oleh

Drama Kecurangan Pilkada Garut Tersusun??, SK KPU Garut Pun Seolah Kangkangi Larangan

GARUT – Penyelenggaraan pemilihan kepala daerah tentu menjadi pesta demokrasi masyarakat. Namun sungguh diluar dugaan, penyelenggara Pilkada di Kabupaten Garut sendiri seolah menciptakan peluang-peluang planggaran dan dugaan terjadi suap menyuap mulai dari kalangan Desa sampai Kabupaten. Selain itu, cerminan kepatuhan penyelenggara yaitu KPUD dan Panwaslu Garut sudah barang tentu tercoreng dengan kejadian tertangkap tangannya oknum pejabat komisioner KPU dan ketua Panwaslu Garut di kantor Panwaslu sendiri, dimana mereka diduga kuat oleh aparat kepolisian menerima suap atau gratifikasi dan tertangkap oleh tim satuan anti money politik dan Saberpungli Polda Jabar.

Selain daripada hal tersebut, KPUD Garut pernah menyelenggarakan sosialisasi melalui seni dan budaya dengan menggaet seniman Garut. Sungguh disayangkan, dalam pelaksanaan di Kecamatan BL. Limbangan, KPUD Garut yang notabene selaku penyelenggara tidak mengindahkan lingkungan sekitar, alhasil Rt setempatpun tidak mengetahuinya, tiba-tiba ada kegiatan. Lebih jauh penulis menilai dalam pelaksanaan kegiatan tersebut menduga kuat tidak memiliki izin keramaian dari kepolisian sektor Limbangan sebagaimana diatur dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dimana di penghujung tahun lalu, tepatnya 28 Desember 2017, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perizinan dan Pengawasan Kegiatan Keramaian Umum, Kegiatan Masyarakat Lainnya dan Pemberitahuan Kegiatan Politik. PP ini merupakan aturan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 15 ayat (3) UU No. 2 Tahun 2002.

Adapun bentuk-bentuk kegiatan tentunya berbeda-beda, adapun kegiatan umum yang meliputi keramaian, tontotnan untuk umum, arak-arakan di jalan umum. Sedangkan bentuk kegiatan masyarakat lainnya meliputi kegiatan yang dapat membahayakan keamanan umum sebagaimana ditentukan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, dalam Juklap Kapolri No. Pol / 02 / XII / 95 tentang perijinan dan pemberitahuan kegiatan masyarakat sudah diatur terkait perizinan, diantaranya Pentas musik band / dangdut, Wayang Kulit, Ketoprak, dan pertunjukan lain.
Maka dari itu, penulis menilai KPUD Kabupaten Garut sudah kurang profesional dalam menjalankan amanat rakyat dan peraturan perundang-undangan, sesuatu yang lajimnya ditaati dan memberikan contoh, namun dilanggarnya.

Selain itu, dalam penetapan Surat Keputusan KPU Kabupaten Garut Nomor : 77/PL.03.4-Kpt/3205/KPU-KabII/2018 tentang Penetapan Lokasi Pelaksanaan Kampanye Rapat Umum Dan Lokasi Pemasangan Alat Peraga Kampanye Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur Jawa Barat Serta Bupati Dan Wakil Bupati Garut Tahun 2018 seolah mandul, karena tidak memiliki penjelasan secara abstrak. Salah satu contoh dalam penetapan alat peraga kampanye di Desa Mekaraya Kecamatan Kersamanah yang menyebutkan “di Desa Mekaraya”. Apabila kita perdalam dari kalimat “di Desa Mekaraya”, maka penerapan alat peraga kampanye bisa di seluruh wilayah desa, bukan dipasang di depan desa, halaman desa dan atau seputaran kantor desa.

Sementara, komisioner KPU Evi Novida Ginting saat uji publik di kantor KPU, Jakarta, Senin (19/3) mengatakan partai politik dan tim kampanye dilarang memasang alat peraga kampanye di lingkungan rumah sakit atau gedung pelayanan kesehatan, pendidikan, serta gedung milik pemerintah. Pada kenyataannya, dalam SK KPU Garut seolah membolehkan pemasangan alat peraga kampanye di gedung dan atau halaman kantor pemerintah.

(sumber : https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180319160141-32-284215/kpu-kaji-aturan-steriikan-tempat-ibadah-dari-spanduk-kampanye)

Dalam hal ini, penulis hanya melihat dalam SK KPU tersebut seolah menjadi tabu dengan tidak adanya penjelasan lebih pasti. Seperti dituliskan “Sekitar Kantor Desa” dalam arti apakah disekeliling kantor desa, atau seperti apa.

Dalam melakukan koreksi ini yang masih jauh dari kesempurnaan, semoga ada manfaatnya untuk kita semua dan penulis yang saat ini masih mengunyah pendidikan di Sekolah Tinggi Hukum Garut berharap dapat diberikan masukan dari kalangan akademisi, Dosen, Praktisi dan lainnya yang lebih mumpuni dalam pengkajian ilmu pengetahuan.

 

 

Penulis : Asep Muhidin

Anggota UKM Kajian dan Literasi STH Garut

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed