oleh

Komnas Perlindungan Anak Jabar Lakukan Pendalaman Terkait Meninggalnya Anak SD, “Polisi Diminta Lakukan Mekanisme Diversi”

GARUT, KAPERNEWS.COM – Berdasarkan Ketentuan UU RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistim Peradilan Pidana Anak (SPPA), dan demi keadilan bagi korban dan keluarganya serta untuk membuat efek jera pelaku,  Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Indonesia Arist Merdeka Sirait mendorong aparatur penegak hukum untuk menggunakan penyelesaian dengan pendekatan secara Diversi, yaitu  penyelesaian kasus tindak pidana diluar  pengadilan terhadap kasus tewasnya FNM bocah kelas 6 SD  setelah berkelahi dengan HKM teman sekelasnya di Desa Cikandang, Kecamatan Cikajang Garut beberapa waktu lalu.

Menurut Diah Momon  selaku Ketua Komnas Anak perwakilan Jawa Barat, setelah melakukan iinvestigasi lapangan dan bertemu keluarga korban di  Cikandang, Cikajang  membenarkan bahwa kasus meninggalnya FNM ditangan HKM yang  bermula pada hari Jumat 20 Juli 2018, HKM kehilangan buku, kamudian keesokan harinya sabtu 21 Juli 2018 bukunya yang hilang sudah ada dibawa meja bangku FNM. Selepas pulang sekolah FNM menuduh HKM yang mencurinya, akhirnya terjadilah perkekahian diantara mereka, jelas the Diah Momon (28/7).

Lanjutnya, saat berlangsungnya perkelahian didesa Babakan Cikandang Garut, HKM mengeluarkan gunting  yang sudah ia bawa dalam tasnya kemudian mengarahkan gunting tersebut kearah tubuh FNM dan mengakibatkan korban mengalami luka di kepala dan punggung.

“Perkelahian itu berlangsung selepas sekolah, setelah perkelahian itu pihak keluarga masih sempat membawa FNM ke RS Garut untuk mendapat perawatan intensif,  namun sayang FNM menghembus nafasnya pada minggu 22 Juli 2018 sehari sebelum Hari Anak Nasional 2018,” jelas te Diah.

Peristiwa perkelahian dua siswa dari sekolah yang sama di Garut ini dan mengakibatkan salah seorang meninggal dunia menambah daftar panjang kasus kekerasan yang dilakulan anak sebagai pelaku.

Dijelaskan teh Diah, sesuai Pusat Data dan informasi (Pusdatin) melaporkan Komnas Perlindungan Anak dalam kurun waktu enam bulan dari Januari-Juni 2018, menerima 879 laporan  kekerasan terhadap anak, dimana 16% pelakunya adalah usia anak. Sehingga dalam pengamatan Komnas Anak Jawa Barat melihat adanya peningkatan jika dibanding tahun 2017 yakni 14%.

“Sungguh diluar akal sehat, sebab kekerasan yang dilakukan anak didominasi  kejahatan seksual, Bullying, perkelahian, tawuran, kekerasan fisik, maupun begal,” sesal ketua Komnas Anak Jawa Barat.

Sementara menurut AR Enggang Simpaty, salah seorang tim investigator cepat Komnas Perlindungan Anak perwakilan Jawa Barat yang menemui korban dan keluarganya di rumahnya, kalau kedua anak yang berkelahi tersebut sesungguhnya masih ada hubungan saudara.

“Setelah dilakukan pendalaman atas kronologi peristiwa kriminal yang dilakukan anak dan korbannya anak,  demi kebaikan dan efek jera bagi pelaku, Komnas Perlidungan Anak mendorong pihak Polres Garut untuk menggunakan hak diskresinya guna memfasilitasi penyelesaian kasus pidana anak dengan menggunakan mekanisme Diversi, dengan melibatkan pemangku kepentingan seperti BAPAS, Psikolog dan Pegiat Perlindungan Anak untuk dikenai tindakan dengan pilihan di kembalikan kepada keluarga atau dtitipkan, atau diserahkan kepada pemerintah atau negara melaui  Dinas Sosial setempat,” jelas Enggang.

Pada prinsifnya, penyelesaian hukum terhadap kasus ini lebih mengedepankan kepentingan terbaik anak (the best interest of the child)“. Sekalipun ada kata damai di keluarga terhadap peristiwa ini, namun  penyelesaian hukumnya tetap harus dilakukan, sekalipun dikenai tindakan. Inilah prinsif keadilan restorasi (restorative justice) dalam menangani perkara tindak pidana yang dilakukan usia anak secara universal,  Demikian disampaikan Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak menjawab Media setelah menerima hasil asesment Komnas Perlindungan Anak Jawa Barat di Jakarta, sabtu 28 Juli 2018.

 

Laporan : Asep

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed