oleh

Audensi Pupuk 3 Jam di Kecamatan Jati, Akhirnya Pupuk Dijual Sesuai HET dan Percepatan Pembuatan Kartu Tani oleh BRI

BLORA, KAPERNEWS.COM – Masih banyaknya permasalahan terkait pupuk bersubsidi yang dirasakan petani, membuat para petani yang tergabung dalam Sedulur Relawan Tani (SENTANI) melakukan audiensi dengan Forkompimcam (Forum Koordinasi Pimpinan Kecamatan) Jati yang juga sebagai Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) Kecamatan Jati, BRI Unit Jati, Koordinator Pertanian dan Ketahanan Pangan, Asosiasi Kios Pupuk Lengkap (KPL) Blora di Aula Kecamatan Jati, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, Senin (22/02/2021) sekitar 10.00 WIB.

Saat membuka audiensi, Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) Jati Kepolisian Resort (Polres) Blora mengatakan bahwa ini ruang diskusi yang baik untuk saling berbagi informasi antara petani, kelompok tani, KPL, pemangku kebijakan di pertanian.

“Ke depan bisa menjadi lebih baik. Yang terpenting tetap kondusif dan tetap berkoordinasi dengan pihak kepolisian,” kata Kapolsek Jati AKP Bajuri.

Permasalahan petani di Kecamatan Jati sedikit berbeda dengan kelompok tani lainnya. Banyak petani yang tidak tahu bagaimana membuat Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani (RDKK) dan Kartu Tani serta alur distribusi pupuk bersubsidi.

SENTANI Kecamatan Jati saat beraudiensi di aula kecamatan

“Kelompok tani belum menerima distribusi pupuk bersubsidi sampai musim tanam ini,” kata Agus seorang Anggota Kelompok Tani Sekar Arum Desa Bangkleyan Kecamatan Jati.

Sebagai petani yang ingin mendapatkan haknya, Agus menanyakan tentang akar permasalahan hingga terjadi carut-marut distribusi pupuk bersubsidi.

“Sebetulnya proses distribusi pupuk bersubsidi itu kendalanya dimana? Ada selisih harga antara pupuk bersubsidi sebanyak 25 ribu rupiah pada tahun 2020. Kemarin sudah ada pertemuan di desa, yaitu petani, Kades dan pengencer. Kami para petani meminta kembali uang selisih tersebut namun kenapa hingga kini belum ada jawaban,” ujarnya.

Agus juga menanyakan tentang adakah kesepakatan antara distributor dan KPL soal harga pupuk bersubsidi yang dijual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).

Salah seorang anggota kelompok tani di Desa Jegong Budiyono juga menanyakan bagaimana cara membuat RDKK.

“Selain itu banyak juga dari kelompok tani Jegong yang belum mempunyai kartu tani. Ada yang punya tapi juga tidak bisa dipakai,” ungkapnya.

Koordinator Pertanian dan Ketahanan Pangan Kecamatan Jati memberikan jawaban terkait Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani (RDKK), yaitu rencana kebutuhan sarana produksi pertanian dan alsintan untuk satu musim/siklus yang disusun berdasarkan musyawarah anggota kelompok tani.

“RDKK ini didata oleh Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) desa yang komunikasi dengan Gapoktan. PPL sudah berkerjasama secara maksimal. RDKK yang diajukan PPL menjadi E-RDKK yang nanti disetujui oleh Pusat berapa kuota yang diterima. Sebenarnya pupuk tidak langka. Memang kuota pupuk yang diterima berkurang dan mungkin pemerintah kekurangan dana untuk pupuk bersubsidi ini,” jelasnya.

“Untuk kartu tani sudah saya data. Ada yang hilang. Tidak bisa dipakai. Serta pengajuan total untuk tahun 2021 ini sejumlah 900an di Kecamatan Jati. Semoga BRI yang membuat kartu tani ini bisa segera menyelesaikan hal tersebut,” ucapnya.

Sementara itu Adi Kepala Unit BRI Kecamatan Jati mengatakan bahwa untuk pembuatan kartu tani dilakukan secara lembur.

“Untuk pembuatan kartu tani kami sudah melaksanakan dengan lembur. Kami laksanakan setelah kegiatan perbankan sudah selesai pada jam 17.00 WIB. Setelah itu kami lembur membuat kartu tani hingga bisa sampai jam 20.00 WIB. Sementara seperti itu bisa kami lakukan,” jelasnya.

Sementara di lain sisi, Koordinator Sedulur Relawan Tani (SENTANI) Exi Agus Wijaya menerangkan bahwa merupakan sesuatu hal yang tidak masuk akal bila terjadi penurunan kuota pupuk bersubsidi di kabupaten ketika terjadi kenaikan kuota pupuk bersubsidi dari pemerintah di tahun 2021 ini.

“Kuota pupuk bersubsidi itu naik, tapi kenapa kuota pupuk bersubsidi di Kabupaten Blora ini malah berkurang,” tandasnya.

Menurutnya, memang regulasi seperti RDKK diajukan dari petani lewat kelompok tani yang didata oleh Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL).

“Lalu diajukan ke Dinas Pertanian lewat koordinator perkecamatan yang di SK oleh Bupati dan diajukan ke pemerintah pusat. Dan pemerintah pusat menentukan berapa yang diterima sesuai regulasi kuota pupuk. Cuman kenapa di kabupaten ini tidak menaikkan kuota pupuk bersubsidi atau tetap,” pungkasnya.

Dari audensi yang digelar selama 3 jam ini didapatkan hasil kesepakatan di antaranya pengecer menjual pupuk bersubsidi kepada petani sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) dan percepatan pembuatan Kartu Tani oleh lembaga keuangan BRI.

(Abu Sahid/ Eko Arifianto)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed