BLORA, KAPERNEWS.COM – Penebangan liar/ illegal loging yang terjadi pada Sabtu-Minggu (14-15/1/2023) di wilayah Perhutani KPH Banyuwangi Selatan pada area kerja RPH Pulau Merah, BKPH Sukomade yang terindikasi telah berlangsung berbulan-bulan memunculkan sorotan tajam mengenai keberadaan lembaga sertifikasi PT. SGS Qualifor yang selama ini melakukan audit legalitas kayu berupa standar “Kayu Terkendali” (Controlled Wood/CW) FSC.
“Lembaga audit ini sejak lama telah ditunjuk Perum Perhutani untuk melakukan audit penilaian FSC dalam rangka sertifikat standar “Kayu Terkendali”,” kata Andrianto
Pemantau Independen Kehutanan dalam siaran persnya, Jumat (20/01/2023).
Disampaikannya, Forest Stewardship Council (FSC) adalah organisasi internasional yang menyediakan sistem untuk akreditasi dan sertifikasi bahwasanya pengelolaan hutan layak secara lingkungan, menguntungkan secara sosial dan berkesinambungan secara ekonomi.
“FSC menerapkan kerangka kerja standar berupa prinsip-prinsip dan kriteria yang wajib dipatuhi dan dijalankan,” jelasnya.
Andri menjelaskan bahwa sebagaimana diketahui pilar utama dalam pengelolaan hutan adalah ekonomi, ekologi lingkungan dan sosial masyarakat dan sertifikasi adalah alat untuk menunjukkan komitmen tinggi dalam melakukan pengelolaan hutan secara lestari.
“Terdapat dua bentuk sertifikasi berupa wajib (mandatory) bernama SVLK dan sukarela (voluntary) yaitu FSC. Sertifikasi wajib SVLK atau Sistem Verifikasi Legalitas Kayu ditetapkan Pemerintah semenjak 2014 melalui Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) No. P. 43/2014. Perum Perhutani selaku BUMN Kehutanan dalam mengelola hutan Negara berkewajiban mematuhi dan menerapkan sistem dan prosedur yang telah ditetapkan dalam standar SVLK maupun FSC untuk mendapatkan pengakuan sebagai penghasil kayu legal/sah,” jelasnya.
Andrianto menyoroti kredibilitas dan akuntabilitas PT. SGS Qualifor selaku auditor Perum Perhutani, khususnya saat melakukan konsultasi publik maupun pengecekan secara rutin.
“Dalam konsultasi publik dan pengecekan rutin ini dapat dipastikan bahwa keterlibatan para pihak yang berada pada garda depan di tingkat tapak yang memiliki rekam jejak dan validitas informasi serta data/dokumen temuan yang relevan terkait terjadinya pelanggaran hak-hak sipil/masyarakat dan praktik illegal loging cenderung tidak dihadirkan dan dilibatkan,” ungkapnya.
Menurutnya, hal inilah yang membuat sertifikat yang diberikan sebagai bentuk pengakuan bahwasanya telah melakukan pengelolaan hutan yang layak tidak mencerminkan kondisi faktual yang terjadi dalam suatu area wilayah kerja Perhutani.
Lebih lanjut, bagi Andri selaku Pemantau Independen Kehutanan, Penebangan liar/illegal loging yang terjadi di area kerja Perhutani KPH Banyuwangi Selatan yang sudah berjalan menahun ini menimbulkan kecemasan dan tentu memunculkan spekulasi negatif kepada lembaga sertifikasi.
“Yang terindikasi patut diduga justru merupakan pihak yang melegalisasi sumber-sumber dan kehadiran kayu-kayu illegal,” pungkasnya.
(Abu Sahid/ Eko Arifianto)
Komentar