oleh

Gaduh BLT-DD di Medsos, Komisi A Gelar Rapat Tertutup

BLORA, KAPERNEWS.COM – Karena gaduh di media sosial akhirnya Komisi A DPRD Kabupaten Blora melakukan pemanggilan terhadap para kepala desa yang realisasi Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD) kecil untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang terdampak Covid-19. Rapat dilakukan secara tertutup di ruang Komisi A DPRD Blora, Jawa Tengah, Senin (2/8/2021).

Pasalnya, muncul data menyebar dan mengkategorikan 10 desa terburuk dalam merealisasikan bantuan.

Menanggapi informasi adanya rapat tertutup di ruang kerjanya, Ketua Komisi A Supardi menjelaskan bahwa pemerintah desa merupakan penyelenggaraan urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat.

Ketua Komisi A DPRD Blora Supardi

“Untuk BLT-DD itu kan mengcover yang di luar DTKS, makanya regulasinya seperti apa itu memang kepada desa kemarin itu panglima daripada penggunaan Dana Desa itu adalah Musyawarah Desa (Musdes), memang tahap pertama dulu sudah dialokasi maksimal menurut Permendes,” kata Ketua Komisi A yang akrab disapa Mbah Pardi ini.

Kegaduhan itu salah satunya terjadi antar ex-anggota DPRD di kota setempat. Yakni, antara Seno Margo Utomo dan Joko Supratno.

Ketika dikonfirmasi awak media Joko Supratno mengatakan bahwa mengkategorikan adanya 10 desa terburuk dalam merealisasikan penyaluran BLT-DD tidak berdasar fakta di lapangan.

“Proses dikategorikannya itu dasarnya apa? Karena pencairan BLT-DD itu harus lewat musyawarah desa,” ujar pria yang akrab dengan sebutan Joko Sembung ini.

Mantan wakil rakyat dari fraksi Partai Nasdem Kabupaten Blora ini menjelaskan, bahwa jika ada perubahan tentang hasil keputusan Musdes, maka biasanya harus diadakan melalui Musdes khusus terlebih dahulu.

Menurut Joko, penyaluran BLT-DD untuk KPM terdampak Covid-19 di Kabupaten Blora kondisinya hanya gaduh di media sosial saja. Diungkapkannya seperti di kampungnya Desa Adirejo, Kecamatan Tunjungan, sangat baik realisasinya.

“Luar biasa baik realisasinya. Ora ono (tidak ada) komplain ning ndeso (di desa),” ungkapnya.

Lebih lanjut, Joko juga menjelaskan bahwa kondisi di lapangan tidak seperti angka yang muncul seperti data yang telah beredar. Diungkapkannya, seperti di kampungnya tersebut biasanya jika ada warga miskin yang meninggal diketahuinya justru dibantu oleh Kepala Desa (Kades) sendiri.

“Jika ada keluarga yang meninggal, itu Desa Adirejo, malah disumbang kadesnya sendiri. Ini bukan dalam artian pamer lho ya, ini satu contoh bahwa tingkat kepedulian Bu Kades saya itu bisa di contoh desa lain,” paparnya.

Sementara itu, Seno Margo Utomo mengungkapkan, bahwa dirinya sengaja menyebarkan data yang diperolehnya itu karena realisasi penyaluran BLT-DD dipandangnya rendah atau buruk.

“Serta, tidak sesuai dengan arahan pemerintah pusat,” imbuhnya.

Politisi dari Fraksi PKS Kabupaten Blora ini mengungkapkan, bahwa pemerintah hadir memberikan berbagai bantuan pada masa pandemi Covid-19. Salah satunya dilewatkan melalui BLT-DD.

Menurut Seno, bantuan yang rencananya akan direalisasikan selama 12 bulan di tahun 2021 ini, nilainya sebesar Rp 300 ribu untuk tiap-tiap KPM. Diakuinya, sejumlah fakta berdasarkan data secara tertulis telah dimilikinya secara lengkap.

“Saya salut dewan mau merespon kegaduhan isu BLT-DD. Berarti dewan khususnya Komisi A sudah menjalankan fungsi pengawasan. Dan saya berharap pemanggilan Kades berdampak pada optimalisasi berupa perbaikan realisasi kuota penerima BLT-DD tahap 2 dan 3 hingga mendekati alokasi 40 persen seperti kebijakan pemerintah pusat,” terangnya melalui pesan singkat.

Untuk Kabupaten Blora, dirinya berharap dari adanya kegaduhan, baik itu di sejumlah media sosial grup WhatsApp maupun media sosial lainnya, ujungnya agar ada perubahan realisasi di lapangan.

Diketahui adanya kegaduhan ini, akhirnya 10 Kades yang desanya dikategorikan terburuk dalam merealisasikan BLT-DD tahap I (Januari sampai dengan Mei 2021) sudah diklarifikasi dalam rapat tertutup yang digelar oleh Komisi A DPRD Kabupaten Blora dengan turut menghadirkan sejumlah Camat dan pihak Dinas PMD Kabupaten Blora.

Adapun desa yang dipanggil antara lain adalah Desa Botoreco (Kecamatan Kunduran), Desa Rowobungkul (Kecamatan Ngawen), Desa Getas (Kecamatan Kradenan), Desa Adirejo dan Desa Sukorejo (Kecamatan Tunjungan), Desa Brabowan (Kecamatan Sambong), Desa Kadengan (Kecamatan Randublatung), ​Desa Gabusan dan Desa Randulawang (Kecamatan Jati) dan Desa Tempellemahbang (Kecamatan Jepon).

Usai rapat tertutup tersebut digelar, para Kades enggan dimintai penjelasannya oleh sejumlah awak media, termasuk juga Kepala Desa Adirejo, Kecamatan Tunjungan.

“Mboten usah (tidak usah), Mas,” jawab Kades Adirejo, Sri Lestari ketika ditanya seusai acara klarifikasi tertutup yang digelar di ruang Komisi A DPRD Kabupaten Blora.

(Abu Sahid/ Eko Arifianto)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed