oleh

Lira Pasangkayu Desak Pemerintah Daerah dan DPRD Untuk Untuk Selesaikan Masalah Overlapping Antara SHM Milik Masyarakat HGU Perusahaan Perkebunan Sawit  

PASANGKAYU, KAPERNEWS.COM –  Setelah terungkap dari Rapat Dengan Pendapat (RDP) di DPRD Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat, bahwa terdapat ribuah hektar tanah masyarakat yang telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) mengalami tumpang tindih (overlapping) dengan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan besar perkebunan sawit. Ketua DPD Lumbang Informasi Rakyat (Lira) Pasangkayu, Mustakim Lahuda, melihat hal sebagai masalah krusial bila dibiarkan berlarut-larut.

Ketua Lira Pasangkayu yang juga disebut sebagai Bupati Lira, Senin 08 Nopember 2021 paparkan, bahwa dari hasil RDP DPRD Pasangkayu pada tanggal 2 November 2021 dan tanggal 8 November 2021, bahwa terjadinya overlapping itu diketahui setelah masyarakat mengajukan permohonan kredit ke bank dan ditolak sebab terjadi tumpang tindih dengan HGU.

Menurut Mustakim, overlapping ini terjadi kerena sebelum diterapkan digitalisasi pada peta pertanahan tahun 2018, batas-batas tanah, khususnya memang tidak pernah diketahui dengan jelas. Baik pemerintah setempat maupun perusaan pemilik HGU sendiri tidak pernah menentukan tapal batas tanahnya, apalagi masyarakat lebih tidak tahu lagi. Karena itu masyarakat tetap saja menggarap lahan yang mereka anggap miliknya selama berpuluh-puluh tahun, bahkan dengan dokumen yang mereka miliki, bisa terbit SHM.

“Setelah muncul muncul peta digital, ternyata SHM milik masyarakat itu masuk kawasan HGU perusahaan perkebunan sawit. Inilah yang akan menjadi persoalan krusial, sebab keduabelah pihak sudah memiliki dokumen kepemilikan yang dibuat oleh negara dalam hal ini BPN. Baik masyarakat yang memilik SHM maupun perusahaan pemilik HGU tentu akan saling mempertahankan haknya masing-masing. Tentu harus ada jalan keluar dan tidak boleh dibiarkan berlarut-larut,” papar Mustakim.

Dalam pandangan Bupati Lira Pasangkayu ini, dari awal adanya HGU tersebut perlu dipertegas letak tapal batasnya oleh pihak pemilik HGU bukan dibiarkan terbengkalai lalu dikuasai oleh masyarakat. Karena masyarakat tidak mengetahui dimana HGU itu berada, tidak akan pernah merasa bahwa mereka menggarap kawasan HGU apalagi tidak ada larangan, juga ketika mengajukan SHM ke BPN tidak ada pihak-pihak yang keberatan.

Pada sisi lain Mustakim juga katakan, bisa jadi, sebelum HGU itu ada, masyarakat sudah puluhan tahun menggarap lahannya. Jadi masyarakat dan lahan-lahan garapannya ikut serta diHGU-kan. Karena pemilik HGU sendiri tidak pernah menunjukkan dan mempertegas batas-batas HGU-nya jelas, nanti digitalisasi kelihatan, ternyata di dalam kawasan HGU ada tanah ber-SHM milik masyarakat,bahkan mungkin ada perkampungan dan dan sebagainya.

Jadi pada kesimpulannya, Lira Pasangkayu mendesak kepada Pemerintah daerah dan Legislatif harus lebih serius serta sungguh-sungguh menangani hal ini. “Hal ini harus diselesaikan, SHM milik masyarakat harus mendapatkan legalitasnya sebagaimana yang seharusnya. Juga DPRD dan Pemerintah Daerah meminta kepada perusahaan untuk peduli kepada masyarakat dengan memberikan pengakuan atas SHM tersebut. ( LS/ASW)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed