oleh

Kursi Panas Jabatan Pj. Setda Garut Dinilai Cacat Hukum??

OPINI YURIDIKSI FUBLIK

GARUT– Pergeseran jabatan Penjabat Sekertaris Daerah Kabupaten Garut setelah mengundurkan diri Setda definitip H. Iman Ali Rahman yang mengundurkan diri sempat menjadi perbincangan hangat beberapa pekan lalu, pasalnya masyarakat Garut mendorong dan meminta Pemerintah segera membentuk panitia seleksi Ssekertaris daerah.

Untuk ke tiga kalinya, jabatan penjabat Sekertaris Daerah dijabat oleh Yatie Rohayati, S.H., M.Si., yang ditetapkan sejak 8 Agustus 2018, kini tinggal menunggu hitungan hari untuk kembali mengangkat Pj. Sekertaris Daerah.

Saat dikonfirmasi, Yatie Rohayati mengatakan dasar Hukum Pj. Sekda yang baru adalah itu (Perpres).

“Jadi disitu disebutkan tiga bulan, kan begitu ya,  kalau yang sudah lalu kan tiga bulan dapat diperpanjang tiga bulan lagi, oleh karena tidak bisa diangkat lagi sehingga mengangkat saya, diberi waktu tiga bulan apabila ternyata belum selesai juga berarti tiga bulan lagi,” kata Yatie kepada kapernews.com di halaman dinas PUPR Garut.

Menurut Yatie, kalau ternyata tiga bulan lagi tidak bisa berarti harus ada lagi, tetapi saya tidak berhak demikian.

“Yang saya tahu adalah demikian, tapi apabila ternyata ada hal-hal yang perlu untuk mendapatkan kajian secara mendalam tentu nanti kita koordinasi dengan BKD, ya karna kan tugas fungsinya adalah BKD. Nanti kita bersama-sama apabila ada hal seperti itu tentu menjadi perhatian,” pungkasnya.

Semuanya tentu berpijak kepada aturan, manakala tidak ada aturan yang dijadikan sebagai tumpuan, tentu harus ini segera dicari solusinya, intinya harus sesuai dengan aturan, ini kan baru ketika, tutupnya.

Sementara, salah satu mahasiswa dari Sekolah Tinggi Hukum Garut melihat dalam pengangkatan Pj. Sekertaris Daerah Kabupaten Garut cacat hukum, karena Perpres nomor 3 tahun 2018 tidak dijadika landasan dan/atau tidak dijadikan acuan.

Asep Menjelaskan, pada tanggal 5 Januri 2018, Sekda definitif H. Iman Alirahman mengundurkan diri, dan pada tanggal 8 Januari 2018 Bupati Garut menerbitkan SK nomor 821.2/Kep.54-BKD/2018 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Kabupaten Garut untuk H. Iman Ali Rahman. Bertepatan dengan keluarnya Surat Perintah Bupati Garut nomor 800/94/BKD/2018 tentang Pelaksana Tugas (Plt) Sekertaris Daerah Kabupaten Garut kepada H. Uu Saepudin, Drs., ST., M.Si., yang ditanda tangani oleh Bupati Garut H. Rudy Gunawan, S.H., M.H., pada tanggal 12 Januari 2018, pada hari dan tanggal yang sama, Gubernur Jawa Barat mengeluarkan surat nomor 800/164/Kepeg tentang persetujuan penjabat Sekertaris Daerah atas nama H. Uu Saepudin. Dan pada tanggal yang sama juga, Bupati Garut menyampaikan surat kepada Mendagri RI melalui Gubernur Jawa Barat nomor 821.1/75/BKD perihal permohonan penunjukan dan pelantikan penjabat Sekertaris Daerah H. Uu Saepudin, beber Asep yang merupakan anggota UKM Kajian dan Literasi Sekolah Tinggi Hukum Garut.

Lanjut angota UKM Kajian dan Literasi ini, pada tanggal 2 Februari 2018, Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden nomor 3 tahun 2018 tentang Penjabat Sekertaris Daerah dan mulai diundangkan pada tangal 6 Februari 2018, pada tanggal 7 Pebruari 2018, Bupati Garut menerbitkan SK tentang Pengangkatan Penjabat Sekertaris Darah Kabupaten Garut utuk dan atas nama H. Uu Saepudin dengan pertimbangan dan/atau dasar hukum pasal 214 ayat (2) UU nomor 23 tahun 2014, pasal 11 Perpres nomor 3 tahun 2018.

“Kita cermati dan lihat, dalam hal Surat Keputusan (SK) Bupati sebagaimana dalam poin 5, Bupati Garut masih menggunakan surat persetujuan dari Gubernur Jawa Barat nomor 800/164/BKD yang dikeluarkan pada tanggal 12 Januari 2018 perihal persetujuan Penjabat Setda Kabupaten Garut, dimana dalam Perpres nomor 3 tahun 2018 pasal 8 ayat (1) yang menyatakan bahwa Bupati/walikota mengusulkan secara tertulis kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat. Dalam hal penetapan penjabat Setda, Bupati Garut tidak mengusulkan ulang/kembali perihal calon penjabat Setda, sedangkan dasar hukum dan/atau payung huukum yang diterapkan dan/atau dijadikan acuan yaitu pasal 11 Perpres nomor 3 tahun 2018 yang menyebutkan (1) penjabat sekretaris daerah berhenti bersamaan dengan aktifnya kembali sekretaris daerah melaksanakan tugas atau dilantiknya sekretaris daerah,” jelas Asep.

Sementara, dalam kekosongan jabatan Sekertaris Daerah di Kabupaten Garut sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) poin d “mengundurkan diri dari jabatan dan/atau sebagai pegawai negeri sipil”. Dalam ayat (5) dijelaskan terjadinya kekosongan sekretaris daerah karena mengundurkan diri terhitung sejak diterimanya surat pengunduran diri dari jabatan dan/atau sebagai pegawai negeri sipil oleh kepala daerah. Maka dari itu, sejak diangkatnya Sekertaris Daerah H. Uu Saepudin dengan SK yang ditandatangani tanggal 7 Februari 2018 tidak dilengkapi surat persetujuan baru dari Gubernur Jawa Barat sebagai mana dalam amanat Perpres nomor 3 tahun 2018 dan dijelaskan dalan poin 6.

Lanjut Asep, dalam pasal 5 ayat (3) “Masa jabatan penjabat sekretaris daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling lama 6 (enam) bulan dalam hal sekretaris daerah tidak bisa melaksanakan tugas dan paling lama 3 (tiga) bulan dalam hal terjadi kekosongan sekretaris daerah. Untuk Kabupaten Garut terjadi kekosongan sebagaimana dalam pasal 3 ayat (1) hurup d, ayat (2). Maka selain dipertanyakan keabsahan jabatan PJ Setda Garut H. Uu Saepudin dengan SK yang ditanda tangani tanggal 7 Februari 2018 (tanpa surat rekomendasi dari Gubernur Jabar), Pj. Setda Garut H. Uu Saepudin dianggap tidak mampu menjalankan tugasnya sebagai Pj Setda. Sebagai mana amanat pasal 10 Perpres nomor 3 tahun 2018 menyebutkan proses seleksi terbuka pengisian Setda oleh kepala daerah harus sudah dimulai sejak 5 (lima) hari kerja mulai terhitung terjadi kekosongan, sedangkan pengunduran diri yang dilakukan H. Iman Ali Rahman dari jabatan Setda Garut yaitu pada tangal 5 Januari 2018 dan sampai berjalan 3 (tiga) bulan tidak terlaksana dan/atau tidak dilaksanakan adanya Pansel sebagaimana amanat pasal 10 tersebut;

Dalam kajian komperhensif anggota UKM Kajian dan Literasi STH Garut ini, mulai pada 7 Februari 2018, H. Uu Saepudin menerima SK sebagai Pj Setda, apabila dihitung menurut pasal 5 ayat (3) bahwa jabatan Setda H. Uu Saepudin adalah 3 (tiga) bulan, sehingga berakhir pada 8 Mei 2018, dan ditambah 5 (lima) hari kerja ketika Setda Definitif belum ditetapkan. Dalam pasal 10 ayat (2) huruf b Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat menunjuk penjabat sekretaris daerah kabupaten/kota yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6”. Namun pada 8 Mei 2018, yang terjadi adalah pemberhentian dan pengangkatan kembali Setda H. Uu Saepudin sesuai surat rekomendasi dari Gubernur Jawa Barat nomor 800/2162/BKD tanggal 4 Mei 2018. Meskipun Pj Setda H. Uu Saepudin tidak bisa menjalankan amanat Perpres. Seharusnya Pj Setda pada waktu itu adalah hasil penujukan dari pemerintah pusat melalui Gubernur Jawa Barat sebagai wakilnya sebagaimana amanat pasal 10 ayat (2) huruf b. Setelah kembali menjabat selama 3 (tiga) bulan yang seharusnya Penjabat Setda ditunjuk oleh Gubernur Jawa Barat (pasal 10 ayat 2), pada 8 Agustus 2018, Bupati Garut kembali mengeluarkan SK pemberhentian Pj Setda H. Uu Saepudin dan mengangkat Yatie Rohayati. S.H., M.Si., sebagai Pj Setda yang baru dengan dasar dan memperhatikan surat Gubernur Jawa Barat nomor 800/3302/BKD pada tanggal 6 Agustus 2018 perihal Penunjukan Pejabat Setda;

Secara kesimpulan yuridiksi ini, dari kajian Interprestasi kami yang mengacu kepada Perpres nomor 3 tahun 2018, keabsahan Yatie Rohayati sebagai Pj Setda diindikasi tidak memiliki landasan dan/atau payung hukum dan tidak tergambarkan dalam Perpres nomor 3 tahun 2018. Dengan diterbitkannya SK nomor 821.22/Kep.780-BKD/2018 tanggal 8 Agustus 2018 tentang pemberhentian dan pengangkatan Pj Setda dari H. Uu Saepudin kepada Yatie Rohayati dengan berlandaskan surat Gubernur Jawa Barat nomor 800/3302/BKD tanggal 6 Agustus 2018, Yatie Rohayati tidak memiliki kekuatan dan/atau payung hukum untuk melaksanakan tugas sebagai Pj Setda, karena tidak terbayangkan dan/atau tidak diatur dalam Perpres nomor 3 tahun 2018.

Memperhatikan UU nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan pasal 52 ayat (1) hurup b mengatakan ‘dibuat sesuai prosedur’ serta dalam pasal 56 ayat (2) “keputusan yang tidak memenuhi perysaratan sebagaimana dimaksud dalam 52 ayat (1) hurup b dan hurup c merupakan keputusan yang batal atau dapat dibatalkan”. Dalam hal Bupati Garut menerbitkan Surat Keputusan nomor 821.22/Kep.720-BKD/2018 yang ditetapkan tanggal 8 Agustus 2018 tidak sesuai prosedur sebagaimana dalam UU nomor 30 tahun 2014 pasal 52. Sehingga perlu dicabut karena cacat dan demi kepastian hukum sebagaimana amanat pasal 64, dan bisa dicabut sesuai pasal 66 serta memperhatikan pasal 70, pasal 71.

Akankah kejadian ini terjadi kembali dimana jabatan penjabat Sekertaris Daerah Kabupaten Garut menuju kursi panas dalam beberapa hari lagi? Salah satu mahasiswa yang juga anggota tim UKM Kajian dan Literasi STH Garut berharap pemerintah bisa memberikan contoh baik dalam melaksanakan roda pemerintahan dengan turut dan patuh kepada peraturan perundang-undangan.

 

Penulis : Asep/Red..

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed