oleh

Banjir Pati-Kudus Kembali Terjadi, JM-PPK: Hentikan Keserakahan Merusak Ibu Bumi

PATI, KAPERNEWS.COM – Banjir di Kabupaten Pati dan Kabupaten Kudus, Provinsi Jawa Tengah yang menenggelamkan ribuan hektar lahan pertanian hingga menyebabkan kerugian puluhan milyar rupiah diduga diakibatkan penambangan dan penggundulan hutan, Sabtu (12/12/2020).

“Hal ini semakin menjadikan daya tampung sungai tidak mencukupi yang mengakibatkan air meluap menggenangi lahan pertanian yang sudah ditanami padi,” kata Gunretno selaku Koordinator JM-PPK dalam siaran persnya, Sabtu (12/12/2020).

Menurut JM-PPK, desa-desa yang mengalami kerugian akibat banjir di lahan pertanian di Kabupaten Pati wilayah Kecamatan Sukolilo yaitu Desa Baleadi, Desa Wotan, Desa Baturejo, Desa Gadudero dan Desa Kasiyan.

Sementara di Kecamatan Kayen menurut JM-PPK, banjir meliputi Desa Srikaton, Desa Trimulyo, Desa Pasuruhan dan Desa Talun.

“Kalau di Kecamatan Gabus yaitu Desa Banjarsari, Desa Babalan, Desa Tanjang, Desa Kosekan, Desa Pantirejo, Desa Tlogoayu, Desa Karaban dan Desa Wuwur,” ujarnya.

Sedangkan di Kecamatan Margorejo, banjir meliputi Desa Ngawen, Desa Jimbaran, dan Desa Jambean.

“Banjir tidak hanya di Pati, di wilayah Kabupaten Kudus setidaknya ada 12 desa, yaitu Desa Gondoarum, Desa Sidomulyo, Desa Bulung Kulon, Desa Bulung Cangkring, Desa Sadang, Desa Jojo, Desa Kirik, Desa Jongso, Desa Payaman, Desa Karangrowo, desa Wates, dan Desa Undaan,” ungkap pria penerus ajaran Samin Surosentiko ini.

Diperkirakan oleh JM-PPK, kerugian gagal panen musim tanam pertama mencapai 5.000 hektar dengan hasil produksi 40.000 ton gabah dan kerugian biaya produksi sebesar Rp.45 Milyar.

“Banjir ini bukan diakibatkan karena curah hujan tinggi, melainkan disebabkan adanya alih fungsi lahan dan peruntukkan lahan yang tidak sesuai,” terang Gunretno.

Menurutnya, dalam kerangka pembangunan, penanganan wilayah hulu dan hilir haruslah seimbang. Seperti di wilayah hulu yaitu di Pegunungan Kendeng dan Gunung Muria, kegiatan penambangan dan penggundulan hutan marak terjadi.

“Ketika curah hujan tinggi terjadi, aliran sungai pembuangan menjadi cepat mengalami sedimentasi,” imbuhnya.

Perlu diketahui bahwa dokumen Kajian Lingkungan Hidup Stategis (KLHS) Pegunungan Kendeng menyatakan terdapat kerusakan lingkungan yang sangat krusial.

“Di KLHS sudah dijelaskan, yang apabila ini tidak segera ditanggulangi akan membawa risiko bencana ekologis besar yang tidak terelakkan,” tandasnya.

Gunretno mengatakan, bahwa dalam RTRW Kabupaten Pati 2010-2030 yang dimuat dalam Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2011 pada Pasal 2 menyatakan bahwa penataan ruang Kabupaten Pati bertujuan untuk mewujudkan Kabupaten Pati sebagai Bumi Mina Tani berbasis keunggulan pertanian dan industri berkelanjutan.

Adapun di dalam dokumen KHLS Pegunungan Kendeng wilayah Kecamatan Sukolilo, Kecamatan Kayen dan Kecamatan Tambakromo dinyatakan sebagai kawasan lindung yang tidak boleh ada kegiatan yang merusak dan mengganggu fungsi kawasan karst sebagai akuifer hidrologi.

Dalam kajian JM-PPK, bencana banjir yang terus berulang belum menjadikan pemerintah dan masyarakat sadar pentingnya menjaga keseimbangan lingkungan. Peraturan penetapan tata ruang yang tidak sesuai dengan daya dukung dan daya tampung kawasan peruntukannya, sistem pengelolaan lahan menggunakan herbisida dan kimia, membawa dampak serius terhadap lingkungan serta risiko kebencanaan.

“Saat ini kita juga masih menghadapi pandemi Covid-19 yang belum diketahui kapan berakhirnya. Dalam menghadapi pandemi ini kebutuhan pangan menjadi kebutuhan yang paling utama. Agar terpenuhi kebutuhan pangan, lahan pertanian produktif yang sudah ada harus tetap dipertahankan,” lanjutnya.

Selaku aktifis pelestari lingkungan penganut ajaran Samin Sikep, Gunretno percaya bahwa bencana banjir bukan semata takdir, melainkan sebuah peristiwa yang dapat dihindari karena penyebabnya adalah perilaku oknum-oknum serakah yang mengabaikan kelestarian lingkungan dan nasib anak cucu mendatang.

“Berhentilah merusak dan memeras Ibu Bumi,” pungkasnya.

Pesan lewat Tembang Pangkur kembali dilantunkan oleh sedulur Sikep:

“Angambali angilikna, nggenya lali marang Ibu Pertiwi, drajat pangkat yekti milut, temah lali janjinya, angayomi pra tani lan labetipun, ungkang atur cekap boga, kakhanti tulusing ati.”

(Kembali mengingatkan, kepadamu yang telah melupakan Ibu Pertiwi, derajat dan pangkat nyata telah bisa membuatmu lupa akan janji untuk melindungi petani yang selama ini mencukupi kebutuhan pangan dengan ketulusan hati)

(Eko Arifianto)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed