oleh

Pither Tjuandys : Setiap Proyek Pemerintah Wajib Ada Papan Informasi, Inspektorat KBB : Harus Buka Buku Dulu

KBB, KAPERNEWS – Transparansi anggaran sudah menjadi sebuah keharusan dilaksanakan oleh pemerintah dalam menjalankan program-program kerjanya. Salah satu yang diterapkan adalah wajibnya pemasangan papan nama pengumuman oleh para rekanan kontraktor atau pelaksana proyek yang bersumber dari dana pemerintah di semua tingkatan.

Transparansi anggaran tersebut harus dilakukan mulai awal sampai akhir proyek tersebut dilaksanakan oleh pemerintah, mulai dari perencanaan pelaksanaan tender, sampai pelaksanaan pekerjaan proyek tersebut.

Aturan terkait transparansi anggaran tersebut sudah di atur dalam UU No.14 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Selain itu ada juga aturan lain yang mempertegas UU KIP tersebut seperti Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/2006 tentang pedoman persyaratan pembangunan gedung dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 12/ PRT/ M/ 2014 tentang penyelenggaraan sistem Drainase Perkotaan (Permen PU 12/ 2014).

Mengenai pemasangan papan proyek kegiatan tersebut, anggota Komisi 3 DPRD Kabupaten Bandung Barat, Pither Tjuandys angkat bicara. Menurutnya, proyek yang nilainya diatas 250 juta melalui tender lelang itu wajib terpasang papan proyek. Sementara, proyek PL tidak ada kewajiban memasang papan proyek.

“Terkait dengan aturan proyek yang bernilai di atas daripada 250 juta itu yang namanya tender, lelang, itu salah satu persyaratannya harus ada angkanya, volumenya, lamanya pekerjaan, sumber anggarannya itu darimana, itu wajib hukumnya. Tapi kalau pekerjaan penunjukan langsung seperti sumur bor, jalan gang yang PL nya itu pada umumnya hampir itu tidak menggunakan papan proyek,” ungkapnya kepada kapernews.com melalui sambungan telepon, Rabu (1/12).

“Jadi yang bersifat mutlak dan wajib itu adalah proyek-proyek pelelangan di atas 250 juta, lelang itu kontraktor itu harus menyediakan cv dan segala macamnya itu dengan pemenangan tandernya, itu adalah nilai proyek berapa, pekerjaan berapa, luas atau volume berapa, jangka waktu berapa, sumber anggarannya dari mana, dari APBD Bandung Barat, provinsi atau pusat,” paparnya.

Untuk PL, sambung Pther, dia hanya pekerjaannya itu berdasarkan perencanaan, perencanaan yang dikerjakan itu rata-rata misalnya 100 juta dia kerjakan jalan gang, jalan gang itu dia bisa kerja dalam waktu 2 hari atau 3 hari.

“Contoh sumur bor dengan anggaran 50 atau 60 dibawah 100 juta bisa mengerjakan pekerjaan itu dalam waktu 3 hari selesai sumur bor, langsung dibuat berita acara penyelesaian pekerjaan di desa dan menyerahkan kepada masyarakat itu pekerjaan yang tempo singkat. PL itu tidak tidak ada kewajiban, kalau yang namanya lelang di atas 250 juta itu harus memasangnya,” tegasnya.

Lebih jauh, politisi Demokrat tersebut menjelaskan, pekerjaan yang lelang maupun penunjukan langsung wajib berkomunikasi dengan pemerintah desa, karena ketika akhirnya nanti akan ada yang namanya berita acara penyerahan aset.

“Jadi bukan didalam pencairan pun wajib bahwa ini sumur bor, ini jalan gang kerja di desa mana, RW berapa, RT berapa, pekerjaan ini sudah selesai. Dalam saat pencairan salah satu adalah serah terima aset disebut berita acara, desa akan mengeluarkan surat bahwa benar pekerjaan ini sudah selesai satu titik sumur bor di RT ini, RW ini dengan angkanya jumlahnya berapa itukan diberitahukan,” terangnya.

“Baik PL baik apa semua wajib berkomunikasi dengan pihak desa, karena pemerintahan desa punya wilayah kerjanya begitu. Kalau tidak dilakukan itu kemudian terjadi masalah ya desa tidak mengetahui dan berita acara juga tidak ada bagaimana cair, itu namanya bodong pekerjaan tanpa SPK,” tambah Pither.

Tapi, masih kata politisi asal Lembang tersebut, kalau hanya komunikasi tidak ada dan pada akhirnya dia bekerja dulu tapi yang terpenting itu adalah SPK (Surat Perintah Kerja) yang ditandatangani oleh kepala dinas harus ada kalau PL, kalau proyek diatas tender ya harus ada PPK Tanda Tangan Pemenang Proyek, kepala dinas.

“Himbauan saya wajib bagi semua para kontraktor pengusaha yang mengerjakan proyek pelelangan yang sudah menang tender dengan jumlah belanja berapa, jangka waktunya berapa, biaya berapa, sumber dananya darimana wajib masang, kalau yang tidak memasang itu adalah pelanggaran,” tegasnya.

“Jadi kalau ada wartawan menemukan proyek besar diatas 300 juta, pokoknya yang pelelangan tidak ada papan proyek itu adalah pelanggaran. Kedua tanpa SPK, yang patut dipertanyakan adalah SPK, kalau SPK tidak ada berarti salah, karena proyek baik itu lelang baik itu PL semua harus melalui sistem yang namanya ULP harus masuk semua. Tidak ada SPK berarti itu perlu di tanda tanya. Proyek siluman, tiba-tiba kongkalingkong dengan kepala desa ya keluarkanlah berita acara cairlah begitu,” tandasnya.

Sementara itu, Kepala Inspektorat Kabupaten Bandung Barat Yadi Azhar saat dimintai keterangan perihal aturan papan proyek, belum bisa memberikan statmennya karena harus membuka buku.

“Saya harus membuka buku dulu, takut salah. Lebih bagusnya tanyakan ke Binamarga di Dinas PUPR,!” ungkapnya kepada kapernews.com di ruang kerjanya, Rabu (1/12).

(KAMIL)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed