oleh pemerintah? yang dipimpin Nurdin Halid atau Dr. Sri Untari Bisowarno. M.AP

Berdasarkan kronologis terjadinya perpecahan tersebut, bahwa Nurdin Halid telah terpilih kembali melalui Munas di Makasar sebagai Ketua DEKOPIN. Sementara Pasal 19 ayat (3) Anggaran Dasar DEKOPIN menyebutkan pimpinan dipilih secara langsung dengan masa jabatan paling lama  2 kali secara berturut-turut.

Melalui perubahan Anggaran Dasar yang dilakukan pada saat menjelang Munas Makasar, maka Nurdin Halid dapat menjabat kembali menjadi pimpinan DEKOPIN. Namun yang menjadi persoalan adalah bahwa perubahan Anggaran Dasar tersebut belum disahkan oleh Pemerintah sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 59 UU Perkoperasian.

Atas dasar hal tersebut, peserta Munas yang tidak setuju dengan perubahan Anggaran Dasar melangsungakan Munas di lokasi yang berbeda dan Dr. Sri Untari Bisowarno. M.AP terpilih menjadi ketua DEKOPIN dan sah meskipun dari kubu Nurdin Halid menyatakan tidak ada bukti-bukti telah belangsungnya Munas tersebut.

DEKOPIN dibawah pimpinan Dr. Sri Untari Bisowarno. M.AP menilai bahwa Anggaran Dasar yang masih berlaku adalah Anggaran Dasar yang telah disahkan melalui KEPRES NO.6 Tahun 2011 tentang Pengesahan Anggaran Dasar Dewan Koperasi Indonesia, dan didalamnya mengatur tentang masa jabatan pimpinan hanya 2 kali secara berturut-turut.

Sampai saat ini belum ada keputusan resmi dari Pemerintah tentang persoalan dualisme DEKOPIN tersebut, kedua kubu masih melakukan upaya hukum di PTUN. Dalam hal ini memang Pemerintah tidak dapat intervensi apalagi ada keberpihakan, namun Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM tentunya dapat menjadi penengah dan memfasilitasi upaya mediasi.

Dengan demikian, di tingkat kabupaten pun Pemda dalam hal ini baik Bupati maupun Dinas Koperasi diharapkan tidak melakukan keputusan-keputusan yang seolah mendukung atau berpihak pada salah satu kubu. Hal ini karena di beberapa kabupaten termasuk di Garut, kedua kubu sudah mendeklarasikan dan melakukan Musda masing-masing.

Terjadinya Dualisme kepemimpinan dalam tubuh DEKOPIN telah memberi dampak luar biasa. Di daerah tingkat Provinsi, DEKOPINWIL menjadi dua, di tingkat Kabupaten DEKOPINDA pun menjadi dua, sehingga sangat mungkin ada ribuan Koperasi di daerah-daerah yang juga terpecah belah mengikuti versinya masing-masing.

Sebuah kondisi yang memprihatinkan, sebab akan berdampak negatif terhadap kerjasama antar Koperasi yang semestinya dibangun, bahkan berpotensi menjadi konflik. Padahal disisi lain Koperasi dibangun atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi untuk memperkokoh perekonomian rakyat.

Dualisme kepemimpinan ini terjadi disaat Pemerintah sedang fokus memperbaiki perekonomian masyarakat melalui Koperasi. Saat ini yang sangat dibutuhkan adalah kinerja DEKOPIN yang profesional, berintegritas, benar-benar dapat membantu ribuan bahkan jutaan Koperasi, serta DEKOPIN yang menjalankan fungsi dan perannya sesuai peraturan, bukan menciptakan polemik rebutan kekuasaan.

Dualisme dalam tubuh DEKOPIN harus segera diselesaikan, banyak pihak dan termasuk pelaku Koperasi di Kabupaten Garut menunggu kejelasan status DEKOPIN yang berkepastian hukum. DEKOPIN harus benar-benar menjadi organisasi tunggal sebagaimana telah diatur dalam perundang-undangan.

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed