oleh

Tugu Bal Balon, Sejarah 110 Tahun Kisah Penerbangan di Atas Wilayah Blora Sebelum Jokowi Datang 2021

BLORA, KAPERNEWS.COM – Sebelum kedatangan Presiden Joko Widodo ke Bandara Ngloram Blora yang direncanakan hari ini, Jum’at (17/12/2021), tidak banyak orang tahu bahwa Tugu Pal Balon yang terletak di Desa Cabak Kecamatan Jiken Kabupaten Blora menyimpan kisah sejarah penerbangan. Yang banyak diketahui masyarakat adalah sering terjadinya kecelakaan lalu lintas di daerah tersebut. Dari kecelakaan sepeda motor tabrak pembatas jalan, bis yang menabrak pohon hingga truk yang terguling adalah beberapa di antaranya.

Inilah kisah tragis penerbangan yang melewati wilayah Blora dengan dikelilingi hamparan hutan jati yang terkenal mistisnya.

Sebelum wahana pesawat terbang hilir mudik di langit Indonesia (waktu itu masih Hindia Belanda, red) penerbangan wahana balon udara dilakukan juga oleh seorang perwira Angkatan Laut Belanda.

Alfred Emili Rambaldo

Nama lengkapnya Alfred Emili Rambaldo, pria berpangkat letnan ini sangat aktif mempromosikan penggunaan balon udara baik untuk kepentingan sipil maupun militer. Prestasi yang patut dicatat adalah dia berhasil terbang perdana pada tanggal 26 Februari 1910 di Batavia. Praktis Rambaldo menjadi pilot balon udara pertama di Hindia Belanda, padahal baru dua tahun berdinas di Jawa yang sebelumnya bertugas di Curacao, salah satu negara konstituen Kerajaan Belanda.

Sebelumnya KNIL (Koninklijk Nederlands Indisch Leger) memiliki balon udara, bukan balon udara panas seperti yang dipraktekan oleh Rambaldo melainkan balon udara berisi gas ringan hidrogen. Bedanya yang terakhir ini tidak bisa digunakan sebagai alat transportasi, hanya dapat digunakan sebagai alat observasi/intai dan mata bagi artileri, digunakan oleh KNIL saat Perang Aceh tahun 1890-an sampai awal 1900-an.

Tikungan Pal Balon Cabak Jiken Blora

Walaupun pesawat terbang sudah lahir pada waktu itu, namun masih bayi, demonstrasi penerbangan Wright Bersaudara di Eropa tidak serta merta menurunkan kegiatan menerbangkan balon udara. Kesempatan emas bagi Rambaldo untuk memperkenalkan hal ini meskipun jelas dari sisi harga, merupakan hobi yang mahal.

Bahkan sebagai alat transportasi, balon udara panas memiliki masalah karena sangat tergantung oleh hembusan arah angin dan terpengaruh kondisi cuaca. Walaupun demikian pria yang lahir di Rembang, Pasuruan Jawa Timur pada tanggal 16 November 1879 itu tetap terus aktif mempromosikan bahkan sampai membentuk klub pecinta balon udara, NIVvL (Nerdelandsch-Indische Vereeniging voor Luchtvaart) dimana pada periode tahun 1909-1910 beranggotakan sampai 600 orang, tersebar di Pulau Jawa dan Sumatra.

Lewat klub ini dan bantuan sponsor akhirnya Rambaldo berhasil membeli balon udara panas berkapasitas 1680 m3. Setelah keberhasilan penerbangan pertama itu, dia terus melanjutkan bahkan sampai melakukan lebih dari 300 kali penerbangan. Selain untuk sarana transportasi (atau lebih tepatnya wisata udara), dengan terbang di ketinggian, Rambaldo ikut membantu dalam riset meterologi dan atmosfir di Hindia Belanda.

Pada bulan Juli 1911, Rambaldo harusnya berangkat pulang ke Belanda untuk keperluan dinas, namun sayangnya tidak mendapatkan tiket kapal. Untuk mengisi waktu keberangkatan sebulan berikutnya, dia bersama seorang asisten, Letnan Henri van Steyn melaksanakan penerbangan dari Surabaya menuju Semarang pada tanggal 5 Agustus 1911. Kepergiannya ke Semarang salah satunya karena ada anggota klub yang mengeluhkan bahwa Rambaldo kurang melakukan demonstrasi balon udara di sana.

Tugu Pal Balon menjadi saksi bisu fenomena yang ada

Sayangnya di perjalanan, mereka menghadapi cuaca dingin, balon udara kehilangan ketinggian tiba-tiba dan terseok jatuh di wilayah hutan jati di Alas Cabak, Kabupaten Blora, Jawa Tengah yang terkenal angker. Rambaldo jatuh terpental keluar sedangkan Van Steyn, karena balon udara menjadi lebih ringan, naik kembali dan terus terbang. Besoknya dilakukan pencarian dan menemukan Rambaldo tewas dengan kepala pecah.

Rambaldo meninggal dunia di usianya 31 tahun. Jasadnya kemudian dibawa dan dimakamkan di komplek Pemakaman Kembang Kuning Surabaya yang berada di Blok E 340 dengan ditandai patung seorang pria bercat putih dengan posisi duduk.

Dengan nasib tragisnya ini, klub NIVL mengalami mati suri dan bubar lima tahun kemudian. Balon udara baik berisi udara panas atau hidrogen memang tidak pernah menjadi sarana transportasi populer di Hindia Belanda, kalah jauh dengan pengembangan pesawat terbang yang akhirnya berhasil menguasai langit Hindia Belanda pasca berakhirnya Perang Dunia I.

Untuk info selengkapnya kunjungi:
https://dinporabudpar.blorakab.go.id/

(Abu Sahid/ Eko Arifianto)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed