oleh

Secara Hierarki Hukum, Wartawan Tidak Bisa Dijerat Dengan UU ITE

Wartawan/perusahaan media selalu dijerat berdasarkan ketentuan Pasal 27 Ayat (3) UU ITE, padahal apabila kita kaji secara materil hukum adalah memberikan perlindungan bagi wartawan karena adanya unsur, “dengan sengaja dan tanpa hak,”. Dengan adanya unsur “tanpa hak” wartawan dan pimpinan lembaga pers yang melaksanakan tugas jurnalistik berdasarkan UU Pers tidak dapat dijerat dengan UU ITE jika telah menerapkan kode etik jurnalistik.

“Artinya wartawan yang melaksanakan tugas jurnalistiknya sesuai dengan UU No.40/1999 tentang Pers dilindungi haknya”.

Penghinaan dan pencemaran nama baik dalam UU ITE menurut pandangan penulis, berdasarkan uji materil terhadap pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (1) UU ITE tidaklah termasuk seorang wartawan/perusahaan media, kemudian dengan adanya amar putusan -putusan MK No.50/PUU-VI/2008 permohonan pemohon di tolak.

Kemudian Amar Putusan MK No.2/PUU-VI/2009 permohonan tidak dapat diterima. Kemudian Kesimpulan Mahkamah yaitu norma Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (1) UU No.11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah Konstisional dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi, hak asasi manusia, dan prinsip-prinsip negara hukum. Kemudian dikuatkan lagi dengan Putusan MK No.1/PUU-XIII/2015 yaitu MK menyetujui penarikan kembali permohonan pemohon.

Dari penjelasan diatas, apabila kita kaitkan kedalam tugas wartawan yang ada dibawah perusahaan Pers diatur dalam UU nomor 40 tahun 1999 dalam menimbang huruf c. Jelas menegaskan bahwa pers nasional sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari manapun.

Selain itu, dalam Ayat (1) pun dijelaskan kalau Pers adalah sebuah lembaga yang melaksanakan tugas jurnalistiknya. Lalu dalam pasal 4 ayat (3) juga menjamin tugas Pers, dimana untuk     menjamin     kemerdekaan     pers,     pers     nasional     mempunyaihak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

Menurut penulis, dalam hukum ada yang disebut Asas lex specialis derogat legi generalis, dimana asa tersebut dijadikan pedoman ketika ada pertentangan antara peraturan perundangan-undangan yang sederajat kedudukannya dalam hirarki. Contoh pertentangan antara UU dengan UU atau PP dengan PP. Dalam hal penerapan pasal 27 Ayat (3) UU ITE yang selalu diterapkan kepada wartawan bias dianggap tidak relevan apabila kita kaji secara materil hukum adalah memberikan perlindungan bagi wartawan karena adanya unsur, “dengan sengaja dan tanpa hak,” dimana seorang wartawan dan perusahaan Pers sudah memiliki hak sesuai UU Pers, jadi wartawan dan pimpinan lembaga pers yang melaksanakan tugas jurnalistik berdasarkan UU Pers tidak dapat dijerat dengan UU ITE.

Dari kajian penulis, penegak hukum sudah seharusnya bersinergi dengan media dan wartawan yang berada dalam perusahaan Pers, karena masih banyak kekerasan terhadap para Jurnalis terjadi, bahkan kriminalisasi hukum pun menjadi solusi bagi kelompok tertentu yang merasa diruigikan.

Dalam melakukan komperhensif kajian yuridiksi dari berbagai analisa yang terjadi, penulis masih banyak kekurangan dan berharap kritik, masukan dari pembaca dan para pakar hukum.

 

 

Penulis : Asep Muhidin

Mahasiswa Sekolah Tinggi Hukum Garut

Pimpinan Redaksi kapernews.com

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed