oleh

Puncak Peringatan Seabad Samin Surosentiko, Dihadiri oleh Bupati Blora dan Walikota Sawahlunto

BLORA, KAPERNEWS.COM – Paska acara brokohan dan Webinar Kebudayaan tentang Penguatan Sejarah Samin Surosentiko sebagai Cagar Budaya Warisan Budaya, Selasa (14/3/2022) yang berlangsung lebih kurang tiga jam, dengan para pembicara di antaranya Dirjen Kebudayaan Kemendikbud RI Dr. Hilmar Farid, Bupati Blora H Arief Rohman, S.IP, M.Si, Walikota Sawahlunto, Deri Asta, SH, Sedulur Sikep Gunretno, Peneliti dan Penulis Dr. Elsa Putri Elmisah Syafril, M.Pd, Akademisi Peneliti Sedulur Sikep Amrih Widodo, Ph.D, dan Jurnalis, Produser dan Sutradara Film Dandhy Dwi Laksono dengan moderator Eggy Yunaedi, peringatan satu abad perjuangan Samin Surosentiko puncak acara dilaksanakan Rembugan ‘Panglingo Wonge Ojo Pangling Swarane, Laku Sikep Kanggo Donya Sak Isine’ di Pendopo Pengayoman, Desa Plosokediren, Kecamatan Randublatung, Blora, Jawa Tengah, Selasa (15/3/2022) sekitar pukul 20.00 WIB.

Webinar Kebudayaan Peringatan Seabad Perjuangan Samin Surosentiko

Acara dihadiri oleh Bupati Blora H. Arief Rohman, S.IP, M. Si, Wakil Bupati Blora Tri Yuli Setyowati, ST, MM, serta Walikota Sawahlunto Deri Asta, SH yang hadir langsung dari Sumatra Barat didampingi Kepala Bidang Peninggalan Bersejarah dan Permuseuman dari Dinas Kebudayaan, Peninggalan Bersejarah dan Permuseuman Kota Sawahlunto Rahmat Gino dan ajudan Dedi Salman, Camat Randublatung Sutarso, S.Sos, M.Si dan Kepala Desa Plosokediren Juwadi.

Wiji Kendeng dan Sami Wiji menembangkan sepuluh tembang Dandhanggula dan Pangkur

Sebelum diskusi dilakukan pemutaran film Geger Samin, penampilan klonengan Sami Wiji, kidungan Wiji Kendeng dengan diselingi alunan grup musik GaGeGo.

Bupati menyambut baik kedatangan Walikota Sawahlunto di Kabupaten Blora untuk hadir di acara peringatan satu abad perjuangan Samin Surosentiko.

“Pak Walikota Sawahlunto, beliau jauh-jauh datang dari Sumatera Barat ini menyambung paseduluran sedherek-sedherek wonten Blora meniko, terima kasih Pak Walikota kehadirannya,” ucap Bupati Blora.

Bupati Blora Arief Rohman saat menyampaikan sambutannya

Dikatakan Bupati, hal tersebut salah satunya merupakan bentuk komitmen beliau, bahwa memang kita punya hubungan antara Blora dan Sawahlunto.

“Saya merasa bahagia malam ini bisa hadir disini, ini ide gagasan dari mas Gunretno untuk memperingati satu abad Mbah Samin Surosentiko,” ucap Bupati Arief Rohman.

“Kami Pemerintah Kabupaten Blora menyampaikan terimakasih apresiasi setinggi-tingginya kepada anak keturunan Mbah Samin Surosentiko, para sedulur Sikep, khususnya yang dari Blora atas sumbangsihnya selama ini serta perannya dalam rangka membangun Kabupaten Blora,” lanjutnya.

Dikatakan Bupati, ke depan dirinya inginkan sinergi sedulur sikep dengan pemerintah, agar ajaran Mbah Samin bisa memberikan kemanfaatan untuk sedulur Sikep dan masyarakat luas.

“Ke depan itu kita juga ingin mendukung bahwa Samin itu identik dengan Blora, nantinya kita ingin kerjasama antara Blora dengan Sawahlunto bagaimana kita saling bisa mendukung, dalam rangka nguri-nguri ajaran Mbah Samin,” ucapnya.

Walikota Sawahlunto menyampaikan, bahwa ia hadir untuk bersilaturahmi dengan sedulur sikep yang ada disini. Selain itu, di Sawahlunto saat ini juga masih ada keturunan-keturunan keluarga Mbah Samin.

Walikota Sawahlunto Deri Asta

“Kami terima kasih diundang ke sini dan kami memang khusus menyediakan waktu untuk berkumpul bersilaturahmi dengan saudara saudara kami disini, karena di Sawahlunto ini masih ada keturunan-keturunan keluarga Mbah Samin yang terkumpul dalam keluarga Dulur Tunggal Sekapal, ini konon katanya yang satu kapal bersama-sama sampai ke Sawahlunto,” papar Deri Asta.

Walikota Deri Asta kemudian bercerita terkait sejarah Mbah Samin saat berada di Sawahlunto.

Disampaikannya bahwa saat itu pemerintah kolonial melakukan penambangan batu bara di wilayah Sawahlunto dan membutuhkan tenaga kerja yang banyak.

“Pemerintah kolonial mengeluarkan semacam surat bagaimana tenaga-tenaga ini memanfaatkan tahanan di wilayah jajahan pada dahulu salah satunya tokoh masyarakat disini Mbah Samin Surosentiko yang termasuk yang ditangkap dan dijadikan tahanan perang,” terang Walikota.

Dijelaskannya, tahanan yang berada di pertambangan batu bara itu adalah tahanan yang terakhir dan termasuk tahanan yang berat, kalau orang ke Sawahlunto berarti pelanggarannya menurut Belanda adalah pelanggaran berat.

Bahkan, Samin Surosentiko bersama beberapa pengikutnya dijadikan buruh tenaga kerja paksa untuk menambang batu bara. Karena dianggap sebagai tahanan yang berbahaya, dirinya juga dirantai.

Mbah Samin dan para pekerja tambang lainnya pun hanya diberikan identitas berupa nomor, bahkan sampai saat meninggal.

“Pak Samin dengan delapan orang pengikutnya dibawa ke Sawahlunto dijadikan buruh tambang tenaga kerja paksa yang disebut dengan Orang Rantai, orang rantai bekerjanya dirantai mengambil batu bara di tambang. Ini adalah sejarah kejam penjajahan pemerintahan kolonial Belanda,” lanjutnya.

Meski demikian, lanjut Walikota Deri Asta, terdapat perbedaan cara pandang pemikiran antara penjajah dan pihak yang dijajah tentang apa yang dilakukan Samin Surosentiko.

“Kalau bicara pelanggaran berat, tentu ada perbedaan pendapat. Kalau menurut Belanda itu pelanggaran atau pemberontak, kalau menurut kita adalah pahlawan, itu perbedaan mindset atau pola pikir antara penjajah dengan orang yang dijajah,” jelasnya.

Hingga saat ini, para keluarga pekerja tambang yang ada di Sawahlunto masih memiliki kekerabatan dalam bentuk ‘Dulur Tunggal Sekapal’.

“Ini sejarah yang kita punya, dan sampai hari ini keluarga pekerja tambang masih ada di Sawahlunto dalam bentuk kekerabatan dulur tunggal sekapal dan hidup berdampingan bersama sama seluruh masyarakat yang ada di Sawahlunto,” katanya

Dikatakannya masih banyak buku-buku literatur sejarah yang berbeda, maka kemudian diperlukan kajian yang lebih komprehensif kaitannya dengan sejarah Samin Surosentiko.

“Masih banyak buku-buku literatur sejarah yang berbeda oleh karena itu saya dengan Pak Bupati melakukan Webinar, harus ada kajian yang lebih komprehensif,” ucapnya

Walikota Sawahlunto menyampaikan bahwa ke depannya akan ada rencana untuk menjalin kerjasama lebih lanjut untuk menggali potensi budaya yang ada.

“Ke depan tentu kita harus kaji lagi, kami diskusi panjang lebar dengan Pak Bupati, tadi mungkin akan ada rencana MoU atau semacam kesepakatan kerjasama untuk menggali potensi budaya dan silaturahmi. Sebab kedatangan kami kesini mewakili pemerintah kota Sawahlunto dan mewakili keluarga-keluarga Samin yang sekarang masih ada,” tutupnya.

Salah satu tokoh Sedulur Sikep dari Sambongrejo Blora, Pramugi Prawirowijoyo menyampaikan bahwa Samin dan pengikutnya melakukan perlawanan kepada penjajah tanpa menggunakan kekerasan.

Pramugi Prawirowijoyo Sedulur Sikep dari Sambongrejo Blora

“Samin sak pendereknya melawan Belanda tanpa memakai kekerasan, karena Sedulur Sikep iku wes kondang kaloka ora seneng tukar padu, ora seneng gegeran, senengane kerukunan,” paparnya

Salah satu tokoh sedulur sikep dari Bojonegoro, Bambang Sutrisno, menyampaikan bahwa ajaran Samin Surosentiko sudah ditetapkan sebagai warisan budaya.

“Di tahun 2019 ajaran Samin Surosentiko sudah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda Indonesia di tahun 2019,” ucapnya.

Dalam kesempatan tersebut, Gunretno salah satu tokoh Sedulur Sikep dari Baturejo Sukolilo Pati, mengatakan bahwa sudah semestinya semua sedulur Sikep mengucapkan terima kasih kepada Mbah Ngadimah selaku orang yang memberikan tempat ini pada kita semua.

Gunretno salah satu tokoh Sedulur Sikep dari Baturejo Sukolilo Pati dan Kepala Desa Plosokediren Randublatung Juwadi (memegang mikrophone)

“Mbah Ngadimah sudah lebih dari 30 tahun ini tidak bisa melihat. Mbah Ngadimah sekeluarga sudah mengikhlaskan tanah Kediren untuk anak putu sedulur Sikep setahun yang lalu tepatnya tanggal 15 Maret 2021. Sudah selayaknya sedulur Sikep dari mana saja, baik dari Blora, Pati, Kudus, Rembang, Bojonegoro, dan lain-lainnya mengucapkan terimakasihnya,” ungkapnya dalam bahasa Jawa.

Gunretno memperkenalkan Mbah Ngadimah kepada sedulur-sedulur yang ada di Pendopo Pengayoman Mbah Samin Surosentiko Plosokediren Blora

Dirinya menjelaskan, di saat tahun 1907 para raja Jawa lebih berpihak kepada kolonial Belanda daripada rakyatnya, Mbah Samin malah memberikan pengayoman kepada masyarakat kecil.

“Di sini dinamakan Pendopo Pengayoman, itu memberikan kecukupan dan rasa tenteram, semoga bisa digunakan untuk menyelesaikan permasalah-permasalahan rakyat, diskusi di bidang pertanian, tentang lingkungan hidup, tentang persaudaraan,” ujarnya.

Sementara itu, seorang pemerhati sejarah tentang Samin, Eko Arifianto membenarkan apa yang disampaikan Gunretno bahwa ada berita tertulis pada tanggal 15 Maret 1907 tentang penangkapan Samin Surosentiko.

“Iya, ini menguatkan tradisi lesan sedulur Sikep bahwa Mbah Samin Surosentiko berasal dari Plosokediren Randublatung Blora. Karena memang benar dulu ada media yang memuat berita tersebut. Kebetulan dokumen tersebut saya temukan di Lembar Kedua Koran Berita Batavia yang terbit Jumat, 15 Maret 1907,” ungkapnya.

Pemerhati sejarah, Eko Arifianto menunjukkan tulisan berita Bataviaasch Nieuwsblad 1907

Menurut Eko, Bataviaasch Nieuwsblad sendiri adalah koran yang sangat kritis terhadap pemerintah kolonial dan menjadi corong warga Indo di Hindia Belanda.

“Surat kabar ini hampir dibaca di seluruh nusantara. Sejumlah tokoh Indo-Eropa seperti Ernest Douwes Dekker pernah bekerja di sini. Harian progresif ini juga memberitakan penderitaan petani pribumi dan evolusi kesadaran nasional Indonesia. Ini adalah koran pertama yang melaporkan pendirian organisasi politik pribumi pertama yaitu Budi Utomo pada tahun 1908. Berkantor pusat di Batavia (Jakarta sekarang) dan didirikan oleh wartawan dan penulis Belanda P.A. Daum pada tahun 1885, dan bertahan hingga 1957,” paparnya.

Lebih lanjut Eko menjelaskan bahwa berita tentang Samin tersebut ditulis dalam bahasa Belanda dengan judul menggunakan huruf kapital yang terjemahannya: Penahanan Soerontiko Alias Samin dan Sedulur-Sedulurnya.

“Kurang lebih artinya kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia seperti berikut ini: Sebagai lanjutan dari telegram tanggal 28 Februari 1907 (Kemis Legi, 14 Sura Jimawal 1837) AJ lalu, Residen Rembang melaporkan hal berikut pada tanggal 4 Maret 1907 (Senin Kliwon, 18 Sura Jimawal 1837 AJ) ini: Sejak investigasi dilakukan setahun yang lalu ke dalam ajaran Surontiko – Samin yang tinggal di dusun Ploso desa Kediren Randublatung wilayah Blora, di sini pegawai lokal selalu mengawasi dengan cermat tindakan dan orang-orang yang menjadi murid-muridnya,” terangnya sambil menunjukkan deretan kalimat pemberitaan dalam bahasa Belanda.

Menurut pemerhati sejarah Eko Arifianto, temuan dokumen berita tahun 1907 ini bisa menguatkan tradisi lesan sedulur Sikep bahwa Samin Surosentiko berasal dari Plosokediren Randublatung Blora

Dirinya mengungkapkan dalam pemberitaan tahun 1907 tersebut, bahwa interogasi lebih lanjut yang didapat dari pemerintah Blora akhirnya melihat sesuatu yang mencurigakan.

“Di sini diberitakan, bahwa jumlah murid Samin terus meningkat, dan pada tahun 1907 itu sejumlah sekitar 3.000 orang. Setengah dari mereka berada di wilayah Blora dan yang lainnya di wilayah Bojonegoro, Grobogan dan Ngawi yang berdekatan,” tuturnya.

Eko meneruskan, pada akhir tahun 1906, mereka para pengikut Samin mulai memisahkan diri dari orang-orang sezaman mereka, sampai-sampai mereka tidak mau bekerjasama dalam pembuatan lumbung desa, tidak ingin menyimpan benih padi mereka di lumbung kepala desa, dan di daerah Bojonegoro, mereka juga tidak mau mengandangkan ternaknya dalam kandang seperti masyarakat umumnya.

Foto yang diduga kuat Samin Surosentiko beserta saudara seperjuangannya saat menjadi buruh paksa pertambangan batubara di Ombilin Sawahlunto (Dokumen KITLV/ Koleksi Samijoyo All Star Blora)

“Mereka (Sedulur Sikep, red) tidak menganggap semua ini perlu. Pajak masih dibayar dengan baik oleh mereka, meskipun seperti yang terlihat, beberapa di sana-sini telah menunjukkan bahwa mereka tidak menganggap ini sebagai kewajiban terhadap negeri, tetapi sebagai tindakan sukarela. Inilah berita pada surat kabar Bataviaasch Nieuwsblad tahun 1907 tersebut,” pungkasnya.

Turut hadir pada acara puncak Seabad Perjuangan Samin Surosentiko malam itu Wakapolres Blora Kompol Christian Chrisye Lolowang, SH., SIK., MH, Forkopimcam Randublatung, sedulur Sikep dari beberapa Kabupaten, seperti Bojonegoro, Rembang, Pati, Kudus, dan Blora yang tersebar di beberapa Kecamatan seperti Kradenan, Kedungtuban, Sambongrejo dan Banjarejo.

(Abu Sahid)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed