oleh

BENDWAGON ITU ADALAH NEGARA, ANGKOT “KENDARAAN” PARTAI POLITIK

“Analisis Filosofis dari istilah Bendwagon secara teoritis dan tekhnokratis”

Bendwagon jika diartikan secara etimologis artinya kendaraan besar dari dua suku kata yaitu Bend dan Wagon, sedangkan angkot menggambarkan kendaraan kecil yang biasa dipergunakan oleh masyarakat pada umumnya.

Secara teoritis Bandwagon effect dapat didefinisikan sebagai kecenderungan orang-orang melakukan atau mempercayai sesuatu  karena mayoritas orang melakukan atau  mempercayai hal itu.

Keyakinan umum  tersebut, walaupun belum  tentu  benar,  menurut Roger Fisk adalah sebuah strategi  yang sangat manjur dalam meyakinkan masyarakat. Insan intelijen biasa menyebutnya sebagai “conditioning”, dimana target akan dipengaruhi agar mau berpikir dan berbuat seperti apa yang dikehendaki oleh “handler” tadi.

Dilansir dari Sindo News, istilah bandwagon pertama kali dikenalkan pada pertengahan abad ke-19 di Amerika Serikat. Menariknya, istilah ini sebenarnya merujuk pada parade musik dan sirkus. Biasanya dalam sebuah parade musik maupun acara sirkus, terdapat kereta musik. Kereta musik inilah yang dinamakan bandwagon. Sambil memainkan alunan musik, orang-orang pun langsung datang dan turut meramaikan festival tersebut. Dari fenomena inilah, langsung melahirkan istilah bandwagon effect.

Dilansir dari Intisari, psikolog mengungkapkan bahwa efek bandwagon sebenarnya termasuk bagian dari bias kognitif, dimana bisa dialami oleh banyak orang secara bersamaan. Maksudnya adalah pemikiran seseorang bisa dipengaruhi oleh sesuatu yang sering dilakukan banyak orang. Misalnya, tren membuat konten prank. Berhubung jenis konten ini sedang laris dikalangan kreator, tidak sedikit yang mengunggah konten serupa demi popularitas.

Di media sosial, bandwagon sudah menjadi hal yang biasa. Seperti jenis konten yang sedang tren pun menjadi inspirasi bagi orang untuk mengikutinya. Tidak hanya itu, Warganet juga seringkali mengadakan semacam challenge di platform media sosial, hanya sekadar ‘ikut-ikutan’ tren.

Misalnya seperti Tari Ubur-Ubur di TikTok, yang terjadi pada beberapa bulan lalu. Sebagian besar masyarakat di Indonesia mengikutinya, agar bisa diakui oleh orang lain.
Mengunggah konten-konten bandwagon dianggap menguntungkan bagi para konten kreator.

Hal ini karena dapat meningkatkan traffic di media sosial, serta memperoleh popularitas. Angka follower dan liker meningkat dalam waktu yang tidak lama. Akan tetapi, bandwagon effect juga bersifat sementara, karena hanya tren di saat itu.

Selain itu, kamu juga perlu memilah-milah, mana yang cocok dan positif untuk dijadikan bandwagon dan mana yang tidak. Enggak ada salahnya mengikuti perkembangan, tetapi tetap sesuaikan dengan kultur, etika, dan prinsip yang benar.

Secara filosofis Bendwagon dan angkot, Beng wagon merupakan sebuah perumpamaan yang sangat dalam mengambarkan kendaraan besar “Bend = Besar, Wagon = Kendaraan.

Jika kita ilustrasikan dalam pandangan real perumpamaan tersebut adalah sebuah Bis besar atau kereta yang bisa mengangkut banyak orang yang rute perjalanannya bisa sangat jauh. Sedangkan angkot adalah sebuah angkutan kota yang mengangkut segelintir orang atau beberapa orang saja dan rute perjalanannya pendek dan telah ditentukan, dengan kata lain jika dikaji dan diterapkan secara tekhnokratis dalam tatanan kenegaraan menggambarkan bahwa kendaraan besar kita adalah negara yang mendrivernya adalah pemerintah.

Dalam hal ini negara menjadi keniscayaan harus menjadi kendaraan besar bagi seluruh bangsa Indonesia bukan kendaraan angkot yang dikendalikan oleh kelompok kecil yang memiliki modal besar, sehingga jika negara dijadikan “angkot” maka terkesan bahwa pengendali negara ini hanya sekelompok/golongan saja yang pernah berjasa dalam mengusung calon kandidat ketika pemilihan proses sampai pemilihan berlangsung.

Disisi lain kalau negara sebagai Bendwagon harus mengangkut semua unsur dan element masyarakat karena apabila seseorang yang telah terpilih sebagai driver dalam kendaraan besar itu sudah menjadi milik dan pemimpin bersama bukan milik penumpang angkot saja.

Jika merasa bahwa yang memilih dia sebagai driver Bis Besar hanya penumpang angkot saja, maka yang akan dipentingkan adalah “hanya sekelompok penumpang angkot saja” yang drivernya adalah para pimpinan partai politik yang mengusung ketika dia mencalonkan diri sebagai supir kendaraan Besar “BIS” atau “Masinis Kereta Api” Bendwagon dalam konsteks politik pun harus jelas arahnya.

Sebenarnya para penumpang yang ikut dalam Bis Besar itu mau dibawa ke mana, jangan sampai rute perjalanan bis itu tergantung arah angin bukan tergantung aturan lalulintas yang telah ditentukan sehingga jika bis besar itu karena tergantung petunjuk arah angin, maka penumpang yang mengikuti bis itu tidak jelas tujuannya dan tidak tertutup kemungkinan bahwa penumpang tersebut tidak sampai ke tujuan yang lebih parah lagi jika yang menentukan perjalanan bis itu dikendalikan oleh pemilik bis, bukan oleh driver yang mengendalikan kendaraan tersebut, maka yang terjadi supir atau driver akan lebih manut kepada pemilik Bis itu sendiri.

Misalkan ketika salah satu partai politik sedang mengalami masalah, maka rute itu hanya diarahkan ke Cikeas dan hambalang saja, atau contoh lain ketika KPK dianggap sunsang maka bis itu hanya diarahkan ke Jalan Kuningan Persada saja, hal ini mungkin saja karena driver tidak mengambil sikap terhadap kisruhnya pegawai KPK yang tidak lulus tes wawasan kebangsaan bermuatan politik.

Kata Kunci Artikel ini : “Jadikanlah negara ini sebagai kendaraan besar yang bisa mengakomodir semua kepentingan rakyat dan jangan jadikan negara ini sebagai angkot yang hanya mengakomodir sekelompok orang saja karena merasa “mempunyai hutang budi” kepada supir dan penumpang angkot ketika ingin menjadi driver kendaraan besar tersebut.

Oleh : Rosidin
Mahasiswa Program Pasca Sarjana Mikom Universitas Mercu Buana Jakarta

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed