oleh

Maraknya Kelompok Golek-Golek, Komisioner KIP Jateng: Semua Harus Bersama Menghadapi Mafia Ini!

SEMARANG, KAPERNEWS.COM – Keterbukaan Informasi Publik menjadi salah satu materi yang disampaikan dalam kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) untuk Peningkatan Aparatur Pemerintah Desa (Pemdes) bagi seluruh Kepala Desa se-Kecamatan Jati bertempat di Hotel Kencana Jl. Gintungan Utara No. 9, Bandungan, Semarang, Jawa Tengah, Jumat (2/9/2022).

Acara ini menghadirkan berbagai narasumber, di antaranya dari Kecamatan Jati, Koramil 11/ Jati, Polsek Jati, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Blora, Inspektorat Kabupaten Blora, Satpol PP Kabupaten Blora, dan Komisi Informasi Publik (KIP) Propinsi Jawa Tengah.

Kades Doplang Agus Supriyono dalam acara Bimtek tentang Keterbukaan Informasi Publik

Sebagai salah satu Kepala Desa yang hadir dalam acara Bimtek tersebut, karena melihat bahwa fenomena permintaan dokumen seperti Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) juga terjadi di wilayah Kecamatan Jati, Agus Supriyono menyampaikan perlu diberikan pemahaman secara benar dari lembaga yang berwenang resmi pemerintah agar peserta salah mengartikan pasal demi pasalnya.

“Kita menyadari dengan keterbatasan tentang persoalan hukum. Sehingga mendapat kesempatan mengikuti acara bimtek ini adalah sangat luar biasa. Perangkat desa juga bisa mendengarkan langsung, apa yang boleh diperbuat dan apa yang tidak boleh diperbuat, sejauh mana batas-batas yang ada,” kata Kepala Desa Doplang Agus Supriyono

Menanggapi pertanyaan dari peserta, sebagai pemateri dalam Informasi Publik, Komisioner Komisi Informasi Provinsi Jawa Tengah, Widi Heriyanto, S.Sos menyampaikan bahwa menurut peraturan perundang-undangan semua warga Republik Indonesia berhak meminta informasi publik.

“Jangankan warga di Kabupaten Blora, warga di Papua pun boleh meminta informasi kok. Ibarat warga Papua mengirimkan surat ke Kecamatan Jati pun juga harus ditanggapi dengan baik. Logikanya kalau tidak berkepentingan tidak bakal mencari informasi kan. Mungkin saja orang Papua sedang melakukan riset tentang tata kelola desa, itu diperbolehkan,” kata Komisioner Komisi Informasi Provinsi Jawa Tengah, Widi Heriyanto, S.Sos dalam pemaparannya, Sabtu (3/9/2022).

Dalam penjelasannya, pemohon informasi publik wajib menyatakan rincian tujuan dari permintaan informasi tersebut.

“Kalau tidak berkepentingan ya namanya golek-golek (cari-cari, red), itu tidak boleh. Bila dikatakan permintaan dokumen untuk kepentingan pemantauan publik juga harus dijelaskan rinciannya seperti apa,” ujarnya.

Widodo Sekdes Singget dalam acara Bimtek Keterbukaan Informasi Publik

Selaku Komisioner Komisi Informasi Provinsi Jawa Tengah, dirinya menjelaskan bahwa fenomena permintaan informasi desa yang tidak hanya terjadi di Kabupaten Blora tapi juga marak di beberapa kabupaten di Jawa Tengah seperti Brebes dan Tegal.

“Seperti yang terjadi di Brebes dan Tegal itu juga serius, mereka ke kantor kecamatan meminta APBDes, dokumen-dokumen, nota-nota hingga kwitansi sampai tiga tahun terakhir. Semua surat dikirimkan ke desa dengan redaksional yang sama. Ketika pihak pemerintah desanya bingung, dia tunjukkan surat sengketa dari Komisi Informasi Publik, lalu bilang bahwa untuk bantuan pencabutan perkara sebesar 2 juta rupiah. Padahal mengajukan sengketa itu gratis, dan pencabutan sengketa itu juga gratis. Kalau ada 16 desa kan lumayan itu hasilnya,” ungkapnya.

Komisioner Komisi Informasi Provinsi Jawa Tengah, Widi Heriyanto, S.Sos

Dalam penuturannya, dirinya menyampaikan bahwa dalam pertimbangan atas kepentingan dan tujuan permintaan informasi, tidak boleh lantas menjadi alasan untuk tidak memberikan informasi oleh badan publik dan menekankan semua pihak merespon maraknya fenomena ‘kelompok golek-golek’ tersebut dengan bersatu untuk bersama-sama menghadapinya.

“Tentunya selain secara internal memperbaiki tata kelola keuangan desa selaku badan publik yang ada, semua pihak harus bersama menghadapi mafia ini. Orangnya sama tapi mancala putra-mancala putri (berubah dan berganti-ganti, red). Di beberapa kabupaten, akhirnya nama mereka menjadi daftar blacklist kami. Intinya jangan takut disengketakan, yang perlu dicari tahu bahwa informasi yang diminta itu termasuk yang dikecualikan atau tidak. Tujuannya apa, kepentingannya apa harus jelas. Kalau tidak masuk akal, ini yang namanya mengada-ada,” tandasnya.

Selaku Komisioner KIP Jateng, Widi menjelaskan, sesuai peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013 bahwa setiap permohonan sengketa wajib ditanggapi untuk diregister dan dibawa ke persidangan.

“Pada persidangan pertama majelis komisioner hanya memeriksa legal standing para pihak dan mengeksplorasi pokok perkara permohonan sengketa informasi serta maksud dan tujuan permohonan informasinya,” jelasnya.

Widi melanjutkan, bahwa pada persidangan pertama tersebut Badan Publik selalu akan ditanya apakah informasi yang diminta oleh pemohon termasuk informasi yang dikecualikan atau tidak.

“Jika tidak, maka dipersilahkan untuk mediasi dengan mediator dari Komisi Informasi. Ini merupakan proses musyawarah untuk mencari win-win solution,” imbuhnya.

Namun jika Badan Publik menganggap informasi yang diminta adalah yang dikecualikan, maka akan dilanjutkan ke pembuktian apakah benar memang informasi tersebut termasuk informasi yang dikecualikan.

“Badan Publik akan diminta untuk menyampaikan hasil uji konsekuensi bahwa menutup informasi adalah untuk melindungi kepentingan publik yang lebih besar,” terangnya.

Di akhir sesi pemaparan, dirinya menyarankan agar desa membentuk PPID dan SOP standar pelayanan, melalui Rembug Desa dan Perdes pengelolaan informasi desa, lalu menyiapkan petugas beserta sistem pelayanannya.

“Termasuk lebih bagus lagi bila dokumen publik diunggah di website. Dokumen desa taruh di situ, kecuali yang dikecualikan. Jangan takut disengketakan, jangan mau dijadikan sapi perah,” pungkasnya.

(Abu Sahid/ Eko Arifianto)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed