oleh

Pers Rilis JM-PPK Upacara Rakyat 2022, Merdikane Petani Kanggo Negeri

PATI, KAPERNEWS COM – Lewat pembukaan tembang Pangkur, siaran pers Upacara Rakyat dalam rangka peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-77 dibacakan Gunretno di Bukit Ngalang Alangan, Desa Kedumulyo, Sukolilo, Pati,, Jawa Tengah, Rabu (17 Agustus 2022).

“Diakoni apa ora, Bisa mangan merga wong tani, Nanging kang mangkono iku, Anane disesiya, Lemah sawah akeh padha dirusaki, Garapan dadi ra amba, Sumber banyu akeh mati.

(Diakui atau tidak, semua sedulur bisa makan nasi karena ada Petani. Tapi keberadaannya selalu disia-siakan. Tanah dan sawah banyak yang dirusak oleh kapitalis. Sawah menjadi semakin sempit dan sumber mata air banyak yang mati)

Werdine tembung merdika, Cukup sandhang boga kanggo petani, Yen padha ngrasa ra butuh, Petani ora gela, Sak orane butuh pangan dhewe cukup, Yen dha arep mangan tambang, Ibu bumi anyekseni.

(Arti kata merdeka bagi petani adalah tercukupinya akan kebutuhan sandang dan pangan. Tetapi bila sedulur yang bukan petani merasa tidak butuh hasil dari bertani dari dulur-dulur petani, petani tidak kecewa. Paling tidak hasil panennya bisa dimakan sendiri dan keluarga. Kalau dulur-dulur mau makan material tambang, Ibu bumi kiranya yang menjadi saksi)”

Rabu, 17 Agustus 2022, bertempat di Bukit Ngalang Alangan, Desa Kedumulyo, Sukolilo, Pati, kami petani Pegunungan Kendeng yang tergabung dalam JM-PPK (Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng) bersama dengan sedulur-sedulur tani dari berbagai pelosok Nusantara yang juga mempunyai keprihatinan yang sama menghadapi ancaman hilangnya ruang hidup dan ruang produksi, mengadakan Upacara Rakyat dalam rangka memperingati 77 tahun Indonesia merdeka.

Di tengah situasi dunia yang sangat memprihatinkan, pandemi Covid-19 yang masih berlangsung hingga hari ini, dampak perubahan iklim yang nyata serta konflik perang antara Rusia dan Ukraina, membawa dampak global yaitu krisis pangan, krisis energi dan krisis ekonomi yang telah melanda lebih dari 60 negara di berbagai belahan bumi.

Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 275 juta jiwa, terbesar ke-4 dunia, juga tidak lepas dari tekanan krisis global saat ini. Perlu keseriusan dari berbagai pihak baik pemerintah, wakil rakyat maupun dari rakyat sendiri, untuk menanggapi situasi tantangan saat ini. Besarnya jumlah penduduk selalu berbanding lurus dengan besarnya kebutuhan pangan dan energi. Kedaulatan pangan dan kedaulatan energi adalah jawaban dalam menghadapi tantangan besar saat ini.

Sudah banyak negara yang bangkrut dan rakyatnya menderita kelangkaan pangan dan energi karena mengandalkan import.

Data impor pangan di tahun 2021 menunjukan pemerintah tidak ada kepedulian terhadap petani:
– Beras : 407.891 ton
– Gandum : 11.690.521 ton
– Jagung : 1.206.571 ton
– Kedelai : 7.913.018 ton
– Daging sejenis lembu : 214.658,1 ton

Di saat sumber-sumber pangan dan energi menghentikan exportnya karena konflik perang, sudah pasti akan membawa dampak berantai. Seharusnya pengambil kebijakan di negeri kita tercinta ini, baik pemerintah pusat maupun daerah, berupaya sekuat tenaga untuk melindungi ruang-ruang produksi pertanian dan melindungi hutan-hutan sebagai pusat dari sumber mata air serta keanekaragaman hayati.

Tetapi yang terjadi justru bertolak belakang. Justru di saat awal pandemi, DPR dan Pemerintah ngebut mensahkan Omnibuslaw dan UU Minerba dengan alasan klise demi investasi dan lapangan pekerjaan.

Pertanyaannya, apa benar investasi untuk kepentingan seluruh anak bangsa? Apa benar lapangan pekerjaan melimpah ruah untuk anak-anak muda seluruh negeri ini?

Kenyataan yang ada tenaga kerja asing justru semakin banyak didatangkan dan mayoritas rakyat yang hidup di desa dan pedalaman menelan pil pahit sebagai dampak dari diobralnya ijin alih fungsi lahan-lahan produktif menjadi kawasan industri/ pariwisata/ pertambangan serta ijin deforestasi (penggundulan hutan) untuk pertambangan dan monokultur, tanpa mempertimbangkan KLHS dan daya dukung wilayah yang baik dan benar.

Kaidah penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang benar dilompati dan disulap hanya demi legalnya proses-proses di atas.

Sekaya-kayanya suatu negara, jika kebutuhan pangan bergantung import, pasti akan ambruk jika tantangan global seperti saat ini.

Dalam Upacara Rakyat kali ini, kami mengajak seluruh anak bangsa dari Sabang sampai Merauke, dari Pulau Mianggas sampai ke Pulau Rote, untuk merenung dan menilik batin kita masing-masing:

Sudahkah kita mengucap syukur atas berkah kemerdekaan dengan memberikan yang terbaik dari diri kita untuk bangsa dan negara Indonesia, bukan untuk perut sendiri atau kelompok?

Sudahkah kita berterimakasih dengan para pahlawan bangsa atas pengorbanan nyawa mereka dengan mewujudkan cita-cita luhur menjadi bangsa yang merdeka secara penuh dan menjadi bangsa yang bermartabat yang bangga dengan jatidiri sebagai negara agraris dan maritim?

Begitu banyak pekerjaan rumah yang harus kita lakukan bersama-sama. Negara kita tidak sedang baik-baik saja. Kita harus bergandengan tangan bahu-membahu, saling peduli terhadap berbagai masalah yang ada saat ini.

Sebagai petani, kami juga mengajak dan terus mengajak semua sedulur tani di seluruh pelosok negeri ini untuk terus berupaya menjadi petani yang mandiri, percaya diri dan tidak bergantung pada subsidi pupuk maupun benih. Petani adalah profesi mulia, soko guru bangsa, yang menjamin terpenuhinya kebutuhan pangan.

Masih begitu banyak ketidakadilan yang dialami petani di negeri ini. Sudah saatnya pemerintah serius memberdayakan petani bukan malah sebaliknya justru membuat petani tidak berdaya.

Kedaulatan pangan tidak akan pernah tercapai jika cara pandang kita semua tentang profesi petani belum benar.

Kita juga terancam tidak punya generasi penerus sebagai petani karena penanaman yang keliru dan berlangsung puluhan tahun tentang profesi petani yang terbelakang. Tidak hanya itu, sistem yang ada saat ini sangat tidak berpihak kepada terciptanya petani yang sejahtera. Hal ini juga menjadi penyebab bagi enggannya generasi muda menjadi petani.

Banyak sekali masalah yang dialami petani Indonesia, contohnya :

1. Belum merdeka dari rasa was-was kehilangan lahan produktif karena alih fungsi lahan dengan jargon-jargon demi pembangunan dan investasi;
2. Belum merdeka dari ancaman kehilangan sumber-sumber mata air karena hutan digunduli dan ditambang;
3. Belum merdeka dari anjloknya harga panenan karena himpitan importir bahan pangan, disaat kami yang seharusnya memetik buah hasil panen dengan gembira;
4. Belum merdeka dari “kemiskinan” yang tercipta akibat dari pembagian “kue agriculture” yang tidak adil. Petani yang berusaha paling besar, sejak dari benih hingga tumbuh dan berbuah, justru mendapat bagian terkecil dari sistem perdagangan yang ada di negeri ini.
5. Belum merdeka dari ketergantungan subsidi pupuk maupun benih;
6. Belum merdeka dari ancaman bencana kekeringan/ longsor/ banjir bandang akibat tata kelola daerah hulu hingga hilir yang tidak berpihak pada keseimbangan ekosistem dan kelestarian alam.

Kita harus berani melindungi lahan-lahan produktif dari berbagai ancaman alih fungsi, melindungi hutan-hutan dari berbagai perusakan, berani melawan ketidakbenaran dan berani melawan ketidakadilan.

Kami butuh dukungan semua elemen bangsa untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik. Indonesia yang beriman teguh kepada Sang Maha Pencipta sehingga bisa mensyukuri berkah Ibu Bumi dengan merawatnya, bukan mengeksploitasinya secara tidak bertanggungjawab.

Mewujudkan Indonesia yang berperikemanusiaan dan Indonesia yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat.

Sebentar lagi kita memasuki masa-masa kampanye, di mana rakyat selalu disuguhi janji-janji manis dari para kontestan pemilu. Ketidakberpihakan wakil rakyat dengan disahkannya Omnibuslaw dan UU Minerba serta krisis global hari ini menjadi pelajaran berharga bagi kita.

Mari sedulurku semua, kita harus berani tegas untuk “Tidak menjual suara kita” hanya karena iming-iming rupiah/ posisi jabatan maupun harta benda. Kita harus menjadi bangsa yang cerdas seperti cita-cita luhur para pendiri bangsa ini. Kita harus selalu ingat bahwa nasib anak cucu kita ke depan ditentukan hari ini, bagaimana kita berpikir, bekerja, bertindak dan bagaimana kita memperlakukan alam.

(Abu Sahid/ Eko Arifianto)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed