oleh

Hingga 2,5 Juta Rupiah, LSPP: Mark Up Harga Seragam Di Sekolah Berpotensi KKN

TEMANGGUNG, KAPERNEWS.COM – Pembahasan atas tindaklanjut pelaksanaan Surat Edaran (SE) Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga Temanggung (Dindikpora) Nomor : Nomor : B/357/420/VII/2023, Tanggal 27 Juli 2023 yang ditujukan kepada seluruh Kepala Sekolah dan Komite Sekolah TK, SDN dan SMPN di Kabupaten Temanggung berjalan alot dan berakhir buntu. Sejak awal pertemuan antara Dindikpora dengan Lingkar Studi Pemberdayaan Perdesaan (LSPP) yang dibuka Agus Sujarwo, AP, M.M selaku Kepala Dindikpora serta Sekretaris Dinas, Andrie Arfianto, SE, MT beserta jajarannya menyampaikan bahwasanya tidak ada sekolah yang mewajibkan pembelian seragam melalui sekolah. Penjelasan Kadindikpora ini mendapat tanggapan keras dari Andrianto, Ketua LSPP berdasarkan adanya bukti informasi maupun slip/ tanda pembayaran dari orang tua murid sekolah SMPN dan SDN di saat pelaksanaan PPDB 2023 di 9 Kecamatan di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.

Andrianto, Ketua Lingkar Studi Pemberdayaan Perdesaan (LSPP) saat audiensi

“Sebagaimana temuan LSPP bahwa modus yang dilakukan pihak sekolah dalam mewajibkan pembelian seragam kepada wali murid disampaikan secara lisan dan umumnya tidak memberikan kuitansi/bukti pembayaran,” kata Andrianto, Ketua LSPP dalam siaran persnya, Jumat (4/8/2024).

Menurut Andrianto, selain itu, bagi sekolah yang memberikan bukti pembayaran pembelian seragam maka untuk kuitansi/tanda buktinya hanya seukuran secarik kertas kecil semacam slip retribusi parkir kendaraan bermotor.

“Dengan diberikannya bukti pembayaran berupa slip dan terkesan tidak berharga ini umumnya dibuang/ tidak disimpan secara baik sebagai alat bukti pembayaran sah oleh orang tua murid,” ujarnya.

Padahal, lanjut Andri, nilai nominal atas pembayaran seragam yang dikoordinir sekolah/ komite sekolah ini memiliki nilai cukup besar yaitu berkisar antara 1,2 – 2,5 juta rupiah.

“Berdasarkan slip pembayaran seragam yang diberikan kepada wali murid tertera cap/ stempel sekolah dan dilakukan pada tanggal saat pelaksanaan PPDB yaitu pada rentang minggu ke 3-4 Mei 2023. Artinya, kewajiban pembelian seragam melalui sekolah/komite sekolah ini dilakukan dimasa PPDB 2023 dan telah melanggar 2 ketentuan peraturan menteri sekaligus yaitu Permendikbud No. 75/2016 tentang Komite Sekolah dan Permendikbud No. 1/2021 tentang PPDB Pada TK, SD, SMP, SMA dan SMK,” imbuhnya.

Dengan adanya bukti pembayaran seragam dari beberapa sekolah SMPN ini dirinya menduga hal tersebut juga dilakukan oleh sekolah-sekolah lain di Kabupaten Temanggung.

Sementara itu LSPP juga mempertanyakan bahwa besarnya nilai mark up/ penggelembungan harga seragam yang dipatok oleh pihak sekolah/ komite sekolah.

“Sesungguhnya harga tersebut didasarkan pada pertimbangan apa dan kelebihan hasil uangnya dikemanakan,” ucapnya.

Berdasarkan hasil pengecekan harga kain seragam sekolah melalui 5 (lima) e-commerce terkemuka di Indonesia untuk 1 stel berupa bahan atasan dan bawah itu maksimal Rp. 120.000,-.

“Bilamana merujuk pada Permendikbud No. 50/2022 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik adalah putih, pramuka dan batik maka kebutuhan untuk pembelian kain seragam sekolah tidaklah sampai mencapai Rp. 500 ribu,” jelasnya.

LSPP menganalisa bahwa mark up/ penggelembungan harga seragam sekolah ini merupakan suatu cara untuk meningkatkan harga secara tidak normal dan terindikasi menguntungkan diri sendiri ataupun pihak lain dengan melawan hukum/peraturan yang ada.

“Sebagaimana tertuang dalam ketentuan PP No. 66/2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan jelas disampaikan bahwa satuan pendidikan wajib menjunjung tinggi prinsip Nirlaba artinya tidak mencari keuntungan ekonomi dalam penyelenggaraan pendidikan,” terangnya.

Dalam pertemuan, LSPP mempertanyakan pula cara yang dilakukan Dindikpora dalam melakukan investigasi kepada beberapa sekolah sehingga diketemukan bahwasanya pihak sekolah tidak mengakui adanya pemberlakukan kewajiban pembelian seragam kepada orang tua murid pada pelaksanaan PPDB yang baru saja berjalan.

“Selain itu, Dindikpora menambahkan agar orang tua murid yang memiliki bukti pembayaran bisa menyampaikan kepada pihak sekolah untuk meminta pengembalian uang seragam yang telah dibayarkan kepada pihak sekolah/ komite sekolah,” terangnya.

Atas penjelasan Kadindikpora ini LSPP menolak keras dengan mendasarkan kondisi faktual yaitu, (1). Sebagaimana ketentuan yang berlaku bahwa identitas pelapor/pemberi informasi itu dilindungi undang-undang. (2). Pola pembelian seragam oleh orang tua murid dimasa PPDB sudah diketemukan dan disampaikan LSPP kepada Dindikpora sejak 2020 namun masih saja terus berlangsung, (3). Orang tua murid menyampaikan bahwa tidak ada informasi apapun dari sekolah/komite sekolah terkait pengembalian biaya pembelian seragam disaat PPDB sebagaimana amanat SE Kadindikbud tertanggal 27 Juli 2023. Artinya, pihak sekolah/komite sekolah tidak melakukan sosialisasi SE Kadindikbud kepada seluruh orang tua murid.

“Bagi LSPP, praktik pembelian seragam oleh peserta didik baru di masa PPDB yang dikoordinir sekolah/ komite sekolah terindikasi merupakan perbuatan konspiratif yang rapi karena berlangsung setiap tahun,” bebernya.

Selain itu, harga seragam yang dipatok oleh sekolah/komite sekolah jelas merupakan kegiatan mark up/penggelembungan harga yang berpotensi merupakan suatu tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

“Itulah sebabnya LSPP akan mempersiapkan laporan resmi kepada Komisi X DPR RI, Gubernur Jawa Tengah serta aparat penegak hukum (APH),” pungkasnya.

(Abu Sahid/ Eko Arifianto)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed