oleh

Disperindag Garut Seolah Berlomba Palsukan Dokumen? “Mulai KTP Kepala Dinas Hingga Pemilik Kios?”

GARUT, KAPERNEWS.COM – Dinas Perindustrian, Perdagangan dan ESDM Kabupaten Garut beberapa waktu ini terus menjadi perrbincangan hangat, gayung bersambut dari tudingan warga garut yang bernama Agus Odenk kepada Kadisperindag dan ESDM dengan dugaan pemalsuan KTP, hingga dugaan pemalsuan data pemilik kios pasar wisata Samarang oleh stafnya. Namun dari beberapa kasus dugaan pemalsuan dokumen ini, belum ada hukum yang melaksanakan sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (4 dan 5), pasal 5 KUHAP, karena sifat dari delik ini bukan delik aduan.

LSM Pendemo sangat mengapresiasi dan mendukung penuh kepada Ormas Daboribo yang sudah membongkar mafia pasar wisata Samarang, dulu sempat ada namun tidak sampai sedetail ini, ucap Bakti.

“Kami mendukung Ormas Daboribo dalam membongkar oknum yang melakukan kejahatan kerah putih di Disperindag yang dihebohkan dengan pemberitaan dugaan pemalsuan dokumen, ini seperti ada perlombaan saja di Disperindag dan ESDM Garut, dulu dituding identitas (KTP) Kepala Dinasnya Wawan Nurdin, sekarang warga yang seolah-olah memiliki kios di pasar wisata Samarang,” tukasnya.

Lanjutnya, menurut pendapat R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. R. Soesilo mengatakan bahwa bentuk-bentuk pemalsuan surat itu dilakukan dengan cara (hal 195-196) :

  1. Membuat surat palsu: membuat isinya bukan semestinya (tidak benar).
  2. Memalsu surat : mengubah surat sedemikian rupa sehingga isinya menjadi lain dari isi yang asli. Caranya bermacam-macam, tidak senantiasa surat itu diganti dengan yang lain, dapat pula dengan cara mengurangkan, menambah atau merubah sesuatu dari surat itu.
  3. Memalsu tanda tangan juga termasuk pengertian memalsu surat.
  4. Penempelan foto orang lain dari pemegang yang berhak (misalnya foto dalam ijazah sekolah).

Jelas, tegas Bakti, oknum pejabat dan pegawai Disperindag dan ESDM sudah melakukan perbuatan melawan hukum dengan memalsukan dokumen sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 263 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) ayat (1)  Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun”, dan dalam ayat (2)  Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian, jadi penegak hukum menunggu apa lagi? Sudah cukup unsur kalau data otentik seperti dikatakan Gilar atau akrab dipanggil Iank sudah ada, ucapnya.

Kalau melihat dari unsur kerugian, Bakti menegaskan kita baca juga pendapat menurut R. Soesilo (Ibid, hal. 196) perbuatan tersebut harus memenuhi unsur-unsur :

  1. pada waktu memalsukan surat itu harus dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat itu seolah-olah asli dan tidak dipalsukan.
  2. penggunaannya harus dapat mendatangkan kerugian. Kata “dapat” maksudnya tidak perlu kerugian itu betul-betul ada, baru kemungkinan saja akan adanya kerugian itu sudah cukup. Yang diartikan kerugian di sini tidak saja hanya meliputi kerugian materiil, akan tetapi juga kerugian di lapangan masyarakat, kesusilaan, kehormatan, dan sebagainya (immateriil).
  3. yang dihukum menurut pasal ini tidak saja yang memalsukan, tetapi juga sengaja menggunakan surat palsu. “Sengaja” maksudnya orang yang menggunakan itu harus menheathui benar-benar bahwa surat yang ia gunakan itu palsu. Jika ia tidak tahu, tidak dihukum.

“Jadi dilihat dari kata “dapat” pada pasal tersebut, baru kemungkinan saja akan ada kerugian, pelaku dapat dihukum atas dasar pemalsuan surat. Kerugian di sini tidak hanya berupa kerugian materiil, tetapi juga kerugian imateriil (fisik/kebendaan), nah saya berharap aparat penegak hukum bisa menerapkan Presumption of innocent,” bebernya.

Lanjutnya, dalam pemberitaan salah satu media online, Kabid pengelolaan pasar Achmad Ramdani mengatakan “adapun alih fungsi kepemilikan jios dari pemilik izin kepada yang lain itu diluar sepengetahuan Disperindag ESDM, itu antara person to person, oleh karena itu kami mohon maaf apabila ada oknum Disperindag yang mungkin saja terlibat itu bukan atas arahan atau intruksi kedinasan Disperindag ESDM tetapi perseorangan atau oknum,” ucap Kabid pasar yang ditulis buanaindonesia dalam berita berjudul Gilar : ada jual beli dan pemalsuan dokumen di pasar wisata samarang, Disperindag : Kami telah menarik buku kepemilikan kios yang bermasalah pada 6 November 2018.

Sangat jelas, dari pernyataan Kabid tersebut, dari kalimat “oknum Disperindag yang mungkin saja terlibat itu bukan atas arahan atau intruksi kedinasan Disperindag ESDM tetapi perseorangan atau oknum” itu kan secara tidak langsung mengakui dengan ucapan “mungkin sajat terlibat itu bukan atas nama, arahan, intruksi” kalau memang tidak bermasalah, kenapa harus diamankan atau ditarik dari kepala UOT Pasar Samarang ke Disperindag?, atau ini modus untuk cuci tangan oknum Disperindag? Wallohualam karena yang bisa menilai adalah para penyidik dari penegak hukum, tutup Bakti di salah satu cafe dikawasan Garut.

 

Laporan : Oki/Asep

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed